Sabtu, 02 November 2013

Pohon Kehidupan

Pohon Kehidupan
Komaruddin Hidayat ;  Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
KORAN SINDO, 01 November 2013


Rasulullah bersabda, kehidupan ini bagaikan kebun tempat bercocok tanam. Di sana terdapat hukum kausalitas yang pasti, siapa menanam duri tak akan mengetam anggur. 

Siapa menabur angin, dia akan menunai badai. Setiapinsan adalah sebuah pohon yang tumbuh dalam pelataran sejarah. Kata sejarah berasal dari syajaroh, yang berarti pohon. Atau history dalam bahasa Inggrisnya, yaitu the story of one’s life. Bagi pejuang feminisme tentu akan senang menyebut herstory. Yaitu himpunan dan akumulasi jejak-jejak kehidupan seseorang. 

Tak ada ucapan atau tindakan sebutir atom pun yang hilang tanpa terekam oleh CCTV Ilahi, yaitu Raqib dan Atid. Demikian pesan Alquran. Rangkaian seluruh aktivitas seseorang tersimpan dalam kitab lauh mahfuzh yang terjaga, yang menyimpan secara setia apa pun yang dilakukan manusia yang ditransformasikan ke dalam energi kuantum. 

Manusia hidup dengan dua kapasitas utama yang bersifat jasmani dan rohani, yaitu dimensi molekul dan malaikat, atau dimensi atom dan atman yang keduanya tak terpisahkan dan rekaman jejaknya tak akan hilang. Masa lalu merupakan solid lines yang tak mungkin diubah yang menyimpan seluruh data perilaku kita, layaknya sebuah hard-disk, dan itulah yang disebut history yang menjelma jadi pohon kehidupan. 

Sedangkan masa depan masih menyimpan potensi dan seribu kemungkinan, berhamburan miliaran titik untuk kita rangkai menjadi sebuah garis kehidupan baru. Masa depan kita jauh lebih luas dari hamparan papan catur yang mesti kita mainkan. Kita bergerak dengan takdirtakdir yang sudah pasti layaknya dalam permainan catur, namun di antara kepastian gerak itu terdapat ruang kebebasan untuk bermanuver sehingga di ujung permainan catur ada yang menang dan ada yang kalah. 

Begitulah kehidupan seseorang, berbeda dari biji buah yang telah menyimpan cetak biru bersifat teleologis – akan menjadi sebagaimana potensinya – sedangkan manusia dianugerahi head untuk berpikir, heart memiliki kekuatan berkehendak, dan hand untuk mewujudkan pikiran dan kehendaknya dalam karya nyata. Diatas semua itu manusia memiliki anugerah dan beban yang paling fundamental untuk memaknai kehidupan, yaitu freedom (kemerdekaan). 

Semua kebajikan meniscayakan adanya kebebasan atau kemerdekaan, karena tidak mungkin seseorang meraih kesalehan dan keikhlasan tanpa adanya kemerdekaan untuk memilih. Manusia bukanlah mesin otomat. Antara stimulus dan respons ada ruang jeda untuk memilih, maka muncullah responsibility. Sebuah pertanggungjawaban atas pilihan bebasnya. Makanya Alquran secara tegas menyatakan la ikraha fiddin. 

Tak ada paksaan bagi siapapun dalam beragama, karena keimanan dan pengabdian pada Tuhan berdasarkan paksaan merupakan logika yang paradoksal. Tuhan telah mengirimkan para Rasul-Nya untuk membimbing manusia agar bisa membedakan antara jalan yang benar dan yang salah, namun Tuhan toh tetap memberikan kemerdekaan pada manusia untuk memilih jalan hidupnya karena dengan kemerdekaan itulah kehidupan menjadi bermakna. 

Meminjam formula Kantianisme, tindakan moral itu mensyaratkan lima elemen pokok. Pertama, freedom yang dengannya kita memiliki kebebasan untuk memilih jalan hidup. Kedua, eternity (keabadian jiwa). Bahwa apa pun yang kita lakukan di dunia ini masih akan berkelanjutan pada kehidupan setelah mati. Kalau saja mati merupakan akhir dari segalagalanya, maka kita masuk pada perangkap nihilisme. 

Semua perjuangan moral yang kita lakukan dengan penuh pengorbanan akan berakhir pada kesiasiaan. Nihil. Ketiga, hari pengadilan, the day of judgment (yaumul jaza’). Bahwa nanti mesti ada pengadilan yang akan menuntut tanggung jawab dari anugerah kemerdekaan dan kehidupan yang kita miliki sekarang ini. Kalau nantinya tak ada hari pengadilan, maka konsep dan prinsip moral yang kita yakini dan perjuangkan juga akan kehilangan landasannya yang pasti. 

Keempat,mesti ada hakim yang maha adil, yang keadilannya absolut, tidak seperti pengadilan dan keadilan di dunia. Kelima, dari proses semua itu lalu muncul reward and punishment, sebuah konsep dan doktrin kebahagiaan dan kesengsaraan setelah hidup di dunia ini. 

Demikianlah, kita semua adalah traveler, peziarah, juga petani. Sebagai peziarah mari kita nikmati dan rayakan anugerah hidup ini. Terlalu banyak yang meski kita lihat, eksplorasi dan syukuri dalam panggung kehidupan ini. Bagi mereka yang tidak memiliki peta dan tujuan hidup, menjadi tidak penting bertanya ke mana kaki melangkah dan dimana akan berhenti. 

Tetapi bagi orang beriman, sangatlah jelas bahwa setiap tarikan nafas dan setiap langkah adalah sebuah tahapan pulang mudik ke kampung primordial kita semua, dari Allah kembali pada Allah. Sebagai petani, tak ada kebahagiaan yang paling didambakan kecuali melihat tanamannya subur dengan daun dan buahnya yang rindang, mendatangkan manfaat dan kebahagiaan orang lain. 

Di samping metafora tanaman, Alquran memberikan metafora air yang selalu menyuburkan tanah yang tadinya mati, kering kerontang. Alquran juga memberikan metafora cahaya: ke mana pun berada, sebarkanlah cahaya dan energi kebenaran dan kedamaian yang mengusir kegelapan dan kegelisahan. Setiap bangun tidur adalah hari kelahiran, dan setiap beranjak tidur adalah malam kematian kita. 

Dalam putaran waktu yang kita tidak tahu kapan bermula dan kapan berakhir, sungguh manusia dalam kerugian. Manusia selalu merugi, innal insanal lafi khusr. Kecuali mereka yang hidupnya dibimbing dan diisi dengan iman yang membuahkan amal saleh. Illalladzinaamanuwa amilushshalihat. 

Namun untuk menjaga iman yang membuahkan amal saleh, sangat diperlukan teman dan lingkungan yang selalu mengingatkan dan mengajak pada kebenaran (tawashau bilhaq). Dan itu hanya bisa sustain, bertahan, kalau kita semua bersikap committed dan konsisten (tawashau bish-shabr). Diri saya, sebagaimana juga teman-teman lain, ibarat sebuah pohon yang banyak sekali berutang budi pada keluarga, teman, dan lingkungan sekeliling. 

Di antara mereka itu ada yang memberi saya air sehingga akar dan serabut kehidupan tumbuh kokoh untuk menahan batang pohon. Ada teman yang hadir membawa tanah liat yang gembur sehingga saya tumbuh subur. Ada juga teman sekeliling saya yang hadir bagaikan cahaya matahari dan angin memberikan vitamin dan energi kehidupan. 

Bahkan ada yang mendekat pada saya bagaikan angin kencang yang menerpa dan menghantam agar akar pohon kian kokoh menghunjam dan struktur urat-urat batang tetap lentur, tidak mudah patah ketika menghadapi badai. Jadi, setiap pribadi sesungguhnya adalah juga bagian dari yang lain. 

Perjumpaan antara sesama aku membentuk kami dan kita yang pada urutannya kekitaan akan memengaruhi keakuan dan kekamian. Jadi, kehidupan seseorang selalu menjadi bagian dari yang lain, bukanlah sebuah atom yang berputar lepas dan bebas sendirian. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar