PENYADAPAN telepon sejumlah tokoh
Indonesia oleh Australia menjadi skandal hubungan diplomatik. Indonesia
memanggil pulang Duta Besar Indonesia di Australia untuk konsultasi.
Tentang penyadapan itu, Perdana Menteri Australia Tony Abbott sepintas
menyatakan negaranya bermaksud membantu. Apa arti membantu? Siapa yang dia
bantu? Di Indonesia sebagian anggota masyarakat menafsirkannya sebagai
pelanggaran etika moral dalam hubungan diplomatik yang menghina NKRI.
Penyadapan antarnegara sebenarnya biasa dilakukan, masing-masing demi
keamanan maupun kepentingannya. Indonesia pun melakukannya. Namun, tentu
akan timbul masalah bila tindakan itu terungkap. Indonesia sebagai negara
besar Asia yang berpenduduk ke-4 terbesar di dunia wajar bahwa rawan
terhadap penyadapan.
Di harian Sydney
Morning Herald minggu ini, ahli pertahanan dan hubungan nasional
Australia Philip Dorling menyampaikan opini bahwa pemerintahan Australia
tidak pernah percaya pada Indonesia yang
sistem politiknya meragukan, penuh teka-teki, dan korupsi. Ada sentimen
seperti itu yang membuat pejabat-pejabat dan politisi mereka merasa perlu
mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang Indonesia. Di pihak lain,
ada juga penafsiran bahwa tujuan Australia membantu karena menganggap
sejumlah elite Indonesia tidak transparan. Penyadapan atas sejumlah tokoh
Indonesia mungkin mereka harapkan bisa mengungkap fakta tersebut.
Karut-marut situasi politik Indonesia akhir-akhir ini,
yang banyak tercemar oleh perilaku pelaku-pelaku politik yang melanggar
sopan santun pergaulan antarmanusia dan antarpribadi, bisa menimbulkan
berbagai interpretasi, termasuk di kalangan masyarakat luar negeri.
Dilema kita bersama
Jawaban untuk menghadapi dilema yang kita hadapi tidak
sederhana. Manusia masih saja menempuh jalan historis ke arah persaingan
yang menimbulkan permusuhan. Yang memisahkan satu negara dengan negara
lain, antara satu manusia dan manusia lain, terutama ialah keakuan dan
keinginan untuk menang. Sebagian didasari keserakahan. Kita sadar akan
krisis ini. Untuk mencoba mengatasinya, kita selama ini mencoba mengubah
sikap dan perilaku kita. Namun rencana-rencana, pakta-pakta,
konferensi-konferensi yang bersifat nasional maupun internasional terbukti
tidak mampu memecahkan inti persoalannya. Problem ini menjadi problem dunia
yang menuntut penyelesaian bersama.
Itulah yang antara lain menyebabkan masyarakat modern di
mana-mana tertarik pada politik. Masa depan terletak di tangan orang-orang
yang memiliki ideologi dan memandang jauh ke depan. Ada kaitan antara
kemerdekaan, demokrasi, dan ideologi. Ideologi bisa memberi penyelesaian
masa kini untuk problem-problem yang ditemui manusia sejak masa lampau.
Tanpa ideologi, demokrasi ibarat etalase toko yang terang-benderang tanpa
barang. Dengan ideologi, demokrasi akan bergerak dari sekadar ungkapan-ungkapan
menjadi tindakan-tindakan, karena bukan dilakukan oleh orang per orang atau
kelompok, melainkan dilakukan bersama atas dasar kesepakatan bersama. Bisa
disimpulkan, ideologi tanpa demokrasi akan mudah hilang. Sebaliknya
kemerdekaan dengan ideologi akan membantu kita bersama mengatasi
masalah-masalah hingga kita bisa mengharapkan datangnya masa depan yang
kita idamkan.
Rujukan lima M
Menurut pemberitaan minggu ini, pembukaan
Sidang Paripurna ke-2 DPR RI hanya dihadiri kurang dari separuh anggotanya.
Itu membuktikan kurangnya komitmen para anggota dalam peran mereka sebagai
wakil rakyat sekalipun orang-orang terhormat itu mendapat remunerasi
tinggi, belum lagi fasilitas-fasilitas lain yang memadai. Dalam kaitan ini,
perbincangan televisi banyak membahas masalah kurangnya program pendidikan
kepemimpinan, khususnya di kalangan kader-kader partai politik. Yang dimaksud bukan hanya
kemampuan mereka sebagai wakil rakyat, tetapi bahwa sikap dan perilaku
mereka tidak menggambarkan peran sebagai pemimpin yang wakil rakyat.
Dalam peran itu mereka dituntut menjadi pemimpin yang
memberikan teladan kepada rakyat. Kenyataannya, sebaliknya sebagian malahan
melakukan pelanggaran etika moral; bukan hanya sebagai pemimpin, tetapi
bahkan sebagai anggota masyarakat biasa. Berita-berita tentang korupsi
besar-besaran yang tak kunjung reda sebagian menyangkut anggota-anggota
DPR. Hukum terkesan diputar-putar tanpa menemui titik kesimpulan. Penyakit
suap menjangkiti sebagian petinggi pengadilan. Berita-berita itu terbukti
telah meluas ke luar negeri dan menimbulkan bermacam interpretasi. Kapan
berakhirnya?
Menghadapi kesulitan sekompleks ini, memang paling
gampang menunjukkan sikap kecemasan, putus asa, dan angkat tangan. Sikap
itu bahkan ada di antara kaum cerdik cendekia. Pemikiran apatis semacam itu
akan membawa masyarakat menuju bencana. Mungkin itu menyebabkan keresahan
meluas yang sering berakhir dengan kerusuhan dan kekerasan.
Bila kita tinjau sejarah peradaban lokal kita, kelemahan
manusia yang terpapar di sini sebenarnya sudah ada sejak dahulu kala.
Kearifan lokal mengajarkan kepada masyarakat Jawa tradisional, misalnya,
agar menjauhi kemaksiatan yang disebut lima M (maling, main, madat, madon,
dan minum).
Dalam kehidupan modern, lima M meliputi `maling' yang artinya pencurian
atau penipuan dan korupsi, `main' berarti perjudian, `madat' berarti
penggunaan obat terlarang termasuk narkoba, `madon' menyangkut pornografi
dan perselingkuhan, sedangkan `minum' artinya mabuk-mabuk an. Apakah
larangan lima M yang menjadi rujukan masyarakat masa lalu bisa berlaku
untuk masyarakat modern Indonesia? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar