Selasa, 12 November 2013

Mendambakan Pemimpin Sejati

Mendambakan Pemimpin Sejati
Bambang Arianto  ;   Peneliti Politik di Bulaksumur Empat Research
and Consulting (BERC) dan Jaringan Intelektual Muda UGM Yogyakarta
SUARA KARYA,  11 November 2013
  

Demokrasi elektoral 2014 akan menghadirkan rivalitas yang diprediksi bakal menimbulkan pertarungan sengit antar-calon presiden (capres), sebab setiap capres memiliki peluang sama untuk mengkapitalisasi sumber daya mereka di tengah ketiadaan figur petahana (incumbent).

Selain mendongkrak elektabilitas, para capres disibukkan guna memanaskan mesin partai dan kerja organisatoris untuk menebar pesona ke seluruh basis pemilih. Harapannya akan dapat memperbesar tingkat keterpilihan menjelang ritual pesta demokrasi Pemilu 2014. Menjadi sorotan publik belakangan ini, adalah pemetaan calon presiden alternatif pilihan rakyat. Ada tren pergeseran persepsi publik tentang sosok calon pemimpin ke depan, karena perbincangan seputar pemimpin alternatif seolah telah menjadi menu wajib yang dikonsumsi publik.

Tidak mengherankan, kini bermunculan gerakan dan diskusi mendukung figur alternatif yang notabene didominasi oleh capres muda guna melaju dalam ritual Pemilu 2014. Dari sekian banyak calon pemimpin muda, sosok Joko Widodo (Jokowi) Gubernur DKI Jakarta, menjadi sosok yang banyak menarik atensi publik. Gaya blusukan Jokowi telah menjadi tren tersendiri yang diikuti oleh banyak politisi Tanah Air. Jokowi dapat dikatakan sebagai pemimpin sejati-solutif, bahkan telah berkembang menjadi 'media darling' bagi publik dan insan pers. Bila ada isu miring menyangkut eksistensi Jokowi, publik otomatis bereaksi dengan cepat, baik itu melalui berita maupun komentar masyarakat.

Pilihan Rakyat

Media telah mampu mengkonstruksi Jokowi sebagai pemimpin muda pilihan rakyat, di tengah kultur politik Indonesia yang cenderung koruptif, patronatif, bahkan manipulatif. Hal inilah yang kemudian menjadikan masyarakat rindu akan pemimpin alternatif, sejati, populis dan mampu mengayomi kedaulatan rakyat.

Mengutip puluhan survei, termasuk yang digelar oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA, pada rentang waktu (12 September - 5 Oktober 2013), kembali posisi Jokowi tetap tidak tergoyahkan di posisi teratas, yakni 38,3 persen, Prabowo Subianto 11,1 persen, dan di ikuti oleh urutan ketiga, Wiranto 10,0 persen. Jokowi bahkan mampu meninggalkan figur populis lainnya. Ini sebagai pembuktiaan akan kerinduan dan harapan rakyat dengan sosok pemimpin sejati representasi publik.

Merebaknya gejala deparpolisasi atau emoh partai, sekaligus menegaskan akan merebaknya fenomena personalisasi politik, menjadikan figur sejati dan solutif menjadi lebih penting ketimbang partai politik. Platform parpol tidak lagi memadai untuk menjelaskan perilaku pemilih. Bagi rakyat, mendambakan sosok figur solutif dianggap lebih merepresentasi gagasan. 
Keberadaan partai politik bahkan tidak lagi menjadi satu institusi yang dapat menyalurkan pilihan politik rakyat. Gejala ini sebagai konsekuensi dari modernisasi kampanye politik.

Sosok Bung Karno, Hatta, Sjahrir dan Agus Salim adalah contoh pemimpin bangsa, yang ketika menjabat mampu menjadi pemimpin bukan karena sebagai pejabat publik, melainkan karena konsistensi antara visi kepemimpinan dan integritasnya. Itulah yang mengantarkan dan melegitimasi mereka menjadi pemimpin sejati yang sangat disegani. Kedaulatan rakyat banyak memberikan penilaian yang jujur, apakah ia pemimpin sejati ataukah oportunis.

Ada perbedaan tajam antara keabadian makna seorang pemimpin sejati dengan kesetaraan makna temporal pemimpin oportunis. Legitimasi seorang pemimpin sejati adalah legitimasi moral, artinya ketika dinobatkan oleh rakyat, didasari oleh kontribusi dan perjuangan moralnya, bukan semata-mata aspek popularitas. Pemimpin sejati adalah pemimpin yang dihargai berkat ide dan visi pemerdekaan, agar bangsanya terbebas dari keterpurukan, dan peka mendengar jeritan rakyat. Inilah yang menjadi sumber makna seorang pemimpin sejati. Pemimpin sejati kerap memberikan keteladanan, yang tidak lekang dirayu korupsi, suap, dan tidak bergeming dengan berdusta atas nama penjualan martabat bangsa.

Legitimasi Pemimpin

Legitimasi seorang pemimpin sejati berasal dari ketulusan penerimaan rakyat banyak, yang dengan bahasa menerimanya sebagai pemimpin bangsa. Legitimasi ini tidak bisa diganti dengan puluhan gelar akademik. Legitimasi pemimpin adalah warisan keteguhan, kesabaran mendidik bangsa, pengorbanan sejati yang diwujudkan dalam kesahajaan, kekayaan waktu, tenaga, pikiran dan keringat yang tanpa pamrih dicurahkan demi kepentingan rakyat.

Kemunculan pemimpin sejati dapat mengurangi kejenuhan masyarakat di tengah kepemimpinan nasional yang cenderung stagnan. Ada gairah dari masyarakat untuk bergerak lebih dinamis sesuai tuntutan zaman akan hadirnya pemimpin sejati, yang dapat membawa arah baru bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pemimpin sejati adalah pemimpin yang terbiasa menghadapi situasi krisis bangsa. Ia berani bertanggung jawab untuk memberi analisa solusi yang transparan, substansial, otentik mengenai tugas nyata seorang pemimpin sejati. Dan, selalu berada di tengah rakyat tanpa embel-embel protokoler. 

Struktur dan kultur politik kita yang cenderung patronatif menjadikan publik harus rasional-kalkulatif untuk dapat membedakan mana pemimpin sejati dan mana pemimpin oportunis. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar