Rabu, 06 November 2013

Masalah Penyadapan : Cara Klasik Dinas Intelijen

Masalah Penyadapan : Cara Klasik Dinas Intelijen
Otjih Sewandarijatun   Alumni Universitas Udayana, Bali;
Peneliti di Lembaga Analisa Politik dan Demokrasi, Jakarta
DETIKNEWS, 04 November 2013


Di antara masalah yang dinilai sensitif dan menjadi pilihan berita media massa adalah masalah penyadapan yang dilakukan oleh khususnya AS. Mereka mengutuk AS yang melakukan penyadapan tersebut dan agen-agenya di dalam negeri (Indonesia).

Penyadapan merupakan masalah yang sensitif, oleh karenanya patut diduga arah kritikan beberapa pihak melalui media massa tentang penyadapan tersebut, ujung-ujungnya adalah keinginan membahas kembali adanya hak dan izin bagi instansi-instansi tertentu melakukan penyadapan, yaitu BIN dan KPK.

Ada dugaan ada beberapa pihak di dalam masyarakat ingin mencegah apa yang disebut aksi penyadapan tersebut di Indonesia dengan cara menghapus wewenang tersebut dari sesuatu lembaga keamanan. Mereka lupa penyadapan adalah sebuah teknik mencari informasi dari Dinas Intelijen manapun, tidak bisa dicegah, meskipun dapat dilakukan upaya-upaya pengamanannya.

Menyadap tampaknya adalah naluri yang ada pada umat manusia yang selalu ingin mengetahui apa yang sedang dipikirkan, dirancang dan akan dilakukan orang lain, yang mungkin aka ada akibat buruknya terhadap dirinya.

Penyadapan: Dunia Klasik Intelijen

Dunia diributkan oleh ulah seorang bekas anggota CIA yang menyeberang ke Rusia dan di tempat pelariannya, Edward Snowden mengekspose kegiatan intelijen CIA yang ternyata bukan hanya memata matai negara-negara yang dianggap musuh potensial dan aktual dari AS, tetapi yang mengagetkan juga negara-negara sekutunya. Termasuk percakapan kepala negara sahabatnya itu, yaitu Angela Merkel dari Jerman. Disebutkan, bahwa pesawat telpon Angela Merkel ternyata termasuk pesawat telepon yang disadap oleh CIA.

Penyadapan bukan masalah baru dalam dunia intelijen, sebagai salah satu cara untuk memperoleh informasi. Kini Presiden Obama dari AS kebingungan karena CIA (Dinas Intelijen AS) ternyata telah pernah menyadap pesawat telpon Angela Merkel, PM Jerman yang merupakan sekutunya. Meskipun semua tahu, semua Dinas Intelijen pasti melakukan penyadapan, namun langkah CIA tersebut dianggap melanggar kode etik dan sopan santun persahabatan.


Oleh karenanya pasti Angela Merkel pura-pura marah seperti semua yang benci kepada AS, termasuk berbagai politisi Indonesia yang mengutuk AS sebagai negara biadab, tidak tahu kode etik sopan santun hubungan diplomatik dan macam-macam caci makian lainnya. Penyadapan sebenarnya adalah seni menggunakan ilmu dan teknologi yang canggih untuk menangkap isi komunikasi yang dilakukan pihak lain, karena itu penyadapan adalah produk sebuah ilmu pengetahuan.

Dunia tidak tahu kalau Angela Merkel mungkin dalam hati tertawa, mengucap syukur, untung aktivitas penyadapan Dinas Intelijen Jerman tidak bocor, paling tidak Obama tidak tahu, bahwa BND (Dinas Rahasia Jerman) mungkin juga melakukan pernyadapan. Tidak ada yang menjamin bahwa Dinas Rahasia Jerman tidak menggunakan teknik penyadapan untuk memata-matai negara lain, baik musuh maupun sahabatnya. 

Penyadapan berita adalah permainan klasik dinas intelijen. Bagi negara yang wawasan hidupnya menyentuh negara lain seperti Jerman, hampir pasti melakukan upaya-upaya prenyadapan terhadap negara saingannya. Penyadapan adalah salah satu alat dalam aktivitas spionase asing terhadap negara yang menjadi sasaran penyelidikannya.

Ada senda gurau kalaupun di dalam UU tidak disebut apakah sesuatu organisasi Dinas Intelijen boleh menyadap lawannya atau tidak, tidak satu orangpun bisa menjamin dinas intelijen yang bersangkutan tidak melakukan penyadapan. Cerita mengenai kecanggihan teknologi mikrofon yang kecil tidak kelihatan dengan mata tetapi sangat sensitif merekam getaran suara, bukan hal baru lagi di dunia intelijen.

Ada seorang pengamat intelijen berpendapat, sebenarnya disebutkannya di dalam UU tentang BIN tentang hak, wewenang dan izin bagi BIN untuk menyadap pesawat komunikasi lawan, tidak terlalu berpengaruh pada tugas BIN, karena pernyadapan bisa saja dilakukan oleh BIN apabila perlu dalam sesuatu operasi intelijen, meskipun hak, wewenang atau izin menyadap tidak ada dalam UU tentang BIN. 

Tidak ada yang tahu, karena penyadapan adalah sebuah aksi tertutup, tidak pernah diekspose.
BIN apakah melakukan penyadapan atau tidak terhadap berbagai obyek yang dianggap sasaran tugas intelijennya, tidak ada yang tahu, mungkin tidak, mungkin iya. 

Orang tidak dapat menuduh, meskipun semua tahu sesuai UU BIN, seperti juga KPK boleh menyadap sasarannya. Aktifitas penyadapan tidak pernah diumumkan kapan dan di mana dilakukan, meskipun KPK sering menggunakan hasil sadapannya sebagai semacam bukti dalam Pengadilan Tipikor.

Hal semacam inilah yang mungkin membuat berbagai pihak di Indonesia gregetan dengan BIN atau juga KPK yang secara hukum diberi hak, wewenang atau izin melakukan penyadapan dengan alasan demi tugasnya, tetapi tidak ada kewajiban bagi BIN atau KPK mempertanggungjawabkannya, baik kepada DPR atau kepada Presiden. DPR dan Presiden sendiri mungkin berkeberatan diikutsertakan bertanggung jawab dalam aksi penyadapan yang mungkin dilakukan BIN atau KPK.

Dalam momentum mencuatnya kejahatan yang dilakukan Snowden (pelarian CIA) yang membocorkan berbagai kejahatan CIA menyadap berbagai rahasia negara dan kepala negara dari negara lain tersebut itulah nampaknya berbagai pihak di Indonesia tergugah dan berkeingian untuk mempersoalkan kembali hak, wewenang dan izin bagi BIN atau mungkin juga KPK untuk melakukan penyadapan. 

Mereka ingin agar hak, wewenang dan izin bagi BIN atau KPK untuk menyadap harus diatur sedemikian rupa sehingga terkontrol, terkendali dan bisa dihukum berat apabila terjadi penyalahgunaan. Isu yang digunakan adalah aksi penyadapan oleh intelijen asing dan agen-agenya di Indonesia harus adalah kejahatan terhadap HAM oleh karenanya harus ditanggulangi dengan Perpu. 

Mereka mencaci maki AS, tetapi matanya bukan tidak mungkin melirik kepada BIN dan KPK yang dianggap memiliki wewenang memata-mati sesama WNI dengan bebas, dengan alasan demi keamanan. Padahal, memang KPK ada indikasi telah banyak menyadap omongan orang dicurigai, tetapi tidak ada indikasi BIN melakukan sesuatu penyadapan. Tidak ada alasan orang berprasangka terhadap BIN. 

Sebenarnya dalam dunia spionase pengunaan alat penyadap bukan hal yang asing bagi kaum terpelajar di Indonesia, sejak berlangsungnya Perang Pasifik. Bangsa Indonesia tahu Admiral Yamamoto, Panglima Perang Jepang di Pasifik, pesawatnya dapat ditembak jatuh oleh AS, karena rencana perjalanan Admiral Yamamoto tersadap oleh AS baik berita maupun sandi yang digunakan. 

Namun demikian, di Indonesia aktivitas penyadapan pesawat telpon merupakan masalah yang sensitif, lebih-lebih ketika di dalam UU Tentang BIN disebutkan BIN mempunyai hak/wewenang atau izin melakukan penyadapan terhadap obyek-obyek yang menjadi sasaran operasinya. Sikap masyarakat yang sensitif terhadap wewenang BIN untuk menyadap, semata-mata hanyalah karena rasa khawatir adanya penyalahgunaan. 

Untuk mencegah penyalahgunaan inilah masyarakat selalu bereaksi keras apabila masalah penyadapan muncul ke permukaan. Prasangka buruk masyarakat kepada wewenang KPK untuk menyadap berkurang karena ada kompensasi tertangkapnya berbagai koruptor.

BIN dalam menggunakan hak/wewenang atau izin melakukan penyadapan dalam tugasnya selama ini tidak ada kewajiban bagi BIN untuk melaporkannya kepada DPR atau pengadilan yang mengadili sesuatu perkara. Penyadapan adalah bagian dari operasi intelijen sehingga BIN tidak ada kewajiban menyebutkan darimana dan bagaimana caranya BIN memperoleh informasi mengenai seuatu masalah. 

Seperti juga KPK tidak ada kewajiban melaporkan bagimana aksi penyadapan yang sudah dilakukan yang penting KPK bisa menangkap tangan rencana pemberian suap dan gratifikasi orang-orang yang menjadi sasaran penyelidikannya. Meskipun adakalanya penyadapan yang dilakukan KPK dijadikan saksi di Pengadilan Tipikor. Tetapi dimana dan bagaimana penyadapan dilakukan KPK tidak akan pernah diumumkan.

Pihak-pihak yang menuntut dibuat UU atau Perpu Pengendalian Penyadapan juga menyebut kasus Wilkileaks, sebagai sebuah kejahatan yang ditujukan kepada Indonesia. Padahal aksi Wikileaks terjadi karena kecerobohan Kedubes dan Konsulat AS di Surabaya, karena mereka telah mengirim berita ke Washington dalam kalimat-kalimat yang seharusnya disandi, bukan berita terbuka ala surat kabar, sehingga selain mudah disadap juga mudah dibaca apa isinya. 

Wikileaks tidak melakukan penyadapan terhadap alat komunikasi yang digunakan pihak Indonesia, tetapi menyadap alat komunikasi Kedubes dan Konsulat AS di Surabaya. Snowden mengatakan CIA juga menyadap alat komunikasi yang digunakan Pemerintah RI, tetapi tidak disebut kasus beritanya. Namun pernyataan tersebut cukup membuat berbagai pihak marah. 

Apabila berita-berita Kedubes AS dan Konsulat AS di Surabaya disandi, maka meskipun mudah disadap oleh Wikileaks, tentu akan sulit dibaca. Pengalaman Kedubes AS dan Konsulat AS di Surabaya tersebut patut menjadi pelajaran, pengiriman berita harus disandi. Oleh sebab itu satu-satunya langkah mencegah penyadapan hanyalah menggunakan kalimat sandi dalam setiap pengiriman berita. 

Berita telepon adalah berita yang paling mudah disadap dan ditangkap isi beritanya. Teknologi alat penyadap dan aksi penyadapannya sendiri hampir sulit dicegah, yang bisa dicegah adalah mencegah agar isi berita sulit dibaca.

Kesimpulan
Penyadapan berita adalah aksi intelijen yang klasik yang hampir pasti dilakukan oleh setiap dinas intelijen dari negara manapun. Penyadapan adalan sebuah teknik cara bertindak untuk mencari informasi, sebuah aktivitas klasik dalam dunia spionase. Penyadapan bukan masalah hukum yang bisa dilarang atau diatur, tetapi yang bisa diatur adalah cara-cara berkomunikasi dalam pengiriman berita. 

Upaya menanggulangi aksi penyadapan satu-satunya pengamanan adalah keharusan mengirim berita dengan kalimat-kalimat sandi melalui mesin berita sandi. Berita-berita dengan kalimat terbuka dan pembicaraan menggunakan telpon sangat rawan penyadapan baik berita maupun isinya. Pesawat telepon adalah alat yang paling rawan disadap, oleh karenanya jangan digunakan dalam berkomunikasi soal-soal resmi apalagi berklasifikasi rahasia. 

Hak, kewenangan dan izin bagi setidak-tidaknya dua instansi yakni BIN dan KPK, telah menimbulkan kekhawatiran terjadinya penyalahgunaan, sehingga melanggar Hak-hak Asasi WNI. Namun demikian melarang dilakukannya penyadapan tidak menjamin tidak dilakukannya penyadapan, karena penyadapan adalah sebuah teknik pencarian berita dari dinas intelijen dari negara manapun. 

Mengapa masalah boleh tidaknya BIN dan KPK menyadap dicantumkan dalam UU yang bersangkutan, sudah pasti telah dibahas oleh Pemerintah dan DPR pada saat menyusun UU tentang BIN dan KPK.

Yang perlu ditegaskan hanyalah sebuah perintah kepada semua unsur Pemerintah agar semua laporan berklasifikasi rahasia yang dikirim menggunakan alat komunikasi ditulis dalam bentuk kalimat-kalimat yang disandi oleh Dinas Sandi Negara (LEMSANEG) yang resmi bertugas untuk itu. Laporan resmi tidak diizinkan dikirim melalui telepon kabel maupun selular. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar