|
MERUJUK data Apindo, rata-rata upah minimum di Asia Timur
pada 2013 mencapai 70-270 dollar AS. Upah terendah adalah Vietnam di kisaran 70
dollar AS. Thailand terendah kedua dengan 200 dollar AS. Indonesia menjadi
negara dengan upah yang tinggi, hampir mencapai 250 dollar AS.
Walau memiliki upah lebih tinggi, buruh masih tidak puas
dengan besaran upah minimum provinsi (UMP) tersebut karena dirasa belum
memenuhi kebutuhan hidup secara layak. Menakertrans diinstruksikan merumuskan
dan menetapkan kebijakan pengupahan dan pengembangan sistem pengupahan
nasional, antara lain berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL) serta
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
KHL adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi seorang
pekerja/buruh lajang untuk hidup layak, baik secara fisik maupun nonfisik dan
sosial, untuk kebutuhan satu bulan. Produktivitas merupakan perbandingan antara
hasil kegiatan (output) dan segala pengorbanan (biaya) untuk mewujudkan hasil
tersebut (input) (Dornbusch, 2004 p.61).
Salah satu input adalah biaya tenaga kerja yang
menjadi upah pekerja. Produktivitas tenaga kerja adalah salah satu ukuran
perusahaan dalam mencapai tujuannya. Peningkatan produktivitas kerja hanya
mungkin dilakukan manusia
Tarikan
kepentingan
Perusahaan dalam hal ini berkepentingan untuk menghasilkan
laba dan memberikan keuntungan kepada pemegang sahamnya. Pada sisi yang
berseberangan, buruh berkepentingan memperoleh imbalan yang cukup guna memenuhi
KHL diri dan keluarganya. Sementara pemerintah berkepentingan melindungi
keduanya dengan tetap dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sesuai yang
ditargetkan.
Harus dipahami bahwa upah yang kurang dari standar kebutuhan
hidup layak dapat menurunkan produktivitas buruh. Sebab mereka masih harus
kerja ekstra untuk mencari tambahan pendapatan guna menutupi kekurangan
pendapatannya. Demikian juga produktivitas yang rendah juga menjadi daya tolak
bagi pengusaha untuk menginvestasikan kembali dananya untuk pengembangan
perusahaan.
Bagaimanapun perbedaan kepentingan ini harus dapat
diakomodasi sehingga kebutuhan ketiga pihak ini perlu dicarikan jalan
tengahnya.
Produktivitas-gaya
hidup
Produktivitas buruh harus dilibatkan sebagai salah satu basis
penghitungan upah minimum di luar komponen kebutuhan hidup layak. Langkah
memasukkan komponen tersebut dalam penghitungan upah minimum merupakan langkah
perbaikan yang akan memberikan rasa adil kepada buruh dan pengusaha. Komponen
produktivitas akan menjadi faktor penimbang pertama yang tegas untuk menentukan
mana yang menjadi hak dan kewajiban dari para pekerja dan pengusaha.
Penentuan tingkat upah minimum menjadi makin rumit karena adanya
inflasi. Secara praktik perusahaan telah menyesuaikan tingkat upah dengan
produktivitas. Namun, terjadinya inflasi mengakibatkan kenaikan tersebut
menjadi kecil, atau bahkan minus, bila ternyata inflasi yang terjadi melebihi
kenaikan upah. Akhirnya upah yang diterima mengalami penurunan daya beli dari
waktu ke waktu meskipun secara nominal upah yang diterimakan mengalami kenaikan
Oleh karena itu, inflasi juga harus diperhitungkan dalam
penentuan upah minimum sesuai KHL, dan menjadi faktor penimbang kedua. Tuntutan
buruh terhadap kenaikan upah minimum guna menyesuaikan dengan kebutuhan yang
semakin naik diakibatkan oleh inflasi tersebut kiranya perlu dipertimbangkan.
Mudahnya mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga keuangan
untuk pembelian perangkat elektronik, kendaraan bermotor, rumah, dan
produk-produk papan lainnya diduga menjadi salah satu penyebab membengkaknya
pengeluaran seseorang akibat harus membayar cicilan kredit di luar kemampuan
wajar. Kebijakan pemerintah untuk meregulasi kembali syarat penyaluran kredit
dari lembaga keuangan untuk tujuan konsumtif merupakan langkah yang tepat guna
meminimalisasi terjadinya arus kas yang besar pasak daripada tiang.
Secara teori, kenaikan upah bagi tenaga kerja berpendapatan
menengah ke bawah akan memicu kenaikan permintaan terhadap produk sekunder yang
bersifat cenderung mewah. Oleh karena itu, yang menjadi faktor penimbang ketiga
adalah besaran tuntutan KHL dari para buruh juga sudah harus disterilkan dari
pengeluaran untuk produk-produk yang bersifat konsumtif ini.
Faktor penimbang keempat adalah kebiasaan gaya hidup untuk
mengonsumsi pangan yang bersifat tidak perlu, seperti rokok. Data yang dilansir
BPS menyebutkan, rokok menjadi salah satu komponen pengeluaran rumah tangga
harian paling tinggi setelah beras.
Data statistik menunjukkan, alokasi pengeluaran rumah tangga
yang batas miskinnya dipatok pada angka Rp 271.626 per kapita per bulan (Maret
2013) 8,82 persen (pada masyarakat perkotaan) dan 7,48 persen (pada masyarakat
pedesaan) merupakan pengeluaran untuk rokok. Dengan adanya pengeluaran untuk
rokok tersebut, dapat dipastikan kesejahteraan seseorang akan lebih rendah
dibandingkan orang yang tak merokok pada tingkat pengeluaran yang sama.
Jalan
damai
Keempat faktor penimbang tersebut kiranya perlu diperhitungkan
dalam mencari jalan damai penghitungan tingkat KHL yang akan
memberikan win-win solution kepada tiga pihak, yakni pemerintah,
pengusaha, dan buruh.
Akhirnya, dalam kaitan ini, pemerintah harus mampu
mengendalikan inflasi, para pengusaha harus terbuka dalam menilai produktivitas
karyawan, dan para buruh juga harus memahami apa yang dimaksud dengan tingkat
kebutuhan hidup layak. Kapan saat yang tepat untuk meminta kenaikan? Apakah
tepat jika dilakukan saat ini, pada saat perekonomian sedang babak belur?
Kalaupun upah dinaikkan sesuai tuntutan yang belum
dinetralisasi dari faktor-faktor di atas, mekanisme ekonomi secara otomatis
akan melakukan pengurangan jumlah tenaga. Kalaupun tetap dipaksakan, akhirnya
perusahaan akan mengalami kerugian dan bangkrut, lalu terjadi PHK, buruh pun
akan merasakan akibatnya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar