|
Bagi bangsa dan negara, kinerja
positif Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam merespons terorisme dan
problem narkoba di dalam negeri belumlah cukup.
Sebab, masih ada sejumlah kejahatan terhadap negara dengan modus korupsi yang belum mendapat respons maksimal dari Polri. Kasus korupsi di bidang sumberdaya alam, migas, batu bara, perbankan, pajak, maupun korupsi di lembaga eksekutif serta yudikatif masih menggurita. Sudah waktunya peran dan tanggung jawab Polri dalam pemberantasan korupsi segera ditingkatkan.
Negara dan seluruh elemen bangsa bersyukur bahwa Polri berhasil mendesak dan mereduksi kegiatan terorisme di dalam negeri. Namun, pekerjaan yang satu ini jelas-jelas belum tuntas, karena sel-sel terorisme masih beraktivitas di sejumlah pelosok. Selain kegiatan sel terorisme, Polri juga perlu mewaspadai kemungkinan munculnya daerah konflik baru setelah tragedi Poso.
Kewaspadaan dan kesigapan Polri amat diperlukan karena warga di sejumlah pelosok leluasa menggenggam senjata dan bom rakitan. Polri pun layak mendapatkan apresiasi atas kinerjanya memberantas jaringan perdagangan serta peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) di dalam negeri. Pekerjaan ini mungkin tak akan pernah berkesudahan. Selain karena menghadapi sindikat internasional dengan kekuatan dana yang nyaris tak terbatas, pekerjaan ini pun tak jarang menghadapi hambatan dari dalam, termasuk perilaku menyimpang oknum prajurit.
Namun, demi masa depan anak-anak dan generasi muda Indonesia, komitmen dan konsistensi Polri memerangi sindikat internasional narkotika harus terus ditingkatkan. Jelajah operasi Polri sebaiknya tidak lagi hanya focus di dalam negeri, melainkan juga ke luar, ke titik-titik kegiatan para produsen dan bandar besar yang tersebar di sejumlah negara. Bukankah sudah banyak warga negara asing yang tertangkap dan divonis karena melakukan kejahatan narkoba di Indonesia?
Untuk peningkatan kemampuan Polri memerangi sindikat narkotika internasional ini DPR akan solid mendukung Polri, termasuk dalam hal anggaran. Akan tetapi, pencapaian Polri pada dua isu strategis ini belum cukup bagi kepentingan bangsa dan negara. Sebagai institusi penegak hukum dan pengayom masyarakat, Polri masih punya utang besar. Kenapa? Sebab, Polri belum berperan maksimal dalam isu strategis lainnya, yakni korupsi. Benar bahwa negara telah memercayakan pemberantasan korupsi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, tidak berarti Polri boleh berpangku tangan. Karena kapabilitas, wewenang, serta jaringan intelijen yang dimiliki Polri sesungguhnya mampu berbuat lebih dalam pemberantasan korupsi. Untuk meraih kembali kepercayaan negara, Polri harus berani mengambil inisiatif memerangi praktik-praktik korupsi yang relevan dengan wewenangnya. Masih ada beragam kejahatan terhadap negara dengan modus korupsi yang belum mendapat respons maksimal dari Polri.
Dari kejahatan di sektor sumber daya alam, migas, batu bara, perbankan, lelang blok, cost recovery, pajak, hingga pencurian BBM bersubsidi. Penyelundupan dan pencurian BBM bersubsidi yang jelasjelas direncanakan itu adalah kasus korupsi. Sebab, BBM bersubsidi itu dibiayai dan dialokasikan dalam APBN. Memanipulasi pemanfaatan BBM bersubsidi berarti merampas hak rakyat untuk mendapatkan subsidi dari negara.
Dengan konstruksi kasus seperti ini, apa bedanya korupsi atau mark up nilai proyek dengan mencuri subsidi negara untuk rakyat dari proyek bernama subsidi BBM itu? Polri jangan terus-menerus bersikap minimalis. Polri harus berinisiatif memerangi kasus pencurian BBM yang per tahunnya mencapai belasan hingga puluhan triliun rupiah itu. Begitu juga dengan kejahatan serta penyimpangan di bidang perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Dua kejahatan ini pun menyebabkan negara dan rakyat rugi puluhan triliun rupiah per tahun. Namun, kejahatan terhadap negara pada kedua bidang ini belum mendapatkan penanganan yang serius, khususnya berkaitan dengan PNBP. Polri hendaknya terus memutakhirkan (up date) potensi PNBP pada setiap kementerian dan institusi negara/daerah.
Khusus di bidang pajak, Polri hendaknya lebih bersungguh-sungguh dalam mengaktualisasikan kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tentang perampasan hak atau penyitaan aset wajib pajak yang menunggak kewajiban pajaknya. Realisasi kerja sama Polri-Ditjen Pajak tampak tersendat-sendat, bahkan tidak mulus, karena minimnya dukungan aparat Polri di lapangan.
Nilai tunggakan pajak dalam kasus-kasus seperti ini sangat besar. Namun, karena faktor risiko di lapangan, juru tagih Ditjen tidak bisa melakukannya sendiri. Dari kebutuhan dukungan itulah lahir kerja sama Polri dan Ditjen Pajak. Kejahatan lain di bidang ekonomi seperti penyelundupan produk impor hingga praktik kartel sudah menjadi persoalan yang cukup gamblang.
Sudah menjadi kewajiban Polri merespons kejahatan-kejahatan itu. Kalau Polri terus minimalis seperti sekarang, atau mengambil posisi hanya menunggu perintah atasan, Polri sendiri yang dirugikan. Karena publik akan berasumsi bahwa Polri lemah sehingga tak mampu memerangi ragam kejahatan yang merugikan negara dan rakyat.
Bentuk Densus Antikorupsi
Tidak lama lagi Polri akan dikomandani oleh pemimpin baru, karena Kapolri Jenderal Timoer Pradopo akan memasuki masa pensiun. Sesuai UU Kepolisian Nomor2/ 2002, kepalaPolri diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas persetujuan DPR. Artinya, presiden harus mengirim surat ke DPR untuk memberhentikan kepala Polri lama dan mengajukan kepala Polri yang baru berikut alasan penghentian dan pengangkatan.
Ketetapan Presiden mengajukan Komjen Pol Sutarman yang kini menjabat kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri sudah tepat. Dari aspek generasi, Komjen Pol Sutarman angkatan 81, sama dengan Panglima TNI yang juga angkatan 81. Kesamaan ini diharapkan mempermudah komunikasi antara institusi Polri dan TNI. Di lingkungan kepolisian, sosok Sutarman termasuk senior.
Memang, masih ada figur lain yang lebih senior dari aspek angkatan, tapi rata-rata mereka akan memasuki masa pensiun. Dari aspek teritorial, Komjen Pol Sutarman sudah dua kali menjabat kepala kepolisian daerah. Sedangkan dari sisi penegakan hukum, posisi Sutarman sebagai kepala Bareskrim saat ini menjadi amat relevan jika dia dipromosikan menjabat kepala Polri.
Dengan demikian, dilihat dari aspek pengalaman teritorial dan penegakan hukum, Komjen Pol Sutarman sudah memenuhi persyaratan menjabat kepala Polri. Prioritas kerja kepala Polri baru hendaknya fokus pada pembenahan internal agar Polri kredibel merespons kasus-kasus korupsi. Polri jangan ragu untuk menyentuh kasus-kasus korupsi skala besar sebagaimana telah diilustrasikan tadi.
Kalau sekarang ini Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) sebagai detasemen khusus antikorupsi hanya ada di Mabes Polri, jelajah kerja Dirtipikor hendaknya diperluas hingga ke semua kepolisian daerah (polda). Sebab, kejahatan bermodus korupsi semakin marak di banyak daerah. Dengan demikian, pembentukan detasemen khusus antikorupsi pada tingkat polda dan polres amat relevan, bahkan terlihat urgensinya. Kejahatan dan pencurian BBM bersubsidi lebih banyak dilakukan di daerah karena para pelakunya berasumsi jauh dari kemungkinan disergap pihak berwajib.
Mudah- mudahan, kepala Polri baru peduli dengan masalah ini. Selain itu, kepala Polri baru juga perlu melakukan evaluasi atas beberapa program kerja yang belum terpenuhi selama ini. Misalnya, wargaJakartapastisangat kecewa dengan Polri, karena polisi lalu lintas dinilai tidak mampu menertibkan disiplin berlalu lintas di Ibu Kota.
Di daerah, Polri diharapkan lebih sigap dalam mencegah konflik. Selama ini, Polri lebih berfungsi sebagai pelerai, karena tampil ketika konflik horizontal sudah terjadi. Reward and punishment juga harus menjadi perhatian kepala Polri baru. Kapolda atau kapolres yang berprestasi harus diberi penghargaan, yang melanggar etika sudah tentu harus diberi sanksi.
Misalnya Kapolres Jakarta Barat perlu diberi penghargaan karena keberanian dan konsistensinya memberantas premanisme. Begitu juga dengan Kapolres Musi Banyu Asin yang berani menindak tegas para pencuri di areal pengeboran minyak. Akhirnya, karena seluruh elemen bangsa sedang sibuk di tahun politik menuju Pemilu 2014, kepala Polri baru harus bisa netral dan menjaga jarak dengan semua pihak. ●
Sebab, masih ada sejumlah kejahatan terhadap negara dengan modus korupsi yang belum mendapat respons maksimal dari Polri. Kasus korupsi di bidang sumberdaya alam, migas, batu bara, perbankan, pajak, maupun korupsi di lembaga eksekutif serta yudikatif masih menggurita. Sudah waktunya peran dan tanggung jawab Polri dalam pemberantasan korupsi segera ditingkatkan.
Negara dan seluruh elemen bangsa bersyukur bahwa Polri berhasil mendesak dan mereduksi kegiatan terorisme di dalam negeri. Namun, pekerjaan yang satu ini jelas-jelas belum tuntas, karena sel-sel terorisme masih beraktivitas di sejumlah pelosok. Selain kegiatan sel terorisme, Polri juga perlu mewaspadai kemungkinan munculnya daerah konflik baru setelah tragedi Poso.
Kewaspadaan dan kesigapan Polri amat diperlukan karena warga di sejumlah pelosok leluasa menggenggam senjata dan bom rakitan. Polri pun layak mendapatkan apresiasi atas kinerjanya memberantas jaringan perdagangan serta peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) di dalam negeri. Pekerjaan ini mungkin tak akan pernah berkesudahan. Selain karena menghadapi sindikat internasional dengan kekuatan dana yang nyaris tak terbatas, pekerjaan ini pun tak jarang menghadapi hambatan dari dalam, termasuk perilaku menyimpang oknum prajurit.
Namun, demi masa depan anak-anak dan generasi muda Indonesia, komitmen dan konsistensi Polri memerangi sindikat internasional narkotika harus terus ditingkatkan. Jelajah operasi Polri sebaiknya tidak lagi hanya focus di dalam negeri, melainkan juga ke luar, ke titik-titik kegiatan para produsen dan bandar besar yang tersebar di sejumlah negara. Bukankah sudah banyak warga negara asing yang tertangkap dan divonis karena melakukan kejahatan narkoba di Indonesia?
Untuk peningkatan kemampuan Polri memerangi sindikat narkotika internasional ini DPR akan solid mendukung Polri, termasuk dalam hal anggaran. Akan tetapi, pencapaian Polri pada dua isu strategis ini belum cukup bagi kepentingan bangsa dan negara. Sebagai institusi penegak hukum dan pengayom masyarakat, Polri masih punya utang besar. Kenapa? Sebab, Polri belum berperan maksimal dalam isu strategis lainnya, yakni korupsi. Benar bahwa negara telah memercayakan pemberantasan korupsi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, tidak berarti Polri boleh berpangku tangan. Karena kapabilitas, wewenang, serta jaringan intelijen yang dimiliki Polri sesungguhnya mampu berbuat lebih dalam pemberantasan korupsi. Untuk meraih kembali kepercayaan negara, Polri harus berani mengambil inisiatif memerangi praktik-praktik korupsi yang relevan dengan wewenangnya. Masih ada beragam kejahatan terhadap negara dengan modus korupsi yang belum mendapat respons maksimal dari Polri.
Dari kejahatan di sektor sumber daya alam, migas, batu bara, perbankan, lelang blok, cost recovery, pajak, hingga pencurian BBM bersubsidi. Penyelundupan dan pencurian BBM bersubsidi yang jelasjelas direncanakan itu adalah kasus korupsi. Sebab, BBM bersubsidi itu dibiayai dan dialokasikan dalam APBN. Memanipulasi pemanfaatan BBM bersubsidi berarti merampas hak rakyat untuk mendapatkan subsidi dari negara.
Dengan konstruksi kasus seperti ini, apa bedanya korupsi atau mark up nilai proyek dengan mencuri subsidi negara untuk rakyat dari proyek bernama subsidi BBM itu? Polri jangan terus-menerus bersikap minimalis. Polri harus berinisiatif memerangi kasus pencurian BBM yang per tahunnya mencapai belasan hingga puluhan triliun rupiah itu. Begitu juga dengan kejahatan serta penyimpangan di bidang perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Dua kejahatan ini pun menyebabkan negara dan rakyat rugi puluhan triliun rupiah per tahun. Namun, kejahatan terhadap negara pada kedua bidang ini belum mendapatkan penanganan yang serius, khususnya berkaitan dengan PNBP. Polri hendaknya terus memutakhirkan (up date) potensi PNBP pada setiap kementerian dan institusi negara/daerah.
Khusus di bidang pajak, Polri hendaknya lebih bersungguh-sungguh dalam mengaktualisasikan kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tentang perampasan hak atau penyitaan aset wajib pajak yang menunggak kewajiban pajaknya. Realisasi kerja sama Polri-Ditjen Pajak tampak tersendat-sendat, bahkan tidak mulus, karena minimnya dukungan aparat Polri di lapangan.
Nilai tunggakan pajak dalam kasus-kasus seperti ini sangat besar. Namun, karena faktor risiko di lapangan, juru tagih Ditjen tidak bisa melakukannya sendiri. Dari kebutuhan dukungan itulah lahir kerja sama Polri dan Ditjen Pajak. Kejahatan lain di bidang ekonomi seperti penyelundupan produk impor hingga praktik kartel sudah menjadi persoalan yang cukup gamblang.
Sudah menjadi kewajiban Polri merespons kejahatan-kejahatan itu. Kalau Polri terus minimalis seperti sekarang, atau mengambil posisi hanya menunggu perintah atasan, Polri sendiri yang dirugikan. Karena publik akan berasumsi bahwa Polri lemah sehingga tak mampu memerangi ragam kejahatan yang merugikan negara dan rakyat.
Bentuk Densus Antikorupsi
Tidak lama lagi Polri akan dikomandani oleh pemimpin baru, karena Kapolri Jenderal Timoer Pradopo akan memasuki masa pensiun. Sesuai UU Kepolisian Nomor2/ 2002, kepalaPolri diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas persetujuan DPR. Artinya, presiden harus mengirim surat ke DPR untuk memberhentikan kepala Polri lama dan mengajukan kepala Polri yang baru berikut alasan penghentian dan pengangkatan.
Ketetapan Presiden mengajukan Komjen Pol Sutarman yang kini menjabat kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri sudah tepat. Dari aspek generasi, Komjen Pol Sutarman angkatan 81, sama dengan Panglima TNI yang juga angkatan 81. Kesamaan ini diharapkan mempermudah komunikasi antara institusi Polri dan TNI. Di lingkungan kepolisian, sosok Sutarman termasuk senior.
Memang, masih ada figur lain yang lebih senior dari aspek angkatan, tapi rata-rata mereka akan memasuki masa pensiun. Dari aspek teritorial, Komjen Pol Sutarman sudah dua kali menjabat kepala kepolisian daerah. Sedangkan dari sisi penegakan hukum, posisi Sutarman sebagai kepala Bareskrim saat ini menjadi amat relevan jika dia dipromosikan menjabat kepala Polri.
Dengan demikian, dilihat dari aspek pengalaman teritorial dan penegakan hukum, Komjen Pol Sutarman sudah memenuhi persyaratan menjabat kepala Polri. Prioritas kerja kepala Polri baru hendaknya fokus pada pembenahan internal agar Polri kredibel merespons kasus-kasus korupsi. Polri jangan ragu untuk menyentuh kasus-kasus korupsi skala besar sebagaimana telah diilustrasikan tadi.
Kalau sekarang ini Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) sebagai detasemen khusus antikorupsi hanya ada di Mabes Polri, jelajah kerja Dirtipikor hendaknya diperluas hingga ke semua kepolisian daerah (polda). Sebab, kejahatan bermodus korupsi semakin marak di banyak daerah. Dengan demikian, pembentukan detasemen khusus antikorupsi pada tingkat polda dan polres amat relevan, bahkan terlihat urgensinya. Kejahatan dan pencurian BBM bersubsidi lebih banyak dilakukan di daerah karena para pelakunya berasumsi jauh dari kemungkinan disergap pihak berwajib.
Mudah- mudahan, kepala Polri baru peduli dengan masalah ini. Selain itu, kepala Polri baru juga perlu melakukan evaluasi atas beberapa program kerja yang belum terpenuhi selama ini. Misalnya, wargaJakartapastisangat kecewa dengan Polri, karena polisi lalu lintas dinilai tidak mampu menertibkan disiplin berlalu lintas di Ibu Kota.
Di daerah, Polri diharapkan lebih sigap dalam mencegah konflik. Selama ini, Polri lebih berfungsi sebagai pelerai, karena tampil ketika konflik horizontal sudah terjadi. Reward and punishment juga harus menjadi perhatian kepala Polri baru. Kapolda atau kapolres yang berprestasi harus diberi penghargaan, yang melanggar etika sudah tentu harus diberi sanksi.
Misalnya Kapolres Jakarta Barat perlu diberi penghargaan karena keberanian dan konsistensinya memberantas premanisme. Begitu juga dengan Kapolres Musi Banyu Asin yang berani menindak tegas para pencuri di areal pengeboran minyak. Akhirnya, karena seluruh elemen bangsa sedang sibuk di tahun politik menuju Pemilu 2014, kepala Polri baru harus bisa netral dan menjaga jarak dengan semua pihak. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar