|
Sebagaimana diketahui dari hasil audit Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) jilid II terhadap proyek Hambalang, negara mengalami indikasi
kerugian sampai Rp 463,6miliar. Selain itu muncul pula dua versi laporan audit
BPK yang satu menyebut nama-nama anggota DPRyangdidugaterlibatkorupsi dan versi
lain tidak menyebut nama.
Tantangan Audit di Pemerintahan
Auditor di sektor publik atau pemerintahan memiliki tantangan yang berbeda dengan auditor di sektor bisnis. Auditor di pemerintahan selain dituntut untuk kritis dalam menjaga uang rakyat juga dituntut untuk menghasilkan laporan yang “nyaman” bagi semua pihak, baik pemerintah sebagai pihak yang diaudit maupun masyarakat sebagai stakeholder utama. Kritis dalam artian, auditor tetap harus mengedepankan independensi dalam proses audit, memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa uang negara telah dibelanjakan dengan baik dan apabila memungkinkan ikut menilai kinerja pemerintah.
Tetapi, di sisi lain, auditor di pemerintahan juga memiliki pertimbangan untuk tidak mengganggu kestabilan politik dan sosial suatu negara dari laporan yang dihasilkan. Dalam sebuah artikel yang mengupas audit sektor publik yang ditulis oleh Torbjorn dan Eriksson disebutkan bahwa “nyaman” tidak bisa dikuantitasi, bersifat abstrak, dan tidak ada standarnya. Karena itu, “nyaman” akan sangat bergantungpada masingmasing situasi dan kondisi.
Independensi Auditor
Pemberi mandat auditor yang berbeda memiliki implikasi yang berbeda pada masalah independensi auditor. Dalam sektor bisnis auditor eksternal ditunjuk oleh dewan komisaris yang merupakan kepanjangan tangan pemilik perusahaan. Di sini tercipta sebuah sekat yang jelas antara pemberi mandat yaitu pemilik perusahaan dan manajer yang menjalankan perusahaan.
Manajer wajib menghasilkan laporan keuangan yang auditable sehingga eksternal auditor yang ditunjuk dapat memosisikan diri sebagai benar-benar pemeriksa eksternal dengan level independensi yang tinggi. Di samping itu, mandat yang diberikan oleh pemilik mensyaratkan bahwa auditor berada di pihak pemilik untuk memastikan uang yang dikelola oleh manajer dilaporkan sebagaimana mestinya tanpa ada penyimpangan. Ini dipertegas lagi dalam ilmu akuntansi bahwa akuntansi digunakan sebagai “alat” untuk memproduksi laporan keuangan.
Disebutkan pula, pengguna laporan keuangan yang utama adalah pemilik perusahaan sehingga semakin jelaslah posisi auditor, manajer, dan pemilik perusahaan. Terkadang dalam pelaksanaannya terjadi benturan kepentingan antara pemilik dan manajer yang menjalankan uang, di sinilah peran dan posisi auditor di sektor bisnis menjadi sangat jelas. Bagaimana dengan sektor publik atau pemerintahan? Kondisi yang disebutkan di atas sangat berbeda dengan apa yang dialami auditor di pemerintahan.
Pakar akuntansi sektor publik asal University of Birmingham, Prof Rowan Jones, menyebut bahwa independensi menjadi masalah klasik di dalam audit di pemerintahan. Pertama, beliau menyebut bahwa secara natural, yang namanya audit itu proses kerja sama antara auditor dan yang diaudit sehingga level independensi 100% tidak mungkin tercapai. Kedua, yang menjadi tambah rumit adalah ketika auditor di sektor publik diberi mandat oleh DPR, sedangkan DPR bisa dikatakan sebagai lembaga politik dan oleh sebab itu DPR dikatakan tidak bisa 100% netral.
Ini masih ditambah lagi dengan yang diperiksa oleh auditor adalah pemerintah. Ambil contoh begini, apabila DPR didominasi oleh partai yang loyal kepada pemerintah, bisa jadi auditor menjadi “kurang” begitu independen terhadap pemerintah yang menjadi objek pemeriksaan. Sebaliknya, apabila DPR didominasi oleh partai oposisi pemerintah, bisa jadi auditor “kurang” begitu independen terhadap DPR, padahal DPR adalah lembaga politik yang tidak bisa 100% netral.
Inilah yang membedakan sektor publik dengan sektor bisnis. Berhubung DPR adalah pemberi mandat dan DPR merupakan lembaga politik, sekat yang jelas antara DPR, auditor, dan pemerintah menjadi agak kabur. Menurut pandangan penulis, publik sebagai stakeholder utama di pemerintah memiliki tingkatan respons yang berbeda dengan pemilik perusahaan.
Publik di samping memiliki pengetahuan yang beragam mengenai laporan auditor juga banyak yang cenderung tidak tertarik dengan hal itu. Memang idealnya anggota DPR harus memiliki level kompetensi yang tinggi terkait laporan audit BPK untuk meminimalisasi gap tersebut. Ini sangat berbeda dengan tuntutan investor pada hasil laporan auditor eksternal di sektor bisnis.
Beberapa kendala di atas bisa diatasi dengan apa yang disebut oleh Prof Rowan Jones sebagai “auditor attitude of mind” atau “jalan berpikir auditor”. Seandainya seorang auditor memang sejak awal merasa sebagai individu yang independen, tidak berpikir siapa yang memberi mandat, apakah loyalis atau oposisi pemerintahan, level independensi yang tinggi bisa dicapai. Tentunya dibutuhkan individu-individu yang berkualitas tinggi, jujur, dan berani.
Penggunaan auditor eksternal dari kantor akuntan publik (KAP) diharapkan juga bisa meningkatkan kualitas dan independensi audit di pemerintahan. Ini bisa dilakukan dengan berbagai macam opsi misalnya opsi pertama BPK bertindak sebagai auditor utama, sedangkan KAP sebagai staf pembantu. Opsi kedua, KAP sebagai auditor utama dan BPK sebagai pembantu atau bahkan auditor KAP yang melakukan audit laporan keuangan dan BPK cukup fokus melakukan audit kinerja pemerintahan saja.
Audit kinerja di pemerintahan tentu juga penting dilakukan untuk mengetahui apakah uang rakyat dibelanjakan sesuai anggaran dan mampu mencapai output dan outcome yang diharapkan. Artinya, kinerja pemerintah akan dinilai bukan hanya dari terserap dan tidak anggaran. Agar masyarakat bisa menilai independensi BPK dan ikut memonitor kinerja pemerintah, diharapkan ada indikator yang jelas dalam pengukuran kinerja pemerintahan. ●
Tantangan Audit di Pemerintahan
Auditor di sektor publik atau pemerintahan memiliki tantangan yang berbeda dengan auditor di sektor bisnis. Auditor di pemerintahan selain dituntut untuk kritis dalam menjaga uang rakyat juga dituntut untuk menghasilkan laporan yang “nyaman” bagi semua pihak, baik pemerintah sebagai pihak yang diaudit maupun masyarakat sebagai stakeholder utama. Kritis dalam artian, auditor tetap harus mengedepankan independensi dalam proses audit, memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa uang negara telah dibelanjakan dengan baik dan apabila memungkinkan ikut menilai kinerja pemerintah.
Tetapi, di sisi lain, auditor di pemerintahan juga memiliki pertimbangan untuk tidak mengganggu kestabilan politik dan sosial suatu negara dari laporan yang dihasilkan. Dalam sebuah artikel yang mengupas audit sektor publik yang ditulis oleh Torbjorn dan Eriksson disebutkan bahwa “nyaman” tidak bisa dikuantitasi, bersifat abstrak, dan tidak ada standarnya. Karena itu, “nyaman” akan sangat bergantungpada masingmasing situasi dan kondisi.
Independensi Auditor
Pemberi mandat auditor yang berbeda memiliki implikasi yang berbeda pada masalah independensi auditor. Dalam sektor bisnis auditor eksternal ditunjuk oleh dewan komisaris yang merupakan kepanjangan tangan pemilik perusahaan. Di sini tercipta sebuah sekat yang jelas antara pemberi mandat yaitu pemilik perusahaan dan manajer yang menjalankan perusahaan.
Manajer wajib menghasilkan laporan keuangan yang auditable sehingga eksternal auditor yang ditunjuk dapat memosisikan diri sebagai benar-benar pemeriksa eksternal dengan level independensi yang tinggi. Di samping itu, mandat yang diberikan oleh pemilik mensyaratkan bahwa auditor berada di pihak pemilik untuk memastikan uang yang dikelola oleh manajer dilaporkan sebagaimana mestinya tanpa ada penyimpangan. Ini dipertegas lagi dalam ilmu akuntansi bahwa akuntansi digunakan sebagai “alat” untuk memproduksi laporan keuangan.
Disebutkan pula, pengguna laporan keuangan yang utama adalah pemilik perusahaan sehingga semakin jelaslah posisi auditor, manajer, dan pemilik perusahaan. Terkadang dalam pelaksanaannya terjadi benturan kepentingan antara pemilik dan manajer yang menjalankan uang, di sinilah peran dan posisi auditor di sektor bisnis menjadi sangat jelas. Bagaimana dengan sektor publik atau pemerintahan? Kondisi yang disebutkan di atas sangat berbeda dengan apa yang dialami auditor di pemerintahan.
Pakar akuntansi sektor publik asal University of Birmingham, Prof Rowan Jones, menyebut bahwa independensi menjadi masalah klasik di dalam audit di pemerintahan. Pertama, beliau menyebut bahwa secara natural, yang namanya audit itu proses kerja sama antara auditor dan yang diaudit sehingga level independensi 100% tidak mungkin tercapai. Kedua, yang menjadi tambah rumit adalah ketika auditor di sektor publik diberi mandat oleh DPR, sedangkan DPR bisa dikatakan sebagai lembaga politik dan oleh sebab itu DPR dikatakan tidak bisa 100% netral.
Ini masih ditambah lagi dengan yang diperiksa oleh auditor adalah pemerintah. Ambil contoh begini, apabila DPR didominasi oleh partai yang loyal kepada pemerintah, bisa jadi auditor menjadi “kurang” begitu independen terhadap pemerintah yang menjadi objek pemeriksaan. Sebaliknya, apabila DPR didominasi oleh partai oposisi pemerintah, bisa jadi auditor “kurang” begitu independen terhadap DPR, padahal DPR adalah lembaga politik yang tidak bisa 100% netral.
Inilah yang membedakan sektor publik dengan sektor bisnis. Berhubung DPR adalah pemberi mandat dan DPR merupakan lembaga politik, sekat yang jelas antara DPR, auditor, dan pemerintah menjadi agak kabur. Menurut pandangan penulis, publik sebagai stakeholder utama di pemerintah memiliki tingkatan respons yang berbeda dengan pemilik perusahaan.
Publik di samping memiliki pengetahuan yang beragam mengenai laporan auditor juga banyak yang cenderung tidak tertarik dengan hal itu. Memang idealnya anggota DPR harus memiliki level kompetensi yang tinggi terkait laporan audit BPK untuk meminimalisasi gap tersebut. Ini sangat berbeda dengan tuntutan investor pada hasil laporan auditor eksternal di sektor bisnis.
Beberapa kendala di atas bisa diatasi dengan apa yang disebut oleh Prof Rowan Jones sebagai “auditor attitude of mind” atau “jalan berpikir auditor”. Seandainya seorang auditor memang sejak awal merasa sebagai individu yang independen, tidak berpikir siapa yang memberi mandat, apakah loyalis atau oposisi pemerintahan, level independensi yang tinggi bisa dicapai. Tentunya dibutuhkan individu-individu yang berkualitas tinggi, jujur, dan berani.
Penggunaan auditor eksternal dari kantor akuntan publik (KAP) diharapkan juga bisa meningkatkan kualitas dan independensi audit di pemerintahan. Ini bisa dilakukan dengan berbagai macam opsi misalnya opsi pertama BPK bertindak sebagai auditor utama, sedangkan KAP sebagai staf pembantu. Opsi kedua, KAP sebagai auditor utama dan BPK sebagai pembantu atau bahkan auditor KAP yang melakukan audit laporan keuangan dan BPK cukup fokus melakukan audit kinerja pemerintahan saja.
Audit kinerja di pemerintahan tentu juga penting dilakukan untuk mengetahui apakah uang rakyat dibelanjakan sesuai anggaran dan mampu mencapai output dan outcome yang diharapkan. Artinya, kinerja pemerintah akan dinilai bukan hanya dari terserap dan tidak anggaran. Agar masyarakat bisa menilai independensi BPK dan ikut memonitor kinerja pemerintah, diharapkan ada indikator yang jelas dalam pengukuran kinerja pemerintahan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar