|
Seperti apakah sosok dan paras
Indonesia 50 atau bahkan 100 tahun ke depan? Akankah Indonesia menjadi sebuah
negara yang lebih baik, lebih sehat, lebih cantik, lebih sejahtera dan membuat
bangga semua warganya? Ataukah, Indonesia justru menjadi lebih buruk, lebih
jelek, lebih miskin dan mewujud menjadi sebuah negara gagal, yang membuat
segenap warganya senantiasa dirundung stres, cemas, depresi dan bahkan
paranoid?
Fakta bahwa Indonesia masih
berdiri tegak hingga detik ini, tentu saja, patut kita syukuri. Meskipun
demikian, Indonesia hari ini masih jauh dari sebuah negara ideal yang kita
cita-citakan, sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi. Negara ideal yang
dimaksud adalah sebuah bentuk negara kesejahteraan (welfare state).
Sayang memang. Hingga Republik ini
telah genap berusia 68 tahun, alih-alih mewujud menjadi sebuah negara
kesejahteraan, Indonesia saat ini malah dibelit oleh sejumlah persoalan yang
sepertinya tidak berkesudahan yang membuat Republik ini terlihat kusam, muram
nan buram.
Mental korup yang masih melekat
kuat pada sebagian besar para penyelenggara negara menjadikan negeri kepulauan
terbesar di jagat ini makin carut-marut dan kian terpuruk serta berpotensi
menjadi sebuah negara gagal (failed state).
Seperti diketahui, dalam Indeks
Negara Gagal (Failed State Index),
yang disusun oleh lembaga riset nirlaba The Fund for Peace dan dipublikasikan
di Washington DC, Amerika Serikat (AS), Juni 2012 lalu, Indonesia ditempatkan
di peringkat ke-63 dari 178 negara. Dalam posisi tersebut, Indonesia dimasukkan
ke dalam kategori negara-negara yang dalam bahaya menuju negara gagal.
Dalam karyanya yang monumental
bertajuk Failed States, Collapsed States,
Weak States: Causes and Indicators, I Rotberg mengungkapkan bahwa negara
gagal memiliki sejumlah indikator, antara lain sebagai berikut: keamanan rakyat
tidak bisa dijaga, kerawanan terhadap tekanan luar negeri, ketidakberdayaan
pemerintah pusat dalam menghadapi masalah dalam negeri, konflik etnis dan
agama, merajalelanya praktik korupsi serta legitimasi negara terus melorot.
Perubahan Besar
Sudah barang tentu, kita tidak
ingin negeri ini akhirnya terjerumus menjadi sebuah negara yang benar-benar
gagal. Karenanya, kita menaruh asa agar suksesi kepemimpinan nasional tahun
depan mampu melahirkan sosok pemimpin solusional yang segera menciptakan
perubahan besar bagi negeri ini, sekaligus membawa perbaikan berarti menuju
tata kelola pemerintahan yang semakin baik yang dilandasi paling tidak oleh
prinsip-prinsip berikut ini.
Pertama, keberlanjutan.
Pembangunan negara harus bersandar pada aspek keberlanjutan demi terciptanya
keseimbangan ekonomi, sosial, politik, budaya maupun lingkungan bagi generasi
masa kini dan generasi masa datang.
Kedua, responsif. Setiap kebijakan
dan layanan publik haruslah responsif terhadap tuntutan dan kebutuhan warga
negara dan dilaksanakan dengan efisien serta efektif.
Ketiga, keadilan. Segenap warga
negara tanpa memandang jender, suku, warna kulit, tingkat pendidikan, status
sosial, afiliasi politik, keyakinan maupun agama harus memeroleh akses yang
sama bagi berbagai kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
air bersih, sanitasi dan layanan-layanan umum lainnya.
Keempat, transparansi. Pengelolaan
negara dibangun oleh transparansi dari semua pemangku kepentingan. Ini untuk menciptakan
iklim keterbukaan dan keterpercayaan sekaligus menegakkan profesionalitas,
integritas serta sebagai modal untuk membangun kolaborasi yang harmonis dari
semua pihak dalam menghadapi berbagai persoalan negara dan bangsa.
Kelima, partisipasi publik.
Partisipasi publik secara aktif - termasuk partisipasi dari kelompok-kelompok
yang termarjinalisasi - dalam proses pembuatan keputusan bakal berkontribusi
secara berarti bagi tercapainya kehidupan bernegara dan berbangsa yang lebih
baik.
Keenam, keamanan. Aspek keamanan,
baik lahir maupun batin, harus benar-benar dijamin oleh negara sehingga hak-hak
dasar seperti hak hidup, kepemilikan, dan kebebasan dapat dirasakan oleh semua
warga negara, tanpa kecuali. Untuk itu, para pengelola negara harus berusaha
keras menghindari dan mengatasi terjadinya aneka konflik maupun bencana,
sekecil apa pun, baik dalam level lokal maupun nasional.
Andai saja prinsip-prinsip di atas
dapat dijalankan sebaik-baiknya, tampaknya bukan sesuatu yang sulit dan memakan
waktu lama untuk menciptakan sebuah Indonesia yang benar-benar baru dan lebih
baik.
Namun, sebaliknya, jika
prinsip-prinsip tadi cenderung terus diabaikan, maka Republik ini bakal semakin
amburadul dan acak-acakan sementara ketidakadilan dan esklusifitas semakin
mencolok. Di sisi lain, kepentingan kelompok dan golongan menjadi lebih dominan
daripada kepentingan publik. Ujungnya, kepentingan publik terpinggirkan dan
publik merasa semakin tidak nyaman dan merasa tidak bangga lagi dengan negara yang
ditinggalinya.
Ah,
sungguh malang. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar