Senin, 02 September 2013

Audit II BPK Amunisi Baru KPK

Audit II BPK Amunisi Baru KPK
Jamal Wiwoho ;   Dosen Fakultas Hukum dan Pembantu Rektor II UNS Surakarta
MEDIA INDONESIA, 02 September 2013


PREDIKSI Editorial Media Indonesia (23/8) soal rencana penyampaian hasil audit Hambalang oleh BPK ternyata benar. Ketua BPK Hadi Poernomo disertai anggota BPK Ali Masykur Musa menyampaikan hasil audit kepada Ketua DPR Marzuki Alie yang didampingi Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso.

Ada beberapa hal menarik dari hasil audit tersebut, antara lain; pertama, soal penyimpangan pengurusan sertifikat sebagai bukti hak atas tanah di areal Hambalang tersebut; kedua, adanya penyimpangan soal program pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON); ketiga, adanya penyimpangan proses pengadaan barang atau penyelenggaraan proses lelang; keempat, penyimpangan dalam persetujuan rencana kegiatan dan anggaran kementerian/lembaga (RKAKL) serta kontrak tahun jamak; kelima, penyimpangan pelaksanaan proyek konstruksi yakni bangunan tidak bisa digunakan karena tidak layak, serta; keenam, adanya penyimpangan pada saat mekanisme pembayaran dan aliran dana yang diikuti akuntansi.

Selain enam penyimpangan tersebut, dugaan tersangkutnya 15 anggota Komisi X DPR dalam hasil audit BPK jilid II tersebut tentunya membuat publik tercengang. Hal itu melibatkan sebuah komisi yang membidangi pemuda dan olahraga yang disebut-sebut ikut mengetahui dan menyetujui perubahan bujet pembangunan megaproyek yang direncanakan menelan biaya Rp 2,5 triliun tersebut. Yang tidak kalah menantang ialah ditemukannya potensi kerugian negara sebesar Rp 463,66 miliar. Nilai itu dihitung dari selisih Rp 471,707 miliar setelah dikurangi dari anggaran yang tersisa di kerja sama operasional (KSO) Adhi Karya dan Wijaya Karya sebesar Rp 7 miliar. Hasil itu dapat dipakai sebagai pegangan ataupun rujukan bahwa benar telah terjadi kerugian negara secara sistematis dan masif, baik oleh para pelaku maupun sistem pembobolan uang negara tersebut.

Di samping itu, masih ada potensi penyimpangan, di antaranya indikasi penyimpangan perundang-undangan seperti UU Lingkungan Hidup, peraturan presiden (perpres) yang berkait dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah (yang sekarang diatur dalam Perpres 70 Tahun 2012), dan peraturan yang berkait dengan penataan tata ruang dan wilayah. Dalam laporan audit tahap I itu juga ditemukan adanya pe nyalahgunaan kewenangan yang dilakukan berbagai pihak secara masif dan terstruktur dari Kementerian Keuangan, d Kemenpora, panitia pengadaan K barang dan jasa pemerintah, pejabat pertanahan, serta anggota legislatif dan pihak swasta pelaku usaha yang secara bersama-sama atau sendiri-sendiri, dan secara legal tidaklah gampang ditelusuri.

Silang pendapat

Dalam menanggapi hasil audit tersebut, Komisi X memutuskan untuk mengirimkan surat agar pimpinan DPR mengadakan pertemuan konsultasi dengan BPK guna mengklarifikasi informasi penyebutan nama 15 anggota Komisi X dari laporan audit BPK. Anggota Komisi X I Wayan Koster menyatakan, dalam audit BPK yang diserahkan ke DPR, tidak ditemukan adanya dugaan keterlibatan 15 rekannya dalam memuluskan proyek Hambalang.

Ketua BPK, dalam rilisnya (30/8), menyatakan pada Laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK tidak disebutkan nama-nama oknum anggota DPR yang diduga terlibat kasus Hambalang. Namanama oknum wakil rakyat yang terlibat kasus tersebut tercantum di kertas kerja lapangan (KKL) yang bisa diminta aparat penegak hukum. Dalam KKL akan diketahui semuanya, siapa melakukan apa, dan KKL memang tidak diberikan kepada DPR.

Terdapat perbedaan pada pernyataan anggota Komisi X dan Ketua BPK tersebut jika dibandingkan dengan informasi hasil audit yang dikutip banyak media massa, saat Hadi Poernomo menyerahkan hasil audit II ke DPR. Terlebih bila mengutip apa yang disampaikan Muhammad Nazaruddin selepas diperiksa KPK (29/8), yang menyatakan dalam salinan audit Hambalang II disebutkan ada 15 anggota DPR yang terlibat proyek Hambalang. Keterlibatan mereka diduga dalam pengaturan dan pelaksanaan penganggaran untuk proyek pembangunan sarana dan prasarana P3SON. Pernyataan terpidana suap Wisma Atlet SEA Games tersebut juga menyebut nama-nama anggota Komisi X. Di samping itu, Nazaruddin menyatakan proses pengaturan terjadi pada proyek-proyek lainnya.

Pernyataan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut seolah mengingatkan kepada kita apa yang pernah ia sampaikan sete lah diperiksa KPK, Rabu (31/7), yang mengatakan setidaktidaknya ada 11 proyek yang menyeret anggota DPR.

Sejumlah proyek yang disebutkan Nazaruddin antara lain proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), pesawat Merpati MA-60, dan proyek-proyek pembangunan gedung-gedung institusi pemerintah. Pada bagian lain, Nazaruddin juga mengungkapkan akan membuka kasus penunjukan langsung proyek gedung MK (Mahkamah Konstitusi), gedung diklat (pendidikan dan pelatihan) MK, juga proyek pembangunan gedung pajak yang juga dibagi-bagi fee-nya. Walaupun cukup banyak apa yang disampaikan mantan orang dekat Anas Urbaningrum itu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menganggap dokumen Nazaruddin soal 11 proyek yang melibatkan anggota DPR tersebut tidak lengkap dan tidak rinci.

Memang harus diakui, cukup banyak ragam penilaian publik atas pernyataan Nazaruddin tersebut. Publik masih belum lupa bagaimana sejak awal dengan begitu yakinnya Nazaruddin bahwa Anas Urbaningrum mantan Ketua Umum Partai Demokrat--juga terlibat dalam kasus Hambalang. Pada waktu itu, publik kurang percaya atas pernyataan tersebut. Seakan mengulangi kebingungan kala itu, kini penilaian pub lik atas beberapa pernyataan Nazarruddin pun beragam.
Ada yang meyakini kata-kata itu benar, setengah yakin, setengah tidak yakin, serta sama sekali tidak yakin. Namun, harus diingat bahwa sebagai mantan orang yang dipercaya dan kuat di Partai Demokrat, serta sebagai mantan anggota DPR, dia tahu benar hitam putihnya politik dan perilaku politisi Senayan. Amat naif bila KPK sebagai aparat penegak hukum yang dianggap sangat kredibel selalu bertumpu pada alasan kurang lengkap dan tidak rinci datanya. Sudah saatnya KPK melakukan terobosan-terobosan dengan mempertimbangkan suatu ungkapan walau sapu itu kotor, dapat digunakan untuk mem bersihkan rumah agar bersih. Penulis berpendapat untuk menentukan benar-tidaknya atau terkait-tidaknya pihak yang disebut-sebut dalam hasil audit Hambalang II tersebut, nantinya akan tunggu episode berikutnya dalam sebuah panggung pertunjukan pengadilan yang transparan dan akuntabel.

Menunggu apa lagi?

Setelah selesai menyampaikan hasil audit kepada DPR, BPK menyerahkan hasil audit tersebut kepada Ketua KPK Abraham M Samad. Dalam pemahaman penulis, apa yang dilakukan Ketua BPK seolah-olah ingin menjelaskan bahwa BPK mewakili dan menyuarakan keinginan rakyat Indonesia mendorong KPK segera menuntaskan skandal Hambalang. Dalam menangani kasus Hambalang, KPK seolah-olah jalan di tempat jika dibandingkan dengan kasus-kasus besar yang menyeruak secara nasional periode 2011-2013. Sebut saja kasus impor daging sapi yang melibatkan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq atau kasus proyek pembangunan gedung PON di Riau yang melibatkan Gubernur Riau Rusli Zainal dari Partai Golongan Karya.

Dalam dua kasus tersebut, KPK melakukan langkah sangat cepat dan segera bergegas seolah-olah ingin mewujudkan suatu tujuan kekuasaan kehakiman di Indonesia, yakni peradilan yang cepat, sederhana, dan berbiaya murah.

Dengan kondisi demikian, seolah ada pembenaran atas kinerja KPK yang baru melakukan `tindakan represif' dengan menahan Deddy Kusdinar dan Wafid Muharam. KPK melakukan soft law diplomation terhadap keduanya yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Barulah kemudian mantan Menpora Andi Alifian Mallarangeng yang juga mantan Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat ditetapkan sebagai tersangka (6 Desember 2012) dan Anas pada 22 Februari 2013.

Seolah KPK lamban serta enggan menindaklanjuti dengan due process of law Andi dan Anas dengan berbagai dalih, antara lain, belum dapat menentukan berapa besar kerugian negara yang riil. Kini, Ketua BPK sudah menyodorkan amunisi dan peluru baru kepada KPK bahwa sebenarnya telah terjadi potensi kerugian negara secara nyata. Publik kini menunggu realisasi ucapan Abraham M Samad setelah menerima hasil audit Hambalang jilid II untuk segera menindaklanjuti kasus tersebut. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar