SUARA MERDEKA,
01 Agustus 2013
|
MENJELANG Lebaran tahun ini, melalui berbagai media, banyak
perusahaan mengumumkan penerapan aturan internal yang berisi larangan memberi
atau menerima parsel di perusahaannya.
Di lingkungan kantor pun ada pengumuman bernada sama.
Pengumuman itu bukanlah tanpa makna, minimal demi keterwujudan profesionalisme
sekaligus mengeliminasi penyimpangan dan keterjebakan si penerima dalam tindak
pidana gratifikasi. Pengumuman itu bahkan sangat positif, bahkan sebaiknya
dipertegas di lingkungan lembaga negara, sekalipun Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) telah mengimbau pada 26 Juli melalui surat Nomor B.1827/01-13/07/ 2012.
Namun banyak pihak mempertanyakan efektivitas surat dari
KPK tersebut karena hanya bersifat imbauan kendati pada sisi lain ada substansi
yang menegaskan aspek hukumnya. Alih-alih surat bernada imbauan itu menjadi
bahan tertawaan. Pemberian dan penerimaan parsel saat Lebaran sejatinya tidak
berbeda dari pemberian dan penerimaan hadiah berbalut silaturahmi pada
hari-hari lain.
Balutan makna itu tidak menjadi masalah pada saat semua
dilakukan dengan penuh keikhlasan, tanpa berlandaskan pamrih, dan tak
mengandung unsur gratifikasi. Persoalan yang mendasar adalah tak mudah
membedakan antara pemberian itu benar-benar ikhlas demi menjaga atau menyertai
silaturahami, dan sebaliknya yaitu berunsur gratifikasi alias ada pamrih di
baliknya.
Selama ini memang ada dugaan pemberian parsel cenderung
berunsur gratifikasi. Banyak pemberi parsel menyalahartikan silaturahmi dengan
muatan kepentingan terkait dengan pekerjaan atau jabatan pihak penerima. Banyak
pula pemberi parsel yang terang-terangan mengatakan bahkan pemberian itu ada
kepentingan berunsur gratifikasi. Sayang bila penerima parsel sampai terjerat
dan ikut larut dalam keinginan sesat pemberi parsel.
Hal itu sama halnya bila ada aparatur atau penyelenggara
negara yang menanyakan parsel. Di sisi lain, ada juga aparatur atau
penyelenggara negara yang memberi parsel kepada pimpinan dan sesama aparatur
atau penyelenggara negara. Kita hanya berharap uang untuk membeli parsel itu
tidak mengambil uang negara dengan unsur korupsinya mengingat tidak ada pos
resmi untuk pembelian parsel.
Tentu tidak etis bila bertujuan murni untuk silaturahmi,
namun uang untuk membeli parsel mengandung unsur korupsi. Lebih tidak etis bila
pemberian itu dimuati kepentingan sesat atau mengandung unsur suap. Terkait
parsel, publik pun tak memungkiri bahwa tak mudah membedakan antara silaturahmi
dan gratifikasi, atau melepaskan silaturahmi dari gratifikasi. Untuk itu, bila
terkait dengan parsel, ada baiknya kaitan hukumnya dipatuhi sekalipun itu hanya
imbauan.
Terlebih acuan imbauan tersebut jelas, yakni Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Emoh Ribet
Undang-undang itu antara lain menyebutkan aparatur atau penyelenggara negara
yang menerima sesuatu, termasuk parsel, dan itu berhubungan dengan tugas atau
jabatan si penerima, harus melaporkan ke KPK atas pemberian yang diterimanya
dalam waktu tertentu. Bila tidak, si penerima bisa diancam pidana karena
korupsi.
Adakah penerima parsel melaporkan pemberian yang diterima
pada waktu tertentu? Dalam praktik, dan berdasarkan ’’pengalaman empiris’’,
kecil kemungkinan penerima bersedia melapor meski ada ancaman pidana bila tak
melapor. Alasannya beragam, dari tidak mau ribet hingga benar-benar meyakini
pemberian itu tidak punya pamrih dan tak mengandung unsur gratifikasi.
Pengumuman atau imbauan terkait parsel yang berhubungan dengan jabatan, sudah
jelas maksud baiknya.
Kini saatnya dua hal tersebut dimaknai secara cerdas sebagai
upaya mewujudkan dan menjaga silaturahmi yang sebenar-benarnya, tanpa memberi
peluang bagi kemunculan petaka diri, serta kelangsungan hidup bangsa. Bila
dalam Lebaran kali ini ada pejabat terbukti menerima dan memberi parsel terkait
jabatan atau pekerjaan, yang bersangkutan sebaiknya melapor sesuai ketentuan
hukum yang berlaku. Bukan malah tidak melapor atau tidak berusaha menolak
parsel. Juga bukan berusaha mengelabui dengan meminta parsel itu
’’dikonversi’’dalam bentuk uang dan diberikan lewat transfer.
Atau meminta dua-duanya dengan modal kerakusannya. Bila
pengumuman dan imbauan yang ada dirasa masih belum efektif menekan praktik
terselubung pemberian parsel, semoga hal itu tidak membuat pemberian parsel
menyuburkan praktik tumbuhnya korupsi, konspirasi, dan pembusukan di kalangan
pejabat dan penyelenggara negara. Supaya larangan dan seruan KPK terkait parsel
bisa lebih berdaya dan berhasil guna, ada baiknya KPK bersama pihak-pihak
terkait memantau pejabat-pejabat tertentu: di kantor, di rumah dinas, ataupun
rumah pribadi mereka. Hal demikian tidaklah mengada-ada tapi itu juga bukan
pekerjaan mudah. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar