Minggu, 21 Juli 2013

Tanpa Pamrih

Tanpa Pamrih
Sukardi Rinakit  ;   Peneliti Senior Soegeng Sarjadi Syndicate
KOMPAS, 16 Juli 2013


Saya sedang sakit. Setiap kali seorang suster memeriksa kondisi saya, penulis tersenyum. Teringat syair lagu ”Cotton Fields”: When I was a little bitty baby my Mama would rock me in the cradle. Suster itu bernama Bitty. Ia sepenuh hati merawat pasien.
Seandainya para pemimpin di negeri ini melayani dan merawat rakyatnya dengan ketulusan seperti para suster, kita boleh berharap mengecap harumnya kembang Republik. Rakyat akan tersenyum karena politik dijalankan tanpa pamrih. Berpolitik tanpa pamrih berarti tidak berpolitik di kebun mawar kekuasaan, tetapi menjalankan darma berpolitik di ladang anggur rakyat untuk tulus melayani.
Partai politik seharusnya terdepan mengawal keutamaan berpolitik seperti itu. Dengan mengabdi kepada rakyat tanpa pamrih, bangunan politik yang disiapkan partai niscaya akan menjadi rumah politik yang selalu ramai dikerubungi rakyat. Cita-cita dan gagasan partai akan selalu disambut gembira oleh publik karena tidak berjarak dengan kepentingan mereka.
Konvensi
Gagasan Partai Demokrat (PD) untuk menyelenggarakan konvensi guna menjaring calon presiden harus menghadapi ujian untuk membuktikan ketulusan berpolitik dan kesungguhan berdemokrasi. Apabila ingin selamat di 2014, PD harus membalik tudingan awal bahwa konvensi itu hanya upaya akal-akalan karena sejatinya calon presiden dan wakil presiden yang dikehendaki sudah ditentukan di depan.
Artinya, PD harus menggaransi bahwa konvensi itu bakal menghasilkan calon presiden yang betul-betul dikehendaki rakyat. Jika itu bisa dibuktikan, PD teruji di depan publik telah menjalankan darma berpolitik.
Sejauh ini munculnya sederet nama politisi yang berkeinginan mengikuti konvensi dengan klaim dukungan masing-masing memberi pesan awal bahwa gelaran konvensi PD akan ramai. Semoga keramaian itu merefleksikan juga keramaian suara hati rakyat, yang melalui survei, rakyat sungguh dilibatkan dalam pemilihan dan penetapan pemenang. Dan pilihan anggota komite konvensi dari luar partai diisi tokoh bangsa yang mumpuni, independen, dan berintegritas sebagai simbol kehendak rakyat.
Dari nama yang sering disebut-sebut, lima nama sementara ini difavoritkan, yaitu Gita Wirjawan (Menteri Perdagangan), Marzuki Alie (Ketua DPR dan Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat), Irman Gusman (Ketua Dewan Perwakilan Daerah), Mahfud MD (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi), dan Dahlan Iskan (Menteri BUMN). Marzuki dan Irman mengaku telah mengantongi undangan dari Ketua Umum PD Susilo Bambang Yudhoyono.
Ada sisi menarik dari balik dinamika konvensi. Muncul nama Isran Noor (Bupati Kutai Timur) yang diusung organisasi sayap partai Ikatan Demokrat Bersatu (Idemtu). Ada Jumhur Hidayat (Kepala BNP2TKI) yang mengaku mendapat dukungan dari kelompok buruh. Nama lainnya muncul Hayono Isman, politisi PD, yang mengaku mendapat rekomendasi dari Kosgoro.
Fenomena tersebut menarik karena bisa menjadi sandaran harapan publik terutama lapisan akar rumput. Ini artinya kelompok akar rumput punya peluang untuk bisa mengajukan jagonya mengikuti konvensi di PD. Kalau tulus dijalankan, hormat kita kepada Partai Demokrat karena mau membuka pintunya lebar-lebar bagi putra-putri Republik terbaik sebagai calon presiden dari PD, meskipun mereka adalah tokoh-tokoh dari luar partai. Dengan demikian, lewat konvensi, sejatinya PD benar-benar sedang mendengarkan suara rakyat.
Kehendak baik ini mesti mendapat sambutan positif dari publik. Karena itu, simpul-simpul gerakan akar rumput perlu merapatkan barisan untuk mendorong tokoh-tokoh mereka agar bisa ikut meramaikan konvensi. Dengan meramaikan konvensi akan menjauhkan PD dari kepentingan-kepentingan elite yang sempit dan sesaat, melainkan mendekatkan PD di hati rakyat.
Karena itu, sudah sepatutnya tokoh-tokoh seperti Rustriningsih, Sri Mulyani Indrawati, Agus Martowardojo, serta Joko Widodo mendapat perhatian publik yang serius. Sri Mulyani dan Rustriningsih adalah dua srikandi Republik yang mumpuni dan diterima luas oleh publik. Agus Martowardojo dicatat publik sebagai seorang profesional yang terbukti bisa menjadi pembantu andal presiden. Sedangkan Joko Widodo telah menyita relung bawah sadar publik sebagai tokoh yang membawa harapan besar.
Fenomena ketokohan memang lekat dengan sejarah politik Republik. Boleh dibilang sejarah politik negeri ini adalah sejarah tokoh. Kita paham Soekarno, Abdurrahman Wahid, Megawati, dan Susilo Bambang Yudhoyono adalah tokoh sentral di balik kepopuleran partai mereka masing-masing.
Sangat beralasan jika konvensi ini menjadi pertaruhan politik bagi PD untuk mengidentifikasi calon presiden pasca-SBY yang diharapkan akan menjadi lokomotif kemenangan pada Pemilu 2014, dan bukan berakhirnya PD. Publik sejatinya sedang menunggu ketulusan PD menggelar konvensi yang tanpa pamrih. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar