|
SUARA
KARYA, 22 Juli 2013
Selasa (23/7) besok, kita
memperingati Hari Anak Nasional 2013. Dalam suasana seperti itu, kita patut
berbangga bahwa di beberapa kabupaten/kota mulai dicanangkan program Wajib
Belajar sampai 12 Tahun. Artinya, pemerintah daerah memberikan dukungan yang
penuh kepada semua anak usia SD, SMP sampai SMA untuk bersekolah. Pemerintah
daerah menjamin bahwa setiap anak usia sekolah akan memperoleh kesempatan untuk
bersekolah.
Namun, justru pada kesempatan Hari
Anak Nasional ini, kita patut merenung apakah semua anak usia sekolah sudah
bersekolah. Tidak mustahil bupati atau walikota yang mencanangkan program Wajib
Belajar 12 Tahun itu terkecoh oleh membeludaknya sekolah-sekolah yang ada di
daerahnya. Tetapi, di pedesaan atau perkampungan bisa saja masih ada anak usia
sekolah SD dan SMP yang tidak atau belum bersekolah karena miskin atau alasan
lainnya.
Ada banyak alasan untuk waspada.
Menurut laporan PBB, indeks sekolah di Indonesia belum mencapai standar yang
menggembirakan. Bisa saja kita berdalih bahwa angka statistik di Tanah Air
belum sempurna sehingga pengukuran yang dilakukan kantor BPS milik pemerintah
belum mencerminkan keadaan sesungguhnya. Tetapi, ada juga kemungkinan bahwa di
beberapa kota atau kabupaten, keadaan pendidikan belum merata, ada daerah yang
masih memerlukan dorongan dan dukungan untuk menolong anak-anak usia sekolah
agar bisa bersekolah.
Ada juga kasus-kasus tertentu di
kota atau di ibu kota kabupaten, kondisi sekolah begitu bagusnya dibanding
sekolah yang ada di desa-desa lainnya. Karena itu, banyak keluarga mampu
mengirim anaknya ke sekolah yang baik itu, sehingga anak-anak yang nilainya
pas-pasan, tidak memenuhi syarat masuk ke sekolah tersebut, tidak bisa sekolah
di sekolah yang ada di kotanya. Orangtua yang kaya bisa memilih sekolah lain
karena mampu membayar biaya transportasi ke sekolah pilihannya. Tetapi, bagi
orangtua keluarga miskin terpaksa tidak dapat mengirim anaknya untuk
melanjutkan pendidikan karena tidak mampu membayar ongkos transportasi ke
sekolah yang letaknya jauh. Anak-anak yang berasal dari keluarga miskin
terpaksa tidak sekolah biarpun orangtuanya mengetahui bahwa sekolah bisa
menjadi cara ampuh untuk memotong rantai kemiskinan.
Pada kesempatan Hari Anak
Nasional, kiranya perhatian kita tidak saja pada acara menghibur anak-anak di
bawah usia lima tahun atau anak usia sekolah lainnya. Secara serius perlu
diberi perhatian kepada anak-anak keluarga miskin agar semua anak usia sekolah
diusahakan untuk bisa sekolah di sekolah yang dekat dengan rumah masing-masing.
Ada dua pendekatan yang perlu dikerjakan. Pertama, perlu dilakukan pendataan anak-anak
keluarga miskin yang usia sekolah dan ditanyakan apakah sudah sekolah atau
belum. Kedua, perlu dilakukan inventarisasi dan motivasi kepada semua sekolah
untuk menyediakan bangku bagi anak usia sekolah yang berasal dari keluarga
miskin dan bertempat tinggal di sekitar sekolah.
Pertama-tama, anak-anak keluarga
miskin harus didorong oleh orangtua dan masyarakat sekitarnya, kalau perlu
dibantu dan diberikan fasilitasi agar bisa dan mau sekolah. Anak-anak tersebut,
kalau terpaksa membantu orangtuanya mencari nafkah, orangtuanya perlu dibantu
oleh tetangganya agar bisa membebaskan anaknya untuk bisa sekolah. Kalau perlu,
dalam suasana gotong-royong dalam forum pos pemberdayaan keluarga (posdaya),
perlu dicarikan solusinya agar tenaga bantuan dari anak-anak bisa diganti
dengan tenaga sukarela di antara tetangganya agar kehidupan keluarga miskin
dapat lebih baik lagi.
Yang kedua, setiap sekolah yang
ada di sekitar tempat kediaman keluarga miskin perlu didatangi oleh penduduk
kampung, khususnya pengurus posdaya di kampung, untuk diminta kesediaannya agar
hasil pendataan yang dilakukan, apabila diketemukan anak usia sekolah yang
belum sekolah dapat ditampung dengan baik. Kalau anak itu tertinggal karena
dasar pendidikan yang kurang baik, perlu diberikan pelajaran ekstra agar segera
dapat seimbang dengan anak didik lainnya.
Apabila syarat masuk kurang cocok
agar diberikan dispensasi dan kepada anak yang bersangkutan dapat diberikan
pelajaran ekstra untuk mengejar kekurangan dan bisa segera merasa nyaman
bergaul dengan teman lainnya. Apabila kondisinya kurang layak, kiranya dapat
diberikan fasilitasi secara gotong-royong, sehingga tidak merasa kecil hati dan
dapat menempuh pelajaran dengan kepercayaan diri yang besar.
Melalui hiruk-pikuk Hari Anak
Nasional 2013, ada baiknya perlu dipikirkan upaya memberikan pelajaran
ketrampilan di luar sekolah kepada anak-anak muda yang berasal dari keluarga
miskin. Kursus-kursus ketrampilan dapat diberikan dengan membentuk kelompok
belajar ketrampilan di luar sekolah, atau membentuk Pramuka berbasis masyarakat
yang mengajarkan kepada anak didik ketrampilan atau soft skill yang berguna
untuk hidup mandiri. Anak-anak keluarga miskin harus bekerja ekstra keras untuk
makin sejahtera melalui upaya pembekalan diri lebih awal.
Keluarga yang
bergabung dalam posdaya atau perkumpulan lain di tingkat desa dan kecamatan
tidak perlu risau, peringatan Hari Anak Nasional tidak dirayakan dengan pesta
pora. Moment tersebut justru dapat memberikan motivasi untuk bekerja keras
melakukan pendataan untuk menyongsong 'Wajib Belajar 12 Tahun ' yang makin
menarik di berbagai daerah dengan kewaspadaan penuh.
Mari kita ukur hasil pendidikan
bukan hanya melalui jumlah dan mutu sekolah, atau kursus-kursus. Juga, bukan
dengan melimpahnya murid di setiap sekolah. Tetapi, dengan jaminan bahwa setiap
anak usia sekolah, utamanya anak keluarga miskin, bisa sekolah atau kalau belum
sekolah, harus segera kita tolong agar mereka bisa sekolah. Selamat Hari Anak
Nasional 2013. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar