|
SUARA
KARYA, 15 Juli 2013
Di banyak kota besar di Indonesia,
misalnya di Jakarta, Surabaya dan lainnya, sering terjadi bahwa jalan-jalan
protokol dibebaskan sama sekali dari lalu lintas mobil atau motor dengan alasan
memberikan kesempatan beristirahat dari polusi kendaraan bermotor. Jalan yang
dibebaskan dari lalu lintas mobil itu hanya boleh dilewati oleh sepeda atau
pejalan kaki. Dengan demikian jalan yang menjadi lenggang biasanya langsung
dimanfaatkan untuk olah raga jalan kaki bagi keluarga atau ramai-ramai
melakukan kegiatan naik sepeda sehat.
Di beberapa tempat upaya
membebaskan jalan dari lalu lintas kendaraan bermotor itu mulai masuk ke
kampung atau ke desa-desa. Di tempat-tempat tertentu, misalnya di dekat
Kompleks Perumahan DPR di dekat Universitas Trilogi di Kali Bata, Jakarta,
sudah ramai jalan yang memisahkan kedua kompleks itu setiap hari Minggu tanpa
ada pengumuman terlebih dahulu.
Jalan itu pun sudah lama bebas
lalu lintas mobil, karena seluruh badan jalan otomatis ditempati oleh pedagang
kaki lima. Beratus pedagang kaki lima sejak pukul lima subuh memasang tenda dan
dengan segala gayanya menghias dan memajang dagangannya dengan rapi. Bahkan
banyak pedagang yang mempunyai selera yang sangat tinggi dalam menempatkan
barang dagangannya.
Kebiasaan yang seakan sudah membudaya
itu sejauh ini tidak menimbulkan protes masyarakat yang tinggal di sekitar
kompleks. Karena, selalu ada jalan aleternatif yang dengan mudah menghubungkan
antara jalan di depan Makam Pahlawan dengan kampung-kampung di Kompleks
Perumahan DPR atau antara jalan di depan makam dengan kampung di didalamnya.
Kegiatan di kampung ini sama sekali menjadi kegiatan yang sangat menguntungkan
keluarga dengan penghasilan pas-pasan yang setiap hari Minggu berdagang
barang-barang kelontong atau makanan yang dibuatnya sendiri sebagai pekerjaan
sambilan. Kegiatan ini juga menjadi ajang dari para ibu yang suaminya bekerja
tetapi penghasilannya tidak cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
dalam keadaan harga yang makin melangit.
Pengalaman yang menarik itu
nampaknya memberi ilham kampung di sebelahnya dan merangsang para penggawa yang
peduli terhadap rakyatnya. Minggu lalu di pojok-pojok jalan Perdatam, tidak
jauh dari jalan di dekat Kompleks DPR dan Universitas Trilogi, terpampang di
beberapa pojok jalan pengumuman yang menyatakan bahwa pada hari Minggu sebagian
jalan Perdatam akan bebas dari kendaraaan bermotor. Selama beberapa pengumuman
yang menyolok itu terpampang tidak ada protes karena memang tidak semua jalan
yang panjang itu akan ditutup. Tetapi, hanya sebagian saja dan penduduk
setempat mengetahui masih banyak jalan aleternatif yang dapat ditempuh untuk
sampai ke rumah masing-masing.
Berbeda dengan penetapan jalan
bebas mobil di jalan protokol, pembebasan mobil di jalan Perdatam itu mengambil
pengalaman penggunaan jalan di Kompleks DPR dan Universitas Trilogi. Yaitu,
bahwa di jalan-jalan itu akan digelar pertunjukan rakyat, kegiatan ekonomi
mikro dengan penjualan barang-barang keperluan sehari-hari serta makanan yang
dimasak oleh keluarga di sekitar jalan yang dibebaskan tersebut. Pada hari yang
ditentukan, sejak pagi jalan Perdatam Raya yang dibebaskan itu sudah penuh
dengan penduduk setempat yang sambil berolah raga jalan, diiringi oleh
meriahnya musik pagi yang melantunkan lagu-lagu meriah, memadati Jalan Perdatam
yang biasanya bising dengan kendaraan bermotor.
Karena banyaknya pendatang
dibandingkan pedagang makanan, maka dalam waktu singkat makanan rakyat seperti
gudeg, gado-gado dan lainnya untuk sarapan pagi dan lauk pauk hari Minggu ludes
tanpa sisa. Dagangan rakyat untuk anak-anak seperti balon dan sebagainya
mendapat perhatian orang tua yang datang dengan menggendong anaknya. Penutupan
jalan itu berubah menjadi "pekan raya" yang masuk kampung. Para
pedagang yang berjualan di pinggir jalan mendapat hiburan rakyat berupa
nyanyian dan sajian musik yang melibatkan rakyat kampung. Suasana menjadi
tambah meriah sehingga penjualan dagangan yang tersaji dengan harga ringan
mendatangkan keuntungan bagi usaha rakyat kecil dan menengah sebagai upaya
pengentasan kemiskinan. Di masa datang tidak mustahil panggung gembira yang
ikut memeriahkan acara pekan raya masuk kampung itu bisa menjadi wahana
pementasan bagi anak muda dengan kesenian dan sajian budaya bangsa lainnya.
Pak Camat dan kepala desa, RW dan
RT, seperti di kampung lainnya perlu segera menggerakkan pembangunan posdaya di
kampung itu agar menjadi penggerak pemberdayaan yang lebih luas untuk mengisi
kegiatan yang lebih rutin dari waktu ke waktu. Pak Camat bisa mempergunakan
pengalaman itu merangsang kampung untuk menghidupkan kegiatan gotong royong
yang sekaligus menjadi forum pengembangan budaya cinta sesama tetangga,
kepedulian terhadap keluarga miskin, serta pengembangan usaha mikro dan
koperasi yang dipasarkan di kampung sendiri untuk nanti, apabila bisa
berkembang dengan baik, bisa melebar ke kampung lainnya.
Perlu disyaratkan bahwa yang boleh
berdagang dalam kegiatan ini adalah pedagang atau usaha mikro dan kecil, dan
bukan menjadi ajang bagi pedagang besar untuk memanfaatkan fasilitas jalan umum
pada hari Minggu. Pekan raya masuk kampung yang berkembang menjadi pasar kaget
hanya untuk usaha mikro dan kecil dengan dukungan keluarga yang lebih mampu,
yang tidak harus berkorban, artinya tanpa kehilangan Karena, kebutuhannya
terpenuhi dengan baik melalui pasar kaget dengan aneka kebutuhan sehari-hari
dan makanan yang dikelola dengan tingkat higienis yang baik. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar