|
OKEZONENEWS, 29 April 2013
Kegaduhan dunia politik semakin menjadi-jadi. Semua politisi sedang
memoles dirinya tampak semenarik mungkin di mata rakyat. Bahkan kadang-kadang
saling hujat satu sama lain demi mempertahankan citranya. Sehingga hujatan yang
dilontarkan kadang-kadang seperti buah simalakama. Ia malah kenak batunya
sendiri. Karena sebenarnya rakyat tak butuh pencitraan. Rakyat butuh
kerja nyata dari para pemimpin kita. Sebanyak apapun mereka memoles diri dengan
pencitraan, rakyat tidak mudah dibodohi. Selama ini sudah terlalu lama rakyat
disuguhi dengan janji-janji palsu. Sementara para pemimpin kita hanya sibuk
dengan urusan diri dan partainya. Kepentingan rakyat yang menyangkut
kemaslahatan negara dan bangsa banyak diabaikan.
Di tengah kegaduhan dunia politik yang semakin memanas, serangkaian persoalan kebangsaan terus mencuat ke permukaan, salah satunya penyerangan kelompok bertopeng ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cebongan, Sleman, Yogyakarta, aksi anarkistis masyarakat di Palopo Sulawesi Selatan, perampokan di Kantor Pegadaian Syariah Jalan Suprapto, Ngampilan, Yogyakarta, serta penembakan salah seorang polisi kepada Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Makassar. Peristiwa kekerasan yang beruntun tersebut semakin menambah penat negara dalam mengurusi beragam persoalan yang menderanya. Bukan hanya kekerasan, namun problem korupsi, diskriminasi, ketidakadilan, kemiskinan, dan pengangguran masih menjadi daftar panjang problem kebangsaan yang belum bisa ditangani secara maksimal.
Ketika negara dalam kondisi demikian, para politisi malah sibuk memoles dirinya dengan pencitraan. Beragam pernyataan yang bernada membela kesejahteraan rakyat terus bermunculan. Mereka seperti pejantan tangguh yang siap berperang demi kesejahteraan rakyat. Bahkan manuver saling tuding kesalahan antara politisi yang satu kepada yang lainnya, sebagai bentuk lain dari kesetiannya dalam membela kesejahteraan rakyat sering dilakukan. Sedangkan di bawah rakyat hanya menonton semua permainan politik tersebut. Kadang-kadang meraka hanya bisa tertawa melihat politisi demikian. Tidak sedikit pula yang sinis. Karena politisi hanya pintar memoles pencitraan melalui statemen dan tingkahnya yang sok “pahlawan”. Kenyataannya, sampai sekarang politis hanya banyak “bicara” namun realisasi dari setiap pernyataannya sangat sulit sekali kita temukan.
Wajar bila banyak rakyat muak dengan para politisi. Karena selama ini mereka hanya pintar merangkai kata-kata dan tingkah pencitraan. Mengobral janji, sok pahlawan saat diliput wartawan, sok prihatin ketika ada persoalan kebangsaan, sedangkan realisasi konkret dari semua itu sangat minim, bahkan mungkin ada yang tidak merealisasikannya sama sekali. Sehingga muka-muka politisi hanya bagus di luar, di dalamnya sangat busuk sekali. Manuver politik yang mereka mainkan malah semakin memperkeruh persoalan. Karena yang diinginkan politisi sebenarnya hanya pencitraan agar dirinya banyak mendapat simpati rakyat. Mujur saja rakyat tidak sebodoh dahulu, kecerdasan rakyat dalam menangkap setiap pernyataan politisi semakin baik. Sehingga apapun pencitraan politisi rakyat tak mudah dipermainkan.
Sepertinya pencitaan politisi akan semamin memanas, mengingat Pilpres 2014 semakin mendekat. Mereka pasti akan mengumpulkan berbagai permainan pencitraan dalam mengelabuhi rakyat. Saya hanya berharap, semoga kita semua bisa menangkap dengan baik setiap pernyataan dan tingkah politisi, agar mereka tidak mudah mengelabuhi kita. Sudah terlalu lama politisi mempermainkan rakyat, hingga triliunan kekayaan negara dihabiskan oleh politisi korup. Mereka hidup mewah di tengah beragam persoalan yang mendera bangsa ini. Kepekaan sosial mereka benar-benar tumpul. Sederet persoalan kebangsaan yang tak kunjung selesai itu merupakan bukti konkret jika selama ini politisi kita hanya sibuk memoles pencitraan ketimbang melakukan kerja nyata dalam upaya menciptakan kesejahteraan rakyat. Politisi juga hanya sibuk mengumpulkan kekayaan pribadi dan kelompok partainya. Rakyat terus saja menjadi korban permainan politisi.
Menjelang Pilpres 2014 para politisi mestinya tidak hanya sibuk memoles pencitraan, tetapi yang sangat penting adalah kerja nyata penyejahteraan rakyat. Selama ini rakyat sudah bosan dengan permainan penciptraan politisi, sehingga politisi yang hanya banyak melakukan pencitraan biasanya akan mendapat kecaman dari rakyat. Sekarang rakyat kita butuh kerja nyata bukan pencitraan. Semakin tinggi prestasi kerja nyata seorang politisi maka semakin baik pula dirinya di mata rakyat. Politisi yang selalu melakukan kerja nyata dalam penyejahteraan rakyat tidak butuh polesan pencitraan agar dirinya mendapat simpati rakyat. Dengan kerja nyata rakyat sudah pasti akan memberikan perhatian dan simpatinya kepada politisi tersebut.
Jika politisi tetap memakai cara lama—polesan pencitraan—dalam meraup simpati rakyat maka bersiap-siaplah menuju kehancuran. Sekarang rakyat butuh kerja nyata penyejahteraan. Serangkaian persoalan kebangsaan yang terus datang bertubi-tubi merupakan tugas politisi, baik yang duduk dikursi pemerintahanan atau tidak, mereka harus berperan aktif dalam penyelesaian kasus tersebut. Bila politisi melakukan tindakan nyata, rakyat dengan mudah akan menaruh simpati kepada dirinya.
Tetapi yang sangat penting, jangan sampai tindakan nyata yang mereka lakukan dijadikan sebagai modal meraih kekuasaan yang tidak bertanggung jawab. Ketika nanti benar-benar terpilih sebagai pemimpin, baik legislatif ataupun eksekutif, mereka tetap harus bertanggung jawab atas amanah yang diembannya. Jangan sampai tindakan nyata penyejahteraan rakyat yang dulu mereka lakukan hanya kepanjangan dari pencitraan diri yang kemudian hilang setelah dirinya terpilih sebagai pemimpin. Karena sejatinya, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mengayomi rakyatnya demi kesejahteraan bersama. Pemimpin harus selalu terdepan dalam penyelesaian persoalan kebangsaan. Berdiri tegak membela rakyat dan tanah air demi cita luhur kemerdekaan menuju Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur. ●
Di tengah kegaduhan dunia politik yang semakin memanas, serangkaian persoalan kebangsaan terus mencuat ke permukaan, salah satunya penyerangan kelompok bertopeng ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cebongan, Sleman, Yogyakarta, aksi anarkistis masyarakat di Palopo Sulawesi Selatan, perampokan di Kantor Pegadaian Syariah Jalan Suprapto, Ngampilan, Yogyakarta, serta penembakan salah seorang polisi kepada Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Makassar. Peristiwa kekerasan yang beruntun tersebut semakin menambah penat negara dalam mengurusi beragam persoalan yang menderanya. Bukan hanya kekerasan, namun problem korupsi, diskriminasi, ketidakadilan, kemiskinan, dan pengangguran masih menjadi daftar panjang problem kebangsaan yang belum bisa ditangani secara maksimal.
Ketika negara dalam kondisi demikian, para politisi malah sibuk memoles dirinya dengan pencitraan. Beragam pernyataan yang bernada membela kesejahteraan rakyat terus bermunculan. Mereka seperti pejantan tangguh yang siap berperang demi kesejahteraan rakyat. Bahkan manuver saling tuding kesalahan antara politisi yang satu kepada yang lainnya, sebagai bentuk lain dari kesetiannya dalam membela kesejahteraan rakyat sering dilakukan. Sedangkan di bawah rakyat hanya menonton semua permainan politik tersebut. Kadang-kadang meraka hanya bisa tertawa melihat politisi demikian. Tidak sedikit pula yang sinis. Karena politisi hanya pintar memoles pencitraan melalui statemen dan tingkahnya yang sok “pahlawan”. Kenyataannya, sampai sekarang politis hanya banyak “bicara” namun realisasi dari setiap pernyataannya sangat sulit sekali kita temukan.
Wajar bila banyak rakyat muak dengan para politisi. Karena selama ini mereka hanya pintar merangkai kata-kata dan tingkah pencitraan. Mengobral janji, sok pahlawan saat diliput wartawan, sok prihatin ketika ada persoalan kebangsaan, sedangkan realisasi konkret dari semua itu sangat minim, bahkan mungkin ada yang tidak merealisasikannya sama sekali. Sehingga muka-muka politisi hanya bagus di luar, di dalamnya sangat busuk sekali. Manuver politik yang mereka mainkan malah semakin memperkeruh persoalan. Karena yang diinginkan politisi sebenarnya hanya pencitraan agar dirinya banyak mendapat simpati rakyat. Mujur saja rakyat tidak sebodoh dahulu, kecerdasan rakyat dalam menangkap setiap pernyataan politisi semakin baik. Sehingga apapun pencitraan politisi rakyat tak mudah dipermainkan.
Sepertinya pencitaan politisi akan semamin memanas, mengingat Pilpres 2014 semakin mendekat. Mereka pasti akan mengumpulkan berbagai permainan pencitraan dalam mengelabuhi rakyat. Saya hanya berharap, semoga kita semua bisa menangkap dengan baik setiap pernyataan dan tingkah politisi, agar mereka tidak mudah mengelabuhi kita. Sudah terlalu lama politisi mempermainkan rakyat, hingga triliunan kekayaan negara dihabiskan oleh politisi korup. Mereka hidup mewah di tengah beragam persoalan yang mendera bangsa ini. Kepekaan sosial mereka benar-benar tumpul. Sederet persoalan kebangsaan yang tak kunjung selesai itu merupakan bukti konkret jika selama ini politisi kita hanya sibuk memoles pencitraan ketimbang melakukan kerja nyata dalam upaya menciptakan kesejahteraan rakyat. Politisi juga hanya sibuk mengumpulkan kekayaan pribadi dan kelompok partainya. Rakyat terus saja menjadi korban permainan politisi.
Menjelang Pilpres 2014 para politisi mestinya tidak hanya sibuk memoles pencitraan, tetapi yang sangat penting adalah kerja nyata penyejahteraan rakyat. Selama ini rakyat sudah bosan dengan permainan penciptraan politisi, sehingga politisi yang hanya banyak melakukan pencitraan biasanya akan mendapat kecaman dari rakyat. Sekarang rakyat kita butuh kerja nyata bukan pencitraan. Semakin tinggi prestasi kerja nyata seorang politisi maka semakin baik pula dirinya di mata rakyat. Politisi yang selalu melakukan kerja nyata dalam penyejahteraan rakyat tidak butuh polesan pencitraan agar dirinya mendapat simpati rakyat. Dengan kerja nyata rakyat sudah pasti akan memberikan perhatian dan simpatinya kepada politisi tersebut.
Jika politisi tetap memakai cara lama—polesan pencitraan—dalam meraup simpati rakyat maka bersiap-siaplah menuju kehancuran. Sekarang rakyat butuh kerja nyata penyejahteraan. Serangkaian persoalan kebangsaan yang terus datang bertubi-tubi merupakan tugas politisi, baik yang duduk dikursi pemerintahanan atau tidak, mereka harus berperan aktif dalam penyelesaian kasus tersebut. Bila politisi melakukan tindakan nyata, rakyat dengan mudah akan menaruh simpati kepada dirinya.
Tetapi yang sangat penting, jangan sampai tindakan nyata yang mereka lakukan dijadikan sebagai modal meraih kekuasaan yang tidak bertanggung jawab. Ketika nanti benar-benar terpilih sebagai pemimpin, baik legislatif ataupun eksekutif, mereka tetap harus bertanggung jawab atas amanah yang diembannya. Jangan sampai tindakan nyata penyejahteraan rakyat yang dulu mereka lakukan hanya kepanjangan dari pencitraan diri yang kemudian hilang setelah dirinya terpilih sebagai pemimpin. Karena sejatinya, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mengayomi rakyatnya demi kesejahteraan bersama. Pemimpin harus selalu terdepan dalam penyelesaian persoalan kebangsaan. Berdiri tegak membela rakyat dan tanah air demi cita luhur kemerdekaan menuju Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar