|
SUARA KARYA, 30 April 2013
Apa kabar dosen lulusan luar
negeri? Perguruan tinggi (PT) di Indonesia sejak awal abad ke-21 sedang
dibanjiri oleh dosen hasil didikan luar negeri. Bukan saja PT di kota-kota
besar, tetapi PT di berbagai kota kabupaten juga kebanjiran dosen lulusan luar
negeri. Mereka itu dielu-elukan oleh civitas kampus, bak seorang dewa yang
datang membawa panji keselamatan dan kebahagiaan. Mereka datang langsung
mendapatkan tempat khusus dari kampus, tanap harus capek mengabdi
bertahun-tahun terlebih dahulu.
Diakui, kedatangan mereka
memberikan "sesuatu yang berbeda" bagi kampus. Setidaknya menambah
daya tawar kampus tersebut karena tenaga pengajarnya tidak hanya lulusan PT
lokal, tetapi juga lulusan luar negeri. "Nilai tambah" ini sangat
berarti, dan bisa memicu animo publik untuk studi di PT tersebut. Di samping
itu, lulusan luar negeri tentu mempunyai kelebihan dalam penguasaan bahasa
asing, sehingga memicu mahasiswa untuk mengembangkan keilmuannya.
Akan tetapi, dosen lulusan luar
negeri itu juga memendam banyak keganjilan. Hampir setiap mengajar, mereka
menyampaikan ketidakpuasannya terhadap PT di Indonesia secara umum. Mereka
akhirnya terbiasa dengan berbagai ucapan dan kelakar yang mengolok-olok negeri
sendiri. Mereka merasa fun, senang dan puas.
Kalau model dosen yang
berseberangan dengan negara dan kekuasaan seperti itu terjadi pada era orde
baru, tentu bisa menjadi salah satu kebanggaan. Tetapi, menjadi suatau
"kemunafikan" kalau dilakukan hari ini, saat kampus masih berbenah
diri.
Jujur diakui, mengolok-olok
menghadirkan kepuasan tersendiri tetapi olokan tanpa berusaha memperbaiki mungkin
omong kosong. Jika seorang dosen yang disekolahkan negara kemudian pulang ke
negerinya, lalu menjadikan kelemahan bangsa sebagai bahan olok-olok tanpa usaha
memperbaikinya hal itu sama artinya dengan mencederai nafas reformasi,
mencederai rakyat dan membuat pendidikan makin runyam.
Kalau lulusan luar negeri hanya
untuk mengolok-olok kampus dalam negeri tanpa melakukan perbaikan yang berarti,
maka kebanggaan seorang dosen karena lulusan luar negeri adalah kebanggaan
semu. Karena, tidak menambah baik keadaan yang dianggap "lemah"
selama ini.
Inilah yang menjadi cermin manusia
Indonesia yang retak, gagal memahami peradaban Barat secara utuh. Kita tentu
harus ingat sosok Sutan Takdir Alisyahbana (STA) yang pernah menggelorakan
bangsa Indonesia untuk meniru budaya Barat. Tetapi saat itu STA bukanlah orang
yang ingin mengolok-olok peradaban Indonesia. STA ingin membangkitkan peradaban
Indonesia dengan strategi kebudayaan dan STA membuktikan diri mampu menjadi
salah satu pemikir cerdas yang menggelorakan semangat pembaharuan dalam
kebudayaan dan peradaban Indonesia.
Tentu saja lulusan luar negeri
adalah kebanggaan, karena tidak banyak orang Indonesia yang bisa mengenyam
pendidikan luar negeri. Tetapi, kebanggaan itu seyogyanya menjadi pintu masuk
bagi dosen lulusan negeri untuk membangun pendidikan Indonesia yang setara dan
sederajat dengan pendidikan di luar negeri. Itu harus dibuktikan oleh dosen
lulusan negeri, serius melakukan gerak perjuangan jika tidak ingin menjadi
kebanggaan semu.
Barangkali apa yang dilakukan para
tokoh seperti Mohammad Hatta atau dikenal Bung Hatta, dan para pendiri bangsa
ini sangat baik menjadi contoh oleh para dosen lulusan luar negeri. Bung Hatta
menjadikan pengalaman studi di luar negeri sebagai bahan dan inspirasi
perjuangan menegakkan peradaban Indonesia. Tidak salah kemudian dia menjadi
tokoh sangat penting dalam proses berdirinya Indonesia. Bung Hatta juga yang
menjadi pelopor berdirinya ekonomi kerakyatan lewat koperasi. Bahkan, beliau
didaulat sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Bermutu Internasional
Pendidikan adalah kunci untuk
meraih perubahan, eskalator sosial ekonomi. dan resep untuk mendapatkan janji
kemerdekaan. Karena itulah, kemajuan di Indonesia bisa kita raih jika
keterdidikan sudah menjadi kewajaran. Itulah yang menjadi tugas para dosen
lulusan luar negeri agar mampu menjadikan pendidikan sebagai kunci perubahan
dan kemajuan bangsa. Pengalaman mereka di luar negeri menjadi momentum untuk
menjadikan berbagai PT di Indonesia supaya bermutu internasional. Studi di luar
negeri memang menarik, tetapi akan lebih menarik kalau mampu menjadikan PT di
Indonesia lebih bermutu dan setara dengan PT bergengsi di luar negeri.
Dalam hal ini, menarik yang
dilakukan Anies Baswedan, doktor ilmu politik lulusan Amerika Serikat dan
sekarang menjadi rektor di Universitas Paramadina. Anies bertekad menjadikan
Universitas Paramadina sebagai PT bertaraf internasional.
Artinya, gebrakkan Anies ini
seharusnya menjadi inspirasi bagi para dosen lulusan luar negeri. Kuncinya
adalah stop cursing darkness, let's light
candles, lakukan perubahan dan beri kontribusi sekecil apapun sesuai
kemampuan. Apalagi, dosen lulusan luar negeri adalah kelompok berpendidikan
dan, tentu berkewajiban mendidik kelompok lain yang kurang terdidik. Sebab itu,
janganlah terus menerus mengecam kekurangan pendidikan, namun dorong upaya
membangun pendidikan di negeri ini.
Dalam persaingan global ke depan,
para mahasiswa dituntut untuk menjadi future leader berwawasan global. Para
mahasiswa harus didorong untuk tetap menjaga prestasi akademik, kemampuan
bahasa asing, dan prestasi lain. Di titik inilah, dosen lulusan luar negeri
harus berperan besar. Bangsa Indonesia menunggu peran Anda, Pak Dosen! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar