Kamis, 25 April 2013

Konflik Pekerja-Pengusaha


Konflik Pekerja-Pengusaha
Irwan Hidayat ;  Presdir PT Sidomuncul Semarang
SUARA KARYA, 24 April 2013


Bertemunya dua kepentingan yang berbeda antara buruh dan pengusaha terkadang mengakibatkan konflik di antara kedua pihak. Di satu sisi, para pengusaha berusaha memaksimalkan keuntungannya, sementara di sisi lain buruh menginginkan perbaikan upah serta kondisi kerja yang nyaman. Ketika buruh menganggap bahwa upah yang diterimanya dirasa tidak sepadan dengan tenaga yang mereka keluarkan ataupun tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup, maka ketegangan antara buruh dan pengusaha tidak dapat dihindarkan.

Untuk mengeliminasi agar konflik tidak muncul ke permukaan, diperlukan kebijakan dari manajemen perusahaan dalam mengakomodasi kepentingan-kepentingan buruh. Prinsip harmonisasi antara pengusaha dan buruh perlu dijunjung tinggi untuk mengatasi berbagai konflik yang terjadi.

Ada solusi elegan yang barangkali bisa ditawarkan untuk mengatasi persoalan antara pekerja dan pengusaha. Intinya, kedua pihak harus sadar untuk saling memahami posisi masing-masing. Bagi pengusaha, dasar kenaikan upah bisa dibangun dengan menggunakan benchmark (pembanding) yang setara, misalnya, dengan menggunakan standar upah pekerja di negara lain, seperti Vietnam, China atau negara lainnya yang tepat, yang bisa dijadikan ukuran dalam pengajuan upah minimum regional (UMR) mereka di Indonesia.

Dengan pembanding yang tepat, akan didapatkan komposisi upah yang lebih ideal. Pengalaman praksis sebagai pengusaha ketika harus membayar lebih mahal upah bagi pekerjanya sejatinya tidak menjadi masalah sepanjang angkanya realistis dengan pembanding yang ada.

Soal standardisasi upah untuk semua perusahaan kiranya perlu diselaraskan dengan kondisi perusahaan yang ada mengingat jenis usaha dan kemampuan yang berbeda. Misalnya, antara perusahaan yang padat karya dan industri yang padat modal, perlakuan antara kedua jenis industri itu tentu sangat berbeda.

Yang terpenting, semua pihak perlu menjaga agar iklim usaha tetap kondusif. Jika pengusaha dan pekerja saling memahami, rasanya aksi demonstrasi yang akhirnya berujung pada pemogokan kerja tidak akan terjadi. Bukankah dengan iklim usaha yang kondusif, semua pihak akan memetik manfaat positifnya? Selain ekonomi tumbuh baik, investor merasa hommy, lapangan kerja terbuka dan peningkatan upah terjadi dengan sendirinya seiring berlakunya keseimbangan hukum ekonomi supply dan demand.

Barangkali para pimpinan serikat pekerja perlu diberi ruang yang luas untuk berkomunikasi secara tulus, tanpa hidden agenda (agenda tersembunyi) untuk kepentingan tertentu. Pihak manajemen perlu memberikan gambaran riil tentang perkembangan dan kondisi perusahaan. Di lain pihak, pekerja diharapkan bisa memahami kondisi perusahaan. Melalui komunikasi yang diliputi rasa saling kepercayaan macam ini, upah pekerja secara proporsional pun bisa diberikan oleh pengusaha hingga diperoleh win win solution yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

Dalam hal ini, pimpinan serikat pekerja harus bisa memahami pula bahwa upah yang terlalu mahal akan menyebabkan kemandekan pertumbuhan ekonomi karena pada akhirnya akan menjadi cost perusahaan. Di sisi lain, pengusaha tidak boleh berlaku otoriter menerapkan upah murah secara semena-mena. Harus disadari bahwa bukankah segala sesuatu yang murah, sudah pasti tidak akan efisien? 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar