’’BADAI’’ harga sekarang ini sedang melanda konsumen, padahal
kenaikan harga daging sapi belum mereda sejak Lebaran hingga saat ini.
Kini konsumen harus merogoh kocek lebih dalam lagi, terutama untuk
membeli bawang merah dan bawang putih. Harga bawang merah pada Januari
hingga minggu pertama Februari masih di bawah Rp 20 ribu per kg, sekarang
berlipat hingga Rp 50 ribu, sedangkan harga bawang putih Rp 60 ribu
(10/03).
Dalam bayangan
kita, harga tinggi pasti menguntungkan produsen (untuk bawang merah) dan
importir (untuk bawang putih). Ketika harga berada pada status
menguntungkan maka produsen, pedagang besar, dan importir terus membanjiri
pasar dengan produk itu, dan mulai mengurangi pasokan ke tingkat
normal ketika harga kembali wajar. Kenyataannya,
harga tinggi acap membuat pedagang merugi karena hanya bisa menjual dalam
volume lebih kecil.
Tak heran,
beberapa waktu lalu, sejumlah wanita pedagang daging sapi berdemo ke
gubernuran memprotes kenaikan harga komoditas itu. Beberapa pedagang daging
berhenti berjualan karena jumlah konsumen berkurang banyak. Pedagang bawang
merah pun mengeluhkan penurunan cukup tajam volume penjualan komoditas itu
.
Untuk
memperjelas posisi ini, bayangkan Anda sebagai pedagang dengan tingkat
omzet yang sudah diketahui. Ekspektasinya, volume penjualan tak akan
berbeda jauh, kalau pun ada perubahan, Anda menyiapkan rentang 1-2 hari
hingga barang terjual habis.
Bagaimana bila
Anda pada posisi sebagai konsumen? Pada saat harga bawang merah mencapai Rp
50 ribu per kg, kalau Anda berpendapatan tetap, mau tidak mau harus
menurunkan volume pembelian karena uang belanja tetap. Jika harga meningkat
hingga 200%, Anda pasti membeli pada tingkat minimal, bahkan menghentikan,
dan beralih ke produk substitusi seperti bawang bombay yang sepenuhnya
impor dan harganya hanya setengahnya.
Titik Pertemuan
Namun Anda
tentu tetap membeli bawang merah pada volume normal meskipun harga
meningkat karena menganggap masih dalam batas kewajaran terutama saat Anda
menyadari tingkat substitusi bawang merah oleh komoditas lain sangat
rendah. Artinya konsumen menganggap bawang merah masih sulit tergantikan.
Dari gambaran itu, ternyata sulit menemukan kesepakatan harga ’’adil’’,
yakni yang menguntungkan pedagang tapi masih bisa dijangkau konsumen.
Definisi harga adil adalah harga yang berada pada keseimbangan, yaitu titik
pertemuan antara kekuatan penawaran dan kekuatan permintaan.
Siapakah yang
berani mengambil inisiatif mewujudkan harga yang adil: pedagang atau
konsumen? Pedagang tentu tak berani menjual pada tingkat harga konsumen
jika itu berisiko membangkrutkan dirinya. Adapun konsumen pasti mengurangi
volume pembelian, dan mengembalikan ke volume asal pada saat harga mencapai
keseimbangan atau memenuhi harapan mereka.
Akibatnya,
terjadi saling menunggu dan tanpa disadari mereka telah menjadi korban dari
tangan-tangan yang tidak tampak (the
invisible hand) yang mengatur harga, termasuk mengatur supply and demand.
Pemerintah
adalah pihak yang paling diharapkan oleh pedagang atau pun konsumen untuk
mewujudkan keadilan harga. Pemerintah secara efektif berhasil mewujudkan
harga adil untuk beras karena ada lembaga penyangga, yaitu Bulog yang cepat
mempengaruhi pasokan ketika kenaikan harga beras bisa mengganggu
kesejahteraan dan mendorong peningkatan orang miskin.
Untukbawang
merah, cabai merah, daging sapi, dan hasil bumi yang lain, pemerintah dapat
mengambil substansi dari sistem itu, yakni dengan ’’mengawal’’ kekuatan
pasokan. Ada dua faktor yang dapat memperkuat pasokan, pertama; menjamin
produksi di hulu, dan kedua; meningkatkan efisiensi distribusi. Untuk
faktor pertama, yang terpenting bukan meningkatkan produksi melainkan mendistribusikan
produksi secara merata sepanjang tahun dengan hasil produksi yang seimbang
dengan permintaan pasar.
Diperlukan data
lengkap dan akurat, terkait antara lain luas areal, waktu tanam, panen di
sentra produksi, dan ketersediaan air irigasi di daerah tersebut.
Selanjutnya pemda bersama kelompok tani membuat jadwal tanam yang tentunya
harus dipatuhi oleh petani anggota kelompok.
Agar
pelaksanaan jadwal tersebut efektif, pemerintah perlu menjamin ketersediaan
sarana produksi atau memberi subsidi. Jaminan ini yang akan mengikat
mereka, sehingga ketika ada anggota tak mematuhi jadwal tanam, ia bisa
dikenai sanksi pembatasan akses sarana produksi. Untuk meningkatkan
efisiensi distribusi, pemerintah wajib menyediakan dan memelihara
infrastruktur jalan sehingga pendistribusian barang bisa lebih efisien.
Pada sentra produksi tertentu perlu disediakan terminal agrobisnis sebagai
pusat transaksi sekaligus penyimpanan sementara.
Sistem ini
sebenarnya mulai terlihat di beberapa daerah sentra produksi, namun
pemeliharaannya sangat kurang sehingga jaminan produksi di hulu tak bisa
dikendalikan, yang berdampak negatif terhadap keseimbangan supply and demand. Tidak
mengherankan fluktuasi harga bawang merah dan cabai merah selalu terjadi
tiap tahun.
Konsumen selalu
menjerit ketika harga berubah mencekik leher, petani pun tak puas terhadap
pemerintah karena harga tiba-tiba merosot tajam akibat produksi berlebihan
sehingga mereka tidak tahu lagi ke mana harus memasarkan dan bagaimana
mengembalikan modal.
Rasanya tak
adil jika yang dipikirkan hanya nasib produsen, tetapi juga tidak benar
jika konsumen ditempatkan pada posisi lebih penting ketimbang produsen. Kedua pihak mempunyai peran
sama demi menciptakan keseimbangan antara pasokan dan permintaan, menjaga stabilitas
harga, dan mendorong aktivitas ekonomi yang lebih tinggi. Karena itu, penting
bagi kita mewujudkan keadilan harga. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar