PASKAH merupakan saat-saat indah dalam kehidupan iman
Kristiani, yakni Kristus menampakkan kemuliaan. Semangat melayani yang
menjadi bagian dari rangkaian pesan Yesus menjelang kematian merupakan
bukti bahwa membasmi ketidakadilan dan kemiskinan di dunia ini perlu
dilakukan dalam semangat melayani dan rendah hati dalam menjalankan peran
masing-masing manusia.
Pesan untuk mengurangi ketimpangan dan kemiskinan itu
seakan beriringan dengan semangat yang disampaikan Paus Fransiskus yang
baru terpilih. Pesan Paus Fransiskus sudah sangat jelas, memberikan
perhatian kepada orang-orang yang tertindas dan hidup dalam kemiskinan.
Umat Katolik perlu meneladani pesan Paus dan hidup Yesus Kristus yang
rela berkorban untuk keselamatan umat manusia dan melayani. Bukan untuk
dilayani.
Paus Fransiskus berasal dari Amerika Latin yang penuh
dengan penindasan, ketidakadilan, dan kemiskinan. Para pemimpin Katolik
dan kardinal dari berbagai belahan dunia tentu menyadari pilihan pada
Paus Fransiskus, sehingga umat Katolik tidak perlu ragu dalam menentukan
keberpihakannya.
Di Indonesia, umat Katolik juga terpanggil dan tentunya
harus terlibat aktif dalam menuntaskan kemiskinan serta menentang
ketidakadilan. Di Indonesia sebagai negara berkembang dengan berbagai
macam persoalannya, umat Katolik yang juga warga negara harus mempunyai
sikap yang jelas dan tindakan nyata. Salah satu cara untuk mewujudkan
semangat Paskah, mengurangi kemiskinan, dan membela orang-orang tertindas
adalah mewujudkan sistem politik dan pemerintahan yang bersih serta
bertanggung jawab.
Sistem politik dan pemerintahan yang sesuai dengan
tujuan semangat Pancasila dan para pendiri bangsa tentunya bisa terwujud
melalui pemilihan umum (pemilu). Dalam pemilu, umat Katolik juga terlibat
dalam menentukan arah dan pelaksana untuk mewujudkan Indonesia yang adil
serta sejahtera.
Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) melalui Surat
Gembala Prapaskah 1997 menyampaikan imbauan moral kepada para pemilih
untuk mengikuti hati nurani dalam menetapkan pilihan. Bila merasa tidak
terwakili dan yakin dengan suara hati yang jernih dan kuat, KWI dapat
mengerti bahwa hal tersebut mengungkapkan tanggung jawab dan kebebasan
dengan tidak memilih.
Pesan yang membolehkan golput tersebut bisa dimaklumi
sebagai bagian dari protes gereja Katolik atas ketimpangan,
ketidakadilan, dan bobroknya sistem pemerintahan menjelang jatuhnya Orde
Baru itu. Asumsi ikut atau tidak ikut dalam pemilu tentu tidak mempunyai
dampak dalam perubahan tata negara dan kehidupan berbangsa serta
bermasyarakat. Singkat kata, rezim tidak akan berubah dan makna sebagai
bangsa Indonesia pun sudah melenceng jauh.
Kini pada era yang diklaim sudah mempunyai sejumlah
perubahan, partisipasi politik masyarakat menjadi salah satu cara untuk
mewujudkan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Upaya mewujudkan
demokrasi dan kesejahteraan ekonomi dalam masyarakat setidaknya
membutuhkan legitimasi dan partisipasi.
Karena itu, Pemilu 2014 hendaknya menjadi salah satu
sarana bagi seluruh umat Katolik dalam menentukan masa depan Indonesia yang
bebas dari kemiskinan dan penindasan, termasuk penindasan HAM dan ekonomi
terhadap kaum minoritas.
Bisa jadi, pesan moral yang perlu disampaikan dalam
semangat Paskah dengan Pemilu 2014 adalah KWI mendorong semua masyarakat
dalam mencermati pilihan agar terwakili dan yakin dengan suara hati yang
jernih.
Semua masyarakat harus mengungkapkan tanggung jawab dan
kebebasan dalam memilih.
Di sisi lain, dalam kehidupan sehari-hari, umat Katolik
harus proaktif dalam kampanye menyerukan, antara lain: Jangan malu untuk
tidak melakukan praktik korupsi. Gereja Katolik adalah gereja yang
memihak kaum miskin. Menciptakan perdamaian bagi seluruh umat manusia,
menggerakkan semakin banyak umat Katolik yang terlibat dalam pesta
demokrasi dan ikut dalam mengambil keputusan politik, serta
mempertahankan NKRI, UUD 45, Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Kita boleh kehilangan harapan atas banyaknya parpol
atau perilaku wakil-wakil rakyat yang melanggar hukum dan mengingkari
aspirasi rakyat. Namun, kita harus percaya bahwa masih ada sejumlah
pengurus parpol atau wakil-wakil rakyat yang terus-menerus memperjuangkan
kebenaran. Orang atau kelompok seperti itu perlu didorong, diberi ruang
untuk mewujudkan ide serta karyanya sehingga semakin banyak dilihat dan
menjadi panutan masyarakat luas.
Jika umat Katolik apatis dan tidak ikut ambil bagian
dalam mewarnai keputusan politik, sulit mengharapkan perubahan yang lebih
baik. Hal itu sama saja dengan tidak mau menjadi bagian dari bangsa
Indonesia dengan segala persoalannya. Dengan demikian, saatnya hierarki
menyerukan kepada umatnya agar ikut ambil bagian dalam pesta demokrasi
Indonesia dan menyerukan agar meneladani kehidupan Yesus Kristus dalam
melahirkan segala keputusan politik yang prorakyat.
Dalam pertobatan pada masa Prapaskah dan perayaan
Paskah ini, kita umat Katolik diingatkan kembali akan perkataan Santo
Yakobus, ''Demikian juga halnya
dengan iman. Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada
hakikatnya adalah mati.''
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar