Normalisasi
Kali Pakin
Cyrillus Harinowo
Hadiwerdoyo ; Pengamat Ekonomi
|
|
KORAN
SINDO, 25 Maret 2013
Dalam beberapa pekan terakhir, Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta sangat aktif menormalisasi sungai yang bermuara di
Waduk Pluit, yaitu Kali Pakin.
Setelah banjir
besar Jakarta, termasuk yang melanda kawasan Pluit, Pemprov DKI mulai
melakukan aksi untuk mencegah terjadinya banjir di waktu-waktu mendatang.
Langkah itu berupa normalisasi Waduk Pluit dan sungai-sungai di Jakarta.
Salah satunya adalah Kali Pakin. Waduk Pluit yang awalnya seluas 80
hektare kini menyusut menjadi hanya 60 hektare. Seluas 20 hektare
ternyata sudah diokupasi oleh ribuan warga dalam bentuk rumah-rumah gubuk
maupun semipermanen.
Kedalaman
waduk juga jauh berkurang karena selama bertahun-tahun terbengkalai.
Karena itu proses sedimentasi berlangsung cepat, yaitu oleh sampah, tanah
hasil erosi maupun eceng gondok. Berbagai sungai di Jakarta juga
mengalami proses penyempitan dan pendangkalan. Sebagian besar sungai
tersebut tidak memiliki jalan inspeksi di sisi kiri dan kanannya. Proses
normalisasi sungai dan waduk yang digagas pada zaman pemerintahan Fauzi
Bowo tersebut hingga saat ini belum dimulai implementasinya.
Proyek
normalisasi yang menggunakan nama keren, yaitu JEDI (Jakarta Emergency Dredging Initiative) itu dibantu dengan
pembiayaan dari Bank Dunia dengan jumlah pinjaman sekitar USD160 juta.
Kendati demikian, sebelum normalisasi yang dicanangkan beberapa tahun
lalu tersebut sempat dimulai, Jakarta sudah lebih dulu diterjang banjir
besar yang bahkan mencapai kompleks Istana Kepresidenan. Banjir tersebut
pada akhirnya menjadi wake up call
bagi pemerintahan baru DKI untuk melakukan langkah segera, yaitu memulai
normalisasi Waduk Pluit dan sungai yang bermuara di situ. Langkah itu
diambil sebelum dana APBD cair.
Ternyata
dengan bantuan dari BUMD (perusahaan yang sahamnya dimiliki Pemerintah
DKI) melalui program corporate
social responsibility (CSR), langkah tersebut sudah bisa dilakukan.
Langkah itu juga memperoleh bantuan dari perusahaan yang mendistribusikan
alat berat, yaitu EIKA (Engineering
Indonesia Karya) berupa beberapa ekskavator amfibi yang benar-benar
secara efektif dan efisien melakukan pengerukan baik Waduk Pluit maupun
Kali Pakin.
Dalam proses
normalisasi Waduk Pluit, kita bisa secara langsung menyaksikan bagaimana
normalisasi tersebut juga melibatkan relokasi warga. Warga yang bermukim
di sekeliling Waduk Pluit akhirnya berhasil diyakinkan untuk pindah ke
rumah susun di Marunda. Ratusan keluarga ini sudah menempati rumah susun tersebut.
Bahkan beberapa kawasan industri terakhir juga menawarkan pekerjaan
kepada penduduk dari Muara Baru tersebut sehingga di tempat yang baru,
mereka memperoleh tempat tinggal yang dilengkapi beberapa peralatan rumah
tangga dan pekerjaan.
Sebelumnya
Pemprov DKI juga memfasilitasi proses ini dengan menyediakan transportasi
laut dari Marunda ke Muara Baru. Ini sungguh suatu perhatian yang luar
biasa karena pada akhirnya relokasi tersebut bukannya menyengsarakan,
tetapi menyejahterakan. Dalam kaitan dengan Kali Pakin, sungai tersebut
menyempit karena tergusur oleh perumahan liar warga. Sungainya sudah
sangat dangkal sehingga dalam keadaan banjir aliran air dari hulu menjadi
terhambat untuk memasuki Waduk Pluit.
Dengan
melakukan normalisasi sungai tersebut, Pemprov DKI dengan bantuan
perusahaan akhirnya melakukan langkah revolusioner. Warga di sepanjang
Kali Pakin yang jumlahnya kurang dari 100 KK tersebut akhirnya ditampung
di Rusun Budha Tzu Chi, suatu yayasan sosial yang menyediakan fasilitas
semacam ini. Adapun lahan bekas perumahan liar tersebut setelah
dihancurkan dibuat jalan inspeksi. Jalan dengan cepat dicor dengan beton
sehingga dengan cepat pula berubah wajah.
Bukan hanya
bangunan liar, bangunan yang permanen bahkan juga ruko-ruko yang menjorok
ke arah sungai atau jalan inspeksi akhirnya diberi ultimatum untuk
membongkar sendiri atau dibongkar. Normalisasi Kali Pakin akan
melancarkan arus air dari hulu menuju Waduk Pluit. Pada saat yang sama,
Pemprov DKI membangun jalan alternatif yang bisa memecah kemacetan di
daerah sekitar Pluit dengan terbangunnya jalan inspeksi tersebut.
Sebagian daerah tersebut juga akan dihijaukan untuk menambah ruang
terbuka hijau. Proses relokasi warga juga terjadi sehingga pemandangan
daerah tersebut dengan segera berubah menjadi lebih cantik.
Proses
relokasi warganya sendiri merupakan suatu proses social engineering yang luar biasa karena dengan menghuni
kawasan rusun yang lebih teratur, tentunya akan terjadi pula perubahan
pola hidup bagi mereka. Langkah ini juga merupakan langkah pengejut (deterrence) bagi warga yang akan
memulai membangun rumah secara liar karena Pemerintah DKI berprinsip
kepada mereka tidak diberi ganti rugi. Begitu banyak hal yang berubah di
kawasan itu hanya dalam hitungan hari atau minggu. Pada awal April nanti
kawasan tersebut bisa dikatakan sudah akan selesai.
Semua langkah
tersebut belum menyentuh dana APBD sepeser pun. Ini berarti kita bisa
mengharapkan langkah yang lebih besar akan terjadi di tahun ini maupun
tahun-tahun mendatang karena dukungan keuangan APBD sungguh tidak
main-main. Semoga demikian.
●
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar