Seperti apa sosok Indonesia pada
2045, saat berusia seabad?
Dalam salah satu pernyataannya,
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengungkapkan, pada milenium pertama
leluhur kita bisa membangun Candi Borobudur yang merupakan candi terbesar
di dunia, dan pada milenium kedua Kerajaan Majapahit merupakan pelaku
penting dalam percaturan dunia. Memasuki milenium ketiga, apa yang bisa
diperbuat Indonesia?
Apakah Indonesia akan dilirik
negara lain hanya sebagai negara yang kaya sumber daya alam untuk
dieksploitasi, atau sebagai negara berpenduduk banyak dan merupakan pasar
potensial bagi produk-produk mereka?
Dalam dokumen Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) susunan
Menko Per- ekonomian dicanangkan, pada 2025 Indonesia menjadi negara
mandiri, maju, adil, dan makmur berpendapatan per kapita sekitar 15.000
dollar AS. Saat itu, Indonesia diharapkan menjadi kekuatan ekonomi 12 besar
dunia. Lebih jauh, pada 2045 Indonesia diproyeksikan menjadi satu dari
tujuh kekuatan ekonomi di dunia dengan pendapatan per kapita 47.000 dollar
AS!
Namun, yang dimaksud negara maju
dalam dokumen MP3EI adalah negara yang pertumbuhan ekonominya positif dan
tingkat inflasinya menurun. Apakah masyarakat dan kehidupannya juga maju
atau beradab sama sekali tak disinggung.
Akan Sangat Ideal
Salah satu argumen yang digunakan
dalam perumusan MP3EI itu adalah statistik penduduk kita. Konon dalam kurun
2015-2045 piramida penduduk Indonesia akan sangat ideal dengan penduduk
mayoritas berusia 25-45 tahun, usia produktif. Indonesia saat itu akan
menikmati apa yang disebut bonus demography. Masalahnya, seperti apa
kualitas mereka, penduduk usia produktif itu, kelak?
Sebagai ilustrasi, memasuki AFTA
2016, para insinyur perlu mengantongi sertifikasi untuk dapat melaksanakan
tugas keinsinyurannya di wilayah Asia. Berapa banyak insinyur kita yang
telah tersertifikasi saat ini? Tidak lebih dari 100 orang! Pada saat yang
sama, jumlah insinyur Singapura yang telah tersertifikasi mencapai ribuan.
Dalam situasi seperti ini, para insinyur kita hanya akan menjadi operator
atau asisten insinyur asing yang kelak beroperasi di Indonesia. Jadi, bila
demikian, pembangunan oleh siapa dan untuk siapa?
Kita tentu tak ingin jadi pembantu
di rumah sendiri. Namun, kita lihat banyak kasus yang terjadi saat ini di
negara kita (perpajakan, politik uang, permainan APBN, dan lain-lain)
dengan pelakunya masih berusia 30-45 tahun. Kita bertanya, dapatkah kita
mengelola negara sendiri? Kita juga menyaksikan masyarakat kita yang suka
menerabas, tidak peduli lingkungan, bekerja asal-asalan, berpikir jangka
pendek, dan seterusnya. Pendidikan macam apa yang mereka dapat sebelumnya?
Singkat kata, di era kehidupan modern ini, intelektualitas dan budaya
masyarakat kita masih terbelakang.
Bila kita ingin jadi negara maju
dan beradab, banyak pekerjaan rumah yang perlu kita garap, terutama
mencerdaskan kehidupan bangsa yang hingga kini belum terwujud. Kuncinya,
pendidikan, pendidikan, dan pendidikan! Bila kita tak menggarapnya dengan
baik, kita akan tenggelam—bukan sekadar tertinggal!
Sistem dan Kepemimpinan
Di Kompas, 20 Januari 2013, Jusuf
Kalla di hadapan Forum Rektor menyatakan, Indonesia bangsa yang besar dan
memiliki kekayaan luar biasa. Bangsa ini lambat kemajuannya bukan karena
sistemnya. Negara boleh berbeda atau sama sistemnya, tetapi yang paling
penting (adalah) soal kepemimpinan. Ketika pemimpin bangsa ini bertekad
memerangi korupsi, mestinya dia menjadi teladan. Memberikan sumbangan atau
melahirkan pemimpin yang memiliki teladan itulah tugas perguruan tinggi
supaya Indonesia menjadi bangsa yang besar.
Teringat masa mahasiswa, senior
saya mengatakan, ”A leader is one who knows the way, shows the way, and
goes the way.” Pertanyaannya, dari mana pemimpin seperti itu kita dapat?
Pemimpin panutan mestinya dibesarkan, bila tak dilahirkan, di perguruan
tinggi. Jadi, perguruan tinggi memainkan peran penting bagi bangsa dalam
mendidik calon pemimpin bangsa, dari presiden hingga kepala rumah tangga.
Kontribusi perguruan tinggi yang dominan selama ini memang alumni yang
menggerakkan bangsa ini, khususnya dalam ekonomi dan politik. Namun,
kualitas dan kiprah mereka belum memadai menjadikan Indonesia maju dan
beradab.
Saat ini terdapat 3.200 lebih
perguruan tinggi di Indonesia. Namun, tidak lebih dari 20 perguruan tinggi
yang berkualitas. Bahkan, 20 perguruan tinggi terbaik kita pun masih
tertinggal dari sejumlah perguruan tinggi di negeri tetangga, khususnya
dalam pengembangan iptek yang jadi faktor penting pembangunan ekonomi saat
ini dan ke depan.
Bila demikian halnya, bagaimanakah
Indonesia bisa tetap eksis dan bersaing di masa mendatang? Di era
pengetahuan dewasa ini, hanya bangsa yang menguasai iptek dan memiliki
budaya yang tangguhlah yang dapat bersaing dan menjadi bangsa besar dengan
peradaban maju.
Indonesia 2045 masih 32 tahun lagi,
so what? Saat itu, sebagian dari kita, khususnya yang berusia separuh baya,
mungkin sudah tiada. Namun, sesungguhnya, Indonesia 2045 ada di depan mata
kita sekarang! Anak-anak berusia balita hingga remaja tersebar di sekitar
kita. Ada yang sedang belajar, ada yang asyik bermain, ada pula yang
mengamen di perempatan jalan. Merekalah bonus demography itu dan memimpin
bangsa ini kelak!
Indonesia 2045 ada di depan mata,
jangan disia-siakan! Pendidikan di sekolah, rumah, dan di luar rumah akan
sangat menentukan. Peran kita semua diperlukan mendidik dan mengarahkan
mereka guna mewujudkan Indonesia 2045, milenium ketiga, yang kita idamkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar