SAYANG belum ada
hasil penelitian tentang dampak negatif gim online bagi pertumbuhan kognisi
dan afeksi anak dengan tingkat achievement
dalam belajar. Akan tetapi, jika asumsi itu benar, yaitu lebih banyak
mudarat daripada manfaatnya, gim online harus diberi atensi secara benar
oleh semua pihak termasuk guru dan orangtua. Mudahnya akses daring bahkan
hanya melalui telepon seluler membuat siapa pun tak mudah mengontrol
kebiasaan anak-anak mereka. Bahkan sangat boleh diyakini bahwa penggunaan
gim online bagi anak usia sekolah seolah bagai candu yang tak mudah
dicegah.
Seperti bentuk candu lainnya
semisal narkoba, gim online jangan-jangan lebih cepat merusak simpul saraf
amygdala anak-anak kita agar berhenti bekerja normal. Jika dikaitkan dengan
dampak negatif terhadap susunan saraf mata kita ketika lebih dari 4 jam
berhadapan dengan komputer, efek gim online bagi anak-anak mungkin jauh
lebih dahsyat. Jangan-jangan mereka mengonsumsi gim online lebih dari 4 jam
dalam sehari.
Artinya, perilaku kompulsif anak
yang kecanduan gim online akan mengikat secara negatif dan terus-menerus
sehingga akhirnya mereka akan kehilangan kontrol dan kemampuan dalam
membatasi penggunaannya.
Salah satu faktor penyebab
mengapa anak-anak saat ini begitu mencandu gim online, sangat boleh jadi,
disebabkan miskinnya bentuk permainan atraktif yang edukatif. Selain itu,
memang tak mudah menjadi orangtua dan guru, apalagi di zaman ketika
teknologi informasi memengaruhi sekaligus memaksa daya kritis dan fantasi
anak berkembang lebih cepat daripada sebelumnya.
Kata Rachel Carson, “If a child is to keep alive his in born
sense of wonder, he needs the companionship of at least one adult who can
share it, rediscovering with him the joy, excitement and mystery of the
world we live in.“
Secara bebas, kita bisa
menangkap maksud kalimat tersebut sebagai pengingat bahwa dalam mendidik,
membiarkan anak menerawang dan berangan-angan sendiri adalah sangat tidak
bijak. Akan tetapi, mari kita perhatikan ketika anak kecanduan gim online. Ketika
mereka menerawang sendiri dunia khayal mereka, kita seakan membiarkan
angan-angan mereka berkeliaran secara liar tanpa ada pendampingan yang
cukup dalam rangka membimbing angan-angan tersebut.
Sebuah Keniscayaan
Karena itu, tugas kita sebagai
orangtua dan guru ialah memberikan respons positif, termasuk di antaranya
memberikan kritik dan pengingat bahwa angan-angan tersebut berlebihan.
Dalam perilaku individu, angan-angan (wishful
thinking) merupakan sebuah keniscayaan.
Kehadiran dan maraknya gim
online sebenarnya menandakan matinya mainan tradisional anak yang secara
budaya lebih baik karena konsep bermain dipahami bukan sekadar mencari
kesenangan dan membuang-buang waktu.
Permainan tradisional juga sangat dipengaruhi iklim. Karena itu, anak-anak di daerah
tertentu melakukan permainan yang berbeda-beda di setiap musimnya, seperti
permainan layang-layang yang dimainkan di musim panas atau perahu mainan
yang dibuat dari kulit jeruk bali ketika musim penghujan. Selain itu, pada
permainan tradisional, anak dituntut membuat sendiri mainannya dan
melakukannya bersama-sama (kerja sama/gotong royong). Dengan demikian,
permainan tradisional menjangkau seluruh ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik anak secara bersama.
Dalam gim online, jelas anak
teralienasi karena sama sekali tak terlibat secara aktif dalam proses pembuatannya
dan bahkan memainkannya secara individual. Kalaupun dimainkan bersama orang
lain, hal itu dilakukan secara daring, tanpa interaksi secara fisik.
Seperti dalam permainan sepak bola, secara tradisional anak membutuhkan dua
tim (kebersamaan dan kepemimpinan) untuk memainkannya dan bekerja sama
(gotong royong) dalam membuat gawang. Secara modern, anak cukup duduk di
depan layar monitor dan memegang stick
game.
Hilangnya Budaya
Selain itu, permainan
tradisional yang dimainkan secara guyub tadi membuat setiap anak memegang
peran atau kendali (tanggung jawab) sehingga terbangun aturan per mainan di
dalamnya, yakni setiap anak tidak bisa seenaknya melakukan kecurangan
(kepatuhan). Berbeda dengan permainan modern karena yang dihadapi anak
ialah sistem komputer, anaklah yang secara individu memegang kendali, tanpa
kontrol sosial, dan secara bebas dapat melakukan kecurangan.
Karena itu, kita harus
mewaspadai segala bentuk dan jenis gim online karena sengaja diproduksi
sebagai tuntutan gaya hidup dan budaya populer yang merambah kehidupan
politik, ekonomi, dan kesehatan masyarakat sehingga dikhawatirkan dapat
mengubah struktur budaya masyarakat.
Gim online juga merupakan bentuk
lain dari transplantasi budaya, ketika proses infiltrasi budaya satu ke
budaya lainnya berlangsung secara intensif.
Hal itu jelas dapat menyebabkan terjadinya penghapusan budaya (cultural genocide) secara
perlahan-lahan (Nandy: 2000).
Semoga kita dapat membaca
fenomena gim online sebagai sebuah paradigma, yakni paradigma yang dalam perkembangan
teknologi informasi dan kapitalisasi ekonomi pada kebijakan teknologi
informasi harus dicermati secara saksama oleh para pengambil kebijakan
bidang pendidikan di Indonesia.
Sebagai basis pendidikan massal
paling efektif, gim online berbasis teknologi informasi memiliki peluang
untuk mengubah tatanan budaya lokal karena baik konten maupun rancangan
programnya bisa jadi merupakan manifestasi dan justifi kasi superioritas
budaya Barat yang belum tentu semuanya baik (Dighe: 2000).
Sebagai salah satu bentuk toxic culture, tidak sedikit gim
online memamerkan praktik kekerasan yang sangat tidak mendidik dan dapat
menyebabkan kriminalitas di usia muda meningkat, egoisme tambah
menjadi-jadi, bahkan juga dapat merusak lingkungan dan membuat budaya
sekolah tidak sehat (Gidley: 2000). Diperlukan kreativitas emosional guru
dan orangtua dalam menghadapi candu gim online ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar