Terkait
kunjungan Presiden SBY ke Jerman, Watchindonesia!, sebuah organisasi
swadaya masyarakat di Berlin, menegaskan dalam siaran pers yang kami
terima, 4 Maret 2013: ”In den
bilateralen Beziehungen zwischen Deutschland und Indonesien muss die
Zukunft von Menschen und Umwelt in Indonesien, nicht die Interessen von
Wirtschaft und Militär, im Vordergrund stehen.”
”Dalam hubungan bilateral Jerman-Indonesia, masa depan rakyat dan
lingkungan hidup Indonesia mesti dikedepankan, bukan sekadar kepentingan
ekonomi dan militer.”
Kepergian Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono ke Jerman untuk memenuhi undangan Presiden Joachim Gauck.
Desember 2011, Presiden Jerman Christian Wulff ke Jakarta, tak lama sebelum
dia mundur dari kursi kepresidenan seusai diterpa skandal media dan kredit
rumah. Wulff lalu digantikan bekas pendeta Evangelis, Joachim Gauck.
Cukup lama hubungan
Indonesia-Jerman membeku. Keputusan Uni Eropa (UE) yang mela- rang
penerbangan Garuda ke negara anggota UE terkait keamanan merupakan salah
satu pemicu kebekuan itu. Alasan lain barangkali seperti yang ditulis
Watchindonesia! Konon SBY singgah di Berlin dalam perjalanan menuju
Konferensi Perubahan Iklim di Kopenhagen, 2009. Tak satu pun media cetak
Jerman meliput. Satu-satunya bukti SBY ada di Berlin: video konferensi pers
dengan Kanselir Merkel yang hanya dimuat di situs kantor Kanselir Jerman.
Kita tidak bilang SBY merasa
terhina dengan itu. Namun, yang jelas, kunjungan Menlu Jerman Westerwelle
(2011) mendadak dibatalkan Pemerintah Indonesia dengan alasan kesulitan
jadwal. Setelah itu, relasi kedua negara dingin. Diplomasi kurang proak-
tif tentu juga alasan penting: Kedutaan Besar RI di Berlin perlu
menjelaskan duduk perkaranya.
Setelah Pemerintah Indonesia
membeli kapal dari Perusahaan Meyer Werftdan, 103 tank Leopard, melalui perusahaan
Rheinmetall, hubungan kedua negara kembali pulih. Kita ingat, Kanselir
Angela Dorothea Merkel berada di Jakarta paruh 2012. Lalu, di permulaan
2013, Menteri Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan Dirk Niebel bertandang ke
Jakarta, disusul Menlu Guido Westerwelle pada Februari.
Betapapun hangat hubungan
bilateral, yang terpenting adalah poinnya. Watchindonesia! memberi contoh
poin, kepentingan rakyat dan lingkungan di Indonesia mesti jadi fokus dan
target kerja sama kedua negara. Poin lain, soal belajar berdemokrasi. Tak
bisa dipungkiri, Jerman merupakan salah satu fondasi utama UE. Tak hanya
soal ekonomi dan militer, demokrasi negara ini pun kuat. Memang baru 1989
Tembok Berlin diruntuhkan, tetapi demokrasi sudah mengakar kuat di negeri
para filsuf ini. Karena itu, ”belajar dari Jerman” mesti jadi tema kita.
Belajar tentang etika politik.
Etika Politik
SBY tentu masih ingat Chris- tian
Wulff. Politikus dari Partai Kristen Demokrat (CDU) itu bukan pensiunan
jenderal, tetapi sipil yang murah senyum dan luwes. Begitu ia dituduh
bertanggung jawab dalam kasus kredit rumah oleh istrinya, yang berujung
pada tuduhan meneror wartawan, Wulff tegas menyatakan mundur dari jabatan.
Pengadilan belum membuktikan ia bersalah. Wulff duluan mundur. Itu namanya
etika politik.
Wulff dan partai politiknya tak
sibuk membuang energi memba- ngun apologi atau rekayasa pengalihan isu. Ia
sadar jabatan adalah amanah. Ketika amanah itu terluka oleh peristiwa,
perilaku, atau ketidaksengajaan, amanah harus dikembalikan, jabatan dilepas.
Keputusan pengadilan bukan alasan mengulur waktu. Meski pengadilan tak
mempersalahkan, ia tahu imajinasi publik tentang kekuasaan yang bersih
sudah terganggu. Demi menyelamatkan imajinasi berdemokrasi yang bersih
itulah jiwa besar dituntut ada. Betul, ada tekanan internal partai sehingga
Wulff mempercepat kemundurannya. Namun, tanpa kerelaan personal, ia tak
mungkin mundur semudah itu.
Kita tidak sedang berbincang soal
keharusan seorang presiden mundur di tengah jalan atau berbicara tentang
”negara mau diguncang” seperti pidato SBY belum lama ini. Kita tengah
berbicara tentang etika politik. Bahwa yang terpenting dalam demokrasi
adalah menyelamatkan imajinasi kolektif masyarakat tentang demokrasi yang
benar. Di situlah tesis ”kekuasaan milik rakyat” mendapatkan rohnya.
Berpolitik bukan soal berkelit
atau bermain wewenang. Makna politik tak bisa dikebiri jadi sekadar
intervensi, pengalihan isu, politisasi, atau negara diguncang. Politik
adalah soal kejiwabesaran, kerelaan, dan kejujuran lebih berpihak pada kehendak
dan kepentingan umum daripada naluri pribadi atau keselamatan keluarga dan
kelompok.
Kita menantikan Presiden SBY
kembali dari Jerman. Tentu dengan pidato barunya. Bukan soal Anas atau
Cikeas, tapi pentingnya ”mundur” jadi kultur dalam berpolitik. Siapa pun
politisi yang gagal atau bersalah mesti mundur sebab dalam etikalah roh
demokrasi hidup. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar