Jauh hari kekhawatiran muncul
akan tingginya angka kelahiran, terutama sulitnya menyediakan bahan
makanan. Makna di belakang itu adalah pembatasan kelahiran. Belakangan,
tidak saja persoalan pangan yang sulit terpenuhi. Anak-anak yang tumbuh
memerlukan pendidikan yang berkualitas. Semakin banyak saudara, semakin
kecil kemungkinan orang tua mengirim anaknya pada sekolah yang kualitasnya
bagus.
Memang tanggung jawab
pendidikan tidak saja terpenuhi di sekolah, tapi juga di lingkungan rumah
dan sosialnya. Di sekolah pun, pendidikan yang baik berjalan jika
kombinasi dari peranan guru, kepala sekolah, serta penerapan kurikulumnya
tepat. Proses pendidikan di rumah pun menjadi penting karena memang anak-anak
menghabiskan sebagian besar dari usianya di luar satuan unit
pendidikan. Pertanyaanya adalah siapa yang memainkan peranan penting
agar kualitas pendidikan menjadi dapat tersedia?
Pengangguran Vokasi
Data pengangguran terbuka
baru-baru ini memperlihatkan banyak anomali.
Angka pengangguran terbuka telah dapat menurun menuju enam persen pada 2012
yang sebelumnya masih pada kisaran sembilan persen pada 2007.
Jumlah pengangguran tamatan SMU sedikit turun dari Februari 2012 sebanyak
1.983.591 orang ke Agustus 2012 sejumlah 1.832.109 orang. Justru
sebaliknya, jumlah pencari kerja berpen- didikan vokasi meningkat pada
periode yang sama, dari 990.325 orang menjadi 1.041.265 orang. Padahal,
jumlah pengangguran sarjana dapat sedikit menurun pada periode yang sama
dari 541.955 orang menjadi 438.210 orang.
Anomali penawaran angkatan
kerja vokasi demikian tentunya menjadi aneh. Saat pemerintah berupaya memperbanyak
penyelenggaraan pendidikan vokasional. UU tentang pendidikan tinggi No 12
tahun 2012 juga memberi peluang kepada keterlibatan pemerintah daerah dalam
mengelola pendidikan komunitas. Tampaknya, gagasan dan pilihannya sudah
pada koridor kebutuhan, mengingat pendidikan vokasi yang lebih terampil
dianggap siap pakai, sementara pendidikan umum selama ini belum terampil.
Bagaimana menjelaskan anomali di atas?
Pertama adalah sistem rekrutmen
pendidikan menengah belum didasari atas penelusuran bakat. Orang tua dan
anak lebih cendrung memilih pendidikan umum, sementara anak-anak yang kemampuannya
belum terbangun dengan nilai yang rendah memilih untuk masuk ke jenjang
pendidikan kejuruan.
Hanya sedikit anak yang sebenarnya berkeinginan sejak awal memasuki pen-
didikan vokasi. Pilihan orang tua yang berpenghasilan rendah untuk mengirim
anaknya ke jenjang pendidikan kejuruan adalah rasional karena semakin cepat
dapat masuk ke pasar kerja.
Kedua, pendidikan kejuruan kita
dihadapkan pada perubahan lingkungan bisnis yang sangat pesat. Sementara,
penyesuaian terhadap penyediaan keterampilan kerja tersebut sangat
diperlukan. Pada periode sebelum 2000, misalnya, masih langka sekolah
kejuruan yang mengajarkan keterampilan elektornika. Seiring semakin
masifnya teknologi komputer dan penggunaan telepon seluler, diperlukan
keterampilan untuk terlibat dalam menghasilkan perangkat pendukung,
pekerjaan perawatan, serta bisnis yang terkait dengan itu. Ke depan, bakal
banyak bisnis kreatif, bisnis yang berkaitan dengan jasa perawatan sepeda
motor, telepon seluler, dan masih banyak yang tidak terduga sebelumnya.
Ketiga, dengan semakin perlunya penyesuaian-penyesuaian oleh lembaga
pendidikan, dengan sendirinya retraining bagi instruktur-instruktur menjadi
penting. Pendidikan vokasi kita tidak semudah yang dibayangkan dalam
kenyataannya. Biaya untuk menyelenggarakan pendidikan kejuruan bisa dua
sampai empat kali lebih besar ketimbang pendidikan umum. Biaya ini
diperlukan untuk penyediaan laboratorium dan bengkel kerja. Sementara,
penyediaan biaya selama ini masih terbatas. Akibatnya, pertumbuhan
pengelolaan pendidikan vokasi tidak secepat yang diharapkan.
Jika di masa mendatang
Indonesia ingin mengatasi penyediaan tenaga kerja terampil, sudah saatnya
direncanakan betul bagaimana pendidikan kejuruan tersedia. Sebuah sistem
mesti mendorong masyarakat untuk semakin besar peranannya pada masa yang
akan datang. Perusahaan-perusahaan di daerah dapat di data untuk
diajak memberikan kontribusi peran sosial yang lebih besar dalam menyediakan
tempat magang kerja bagi anak-anak yang ingin memperdalam keterampilan
kerja.
Penugasan kewenangan antara Kementerian
Pendidikan dan Kementerian Tenaga Kerja mesti jelas. Penajaman dari jenis
pendidikan vokasi yang disediakan di sekolah-sekolah juga harus didasari
oleh pengembangan bidang yang secara spesifik diperlukan. Bidang yang paling
banyak keterpakaiannya itu sejalan dengan perubahan eksternal. Jika rencana
pengembangan pendidikan vokasi manpower
vocational planning dapat tersedia, tentunya dapat dipedomani bagaimana
tahapan-tahapan pengembangannya. Hanya dengan cara yang lebih fokus dan
persiapan yang matang inilah pendidikan vokasi yang diidam-idamkan akan
tersedia di tengah- tengah masyarakat.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar