Bank Dunia pada pertengahan 2012 menaikkan
peringkat kinerja logistik Indonesia menjadi 59 dari 75 pada 2010. Kinerja
ini diukur dengan indeks kinerja logistik yang meliputi sejumlah indikator
seperti efisiensi kepabeanan (custom
clearance process), kualitas infrastruktur, kemudahan pengiriman
(international shipment), kualitas pelayanan, proses tracker dan tracer,
serta lama proses penanganan barang.
Dalam laporan
Bank Dunia ini, negara dengan indeks kinerja logistik yang meningkat
berhubungan kuat dengan ekspansi perdagangan, diversifikasi ekspor, ability to attract FDI, dan
pertumbuhan ekonomi yang positif. Perbaikan indeks kinerja logistik
Indonesia pada 2012 tak terlepas dari sejumlah program akselerasi perbaikan
yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan pada 2010-2012
terjaga di atas 6% dengan realisasi investasi mencapai lebih dari Rp313
triliun pada akhir 2012.
Hal ini juga
terus didukung oleh percepatan pembangunan sejumlah infrastruktur dalam
mewujudkan konektivitas daerah, nasional, dan internasional. Selain itu,
konektivitas juga diarahkan untuk lebih memeratakan pembangunan di seluruh
daerah di Indonesia. Dalam APBN 2013 target realisasi investasi ditetapkan
Rp390 triliun.
Kemudian pada
2014 diharapkan dapat menyentuh Rp506 triliun dengan pertimbangan sejumlah
pembangunan infrastruktur pada 2013 dan 2014 telah selesai dikerjakan.
Indeks kinerja logistik Indonesia pada 2012 meningkat menjadi 2,94 dari
2,76 pada 2010 (rentang indeks terendah =1 dan tertinggi =5).
Skor untuk
ketepatan waktu tercatat 0,15 poin,pelacakan dan penelusuran naik 0,35
poin, kompetensi logistik kompetensi dan kualitas jasa logistik naik 0,38,
kemudahan menyelenggarakan pengapalan barang dengan harga yang bersaing
naik 0,15, serta efisiensi proses clearance 0,1 poin. Peningkatan peringkat
daya saing logistik disumbangkan oleh perbaikan kualitas soft infrastructure.
Saat ini
sejumlah pelabuhan besar mulai menerapkan Indonesia Logistic Community System (ILCS), sistem online hasil
kerja sama Pelabuhan Indonesia II dan PT Telkom, yang memungkinkan pemilik
barang secara real time bisa mendapatkan informasi mengenai pengurusan
barang miliknya. Sistem ini juga paralel dengan penerapan modul epayment
layanan logistik nasional dengan empat layanan berupa penyediaan layanan port community system, inaport net,
domestic manifest, dan tracking
system.
Dengan sistem
ini, daya saing logistik nasional diharapkan dapat terus ditingkatkan yang
didukung pembangunan sejumlah hard
infrastructure untuk beberapa proyek pembangunan yang dijadwalkan
selesai dibangun pada 2013 dan 2014. Tahun ini pemerintah menyiapkan
investasi atau belanja modal sebesar USD20 miliar (ekuivalen Rp200 triliun)
untuk membangun dan meningkatkan infrastruktur.
Dana tersebut
digunakan untuk meningkatkan kapasitas jalan yang ada sekarang sepanjang
4.278 km, menambah jalan baru sepanjang 559 km, dan membangun jalur kereta
api sepanjang 380 km.Di samping itu juga akan dilakukan perbaikan terhadap
120 pelabuhan udara dan menambah 15 pelabuhan udara baru serta pembangunan
61 pelabuhan kapal laut.
Terkait
penopang sistem logistik nasional, dilakukan berbagai pengembangan
infrastruktur pelabuhan seperti pengembangan terminal peti kemas,
pengembangan Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai hub container port, serta
pengembangan terminal curah cair dan kering. Dalam APBN 2013 anggaran
pembangunan infrastruktur perhubungan mencapai Rp77,9 triliun untuk
memperlancar distribusi barang dan jasa dalam rangka peningkatan daya saing
produksi, serta menjalin keterhubungan antarwilayah.
Anggaran Rp77,9
triliun ini digunakan untuk pembangunan 15 bandar udara baru, pengembangan
dan rehabilitasi sekitar 120 bandar udara; pembangunan 383,37 kilometer
jalur kereta api baru, termasuk jalur ganda; serta pengadaan 84 unit
lokomotif,kereta rel disel (KRD), kereta rel listrik (KRL), tram, dan
railbus.
Kemudian
Pembangunan Jalan Lintas Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua sepanjang 19.370 km;
pembangunan kapal perintis dan penumpang sebanyak 20 unit; serta
pembangunan prasarana 61 dermaga penyeberangan. Pembangunan infrastruktur
juga didukung sejumlah proyek MP3EI yang telah berjalan selama ini.
Sepanjang 2012
pemerintah telah merealisasikan groundbreaking sebanyak 71 proyek dengan
total nilai investasi mencapai Rp212,3 triliun. Untuk 2013, proyek MP3EI
ditargetkan sebanyak 146 proyek groundbreaking dengan nilai investasi
Rp545,8 triliun.Sekitar Rp365 triliun di antaranya dialokasikan pada
kawasan timur Indonesia. Sebanyak 146 proyek itu terdiri atas 82 proyek
infrastruktur dengan nilai Rp143 triliun dan 64 proyek sektor riil dengan
total nilai sebesar Rp402 triliun.
Dari 82 proyek
pembangunan infrastruktur tersebut yang akan groundbreaking pada 2013
tersebar di koridor Sumatera sebanyak 32 proyek (Rp25,8 triliun), Jawa 13
proyek (Rp74,8 triliun),Kalimantan 9 proyek (Rp14,6 triliun), Sulawesi 9
proyek (Rp7,8 triliun), Bali-NTB 5 proyek (Rp16,8 triliun), dan koridor
Papua-Maluku 14 proyek (Rp3,08 triliun). Sampai akhir 2013 program MP3EI
diharapkan dapat merealisasikan 330 proyek pembangunan dengan nilai
investasi Rp1.169,71 triliun.
Selain itu,
untuk mendorong keterhubungan domestik dan efektivitas-efisiensi
transportasi laut, pemerintah juga telah menargetkan pembangunan sekitar 90
pelabuhan yang akan selesai dibangun hingga 2014 (10 pelabuhan di antaranya
dikhususkan untuk kapal pesiar). Kebutuhan investasi untuk pengembangan
pelabuhan di Indonesia hingga 2030 diperkirakan mencapai USD46,112 miliar
(Rp439,67 triliun).
Pemerintah
menyiapkan 31,7% atau USD14,613 miliar dari total anggaran tersebut dan
selebihnya USD31,499 miliar atau 68,3% diharapkan dapat diperoleh dari
investor melalui mekanisme publicprivate-partnership.
Untuk periode 2011-2015, investasi pengembangan pelabuhan diperkirakan
mencapai USD12,114 miliar. Sebesar 42,5% atau USD5,148 miliar berasal dari
pemerintah, sedangkan USD6,966 miliar atau 57,5% dari investor swasta.
Dalam lima
tahun mendatang, ada 26 pelabuhan yang akan dikembangkan antara lain
Banjarmasin, Pontianak, Batam, Madura, Cilamaya, Palembang, Kuala
Tanjung,Panjang, Ambon, Dumai, Teluk Bayur, Makassar, Banjarmasin, Bitung,
Tanjung Emas, Probolinggo, Balikpapan, Jayapura, Sorong, Pasean, Maloy,
Pleihari, Sei Gintung, Gorontalo, Pantoloan,dan Pare-Pare.
Pada 2013
direncanakan sekitar 91 pelabuhan baru yang beroperasi, sementara pada 2014
sebanyak 70 pelabuhan. Dana pembangunan pelabuhan dalam APBN 2013
dialokasikan sekitar Rp9 triliun. Target pemerintah hingga 2030, pelabuhan-pelabuhan
di Indonesia dapat menjadi hub internasional yang berdaya saing tinggi.
Pembangunan
Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera utara dan Pelabuhan Bitung di Sulawesi
Utara merupakan salah satu wujud keseriusan untuk mewujudkan Indonesia
sebagai international hub di kawasan dan memaksimalkan potensi maritim
nasional. Dalam Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang cetak biru
pengembangan sistem logistik nasional, pemerintah menargetkan sistem
logistik nasional yang terintegrasi dengan layanan yang andal.
Integrasi
jaringan konektivitas fisik terutama sistem transportasi laut serta
jaringan konektivitas virtual yang didukung ICT diharapkan tidak hanya
sebagai penopang daya saing logistik, tetapi juga sebagai stimulus
pertumbuhan daerah,penekan disparitas harga, dan pendorong distribusi
pendapatan yang lebih merata. Sistem logistik nasional ini diharapkan dapat
menjadi acuan dalam mendorong daya saing logistik nasional sehingga daya
saing produk/jasa dapat terus ditingkatkan.
Sistem ini juga
diharapkan dapat mereduksi ekonomi biaya tinggi yang selama ini menjadi
perhatian pemerintah, memperlancar distribusi barang dan jasa, serta
menghindari terkonsentrasinya pertumbuhan di lokasi tertentu.
Dengan sistem
logistik nasional yang didukung percepatan pembangunan infrastruktur,
pemerintah mengharapkan pertumbuhan dan penyebaran pembangunan dapat lebih
ditingkatkan. Hal ini tentu akan menciptakan iklim investasi menjadi lebih
baik lagi secara nasional dan mampu menekan biaya logistik di bawah 10%
pada akhir 2014. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar