PEMBOCORAN surat perintah dimulainya penyidikan
(sprindik) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Ketua Umum DPP
Partai Demokrat Anas Urbaningrum menjadi bukti upaya pelemahan komisi antikorupsi
itu tak pernah berhenti. Hikmah lain, rakyat diingatkan bahwa selama
kekuasaaan dan penguasa tak bisa menahan diri maka upaya mewujudkan KPK
yang bersih dan independen adalah mission impossible.
Masyarakat tak hanya menunggu hasil investigasi KPK
terkait pembocoran surat penting itu tapi juga ingin melihat bagaimana cara
komisi antikorupsi itu menuntaskannya. Terutama terhadap pembocor dokumen
itu dan mengungkapkan motifnya. Bermotif mengacaukan proses hukum atau
berlatar belakang politik?
Bagaimanapun pembocoran sprindik sulit dipisahkan
dari pernyataan Presiden SBY yang bernada imbauan kepada KPK mengenai
percepatan kejelasan status hukum Anas. Memang tidak ada pemaksaan hanya
persoalannya, itu pernyataan presiden yang kebetulan ketua dewan pembina
partai yang diketuai Anas. Karena itu, pemaknaan dari pernyataan presiden
bisa melebar.
Kita patut menyesalkan pernyataan presiden karena
berkesan tidak bisa menahan diri. Kalau imbauan itu disuarakan menteri,
gubernur, atau pengusaha, sudah pasti dianggap angin lalu. Sedemikian
penting persoalan internal partai yang dibinanya sehingga SBY mengeluarkan
imbauan itu.
Di sisi lain, terhadap sejumlah kasus hukum yang
merugikan rakyat dan negara, tindakan SBY berkesan minimalis. Semisal
terhadap kasus Bank Century yang melibatkan Boediono (kini wapres) yang
sudah berjalan tiga tahun. Karena itu, pihak yang berseberangan dengan
Anas, atau pihak yang sekadar ingin menyenangkanpresiden, akan mengolah
pernyataan presiden itu sedemikian rupa .
Pasalnya, dari pernyataan bernada imbauan itu
terbersit minat atau kehendak presiden sehingga ”terjadilah” pembocoran
sprindik tersebut. Dengan berupaya membocorkan surat perintah penyidikan
terhadap Anas, pihak-pihak tertentu itu merasa sudah membantu dan
menyenangkan presiden.
Sudah barang tentu presiden tak pernah mengeluarkan
perintah kepada stafnya untuk mencari tahu sprindik KPK atas status hukum
Anas. Karena itu, pada awalnya khalayak memercayai penjelasan kantor
kepresidenan mengenai posisi SBY dalam kasus ini. Tetapi tak semua orang
mau percaya begitu saja dengan penjelasan tersebut.
Karena sprindik yang dibocorkan itu bersumber dari
dokumen asli KPK, masyarakat seperti mendapat gambaran tentang status hukum
Anas. Dokumen itu menegaskan Anas sebagai tersangka karena menerima
gratifikasi mobil Toyota Harrier tatkala menjadi anggota DPR.
Dengan demikian, pembocor sprindik itu benar-benar
mempersulit posisi KPK karena seperti ”dipaksa” tak boleh mengubah muatan
surat itu.
Padahal, menurut Adnan Pandupradja, sprindik Anas
belum layak diterbitkan karena belum ada gelar perkara yang dihadiri semua
pimpinan komisi itu. Kalau dari gelar perkara itu pimpinan KPK sepakat
menerbitkan sprindik, bisa dikatakan tak ada kegaduhan karena surat
perintah itu memang sudah diperkirakan. Tentu akan sangat merepotkan jika
pimpinan KPK belum bersepakat menerbitkan sprindik setelah gelar perkara.
Bagaimanapun, dugaan pembocoran sprindik berdampak
buruk bagi KPK. Logis bila muncul anggapan bahwa komisi antikorupsi itu
bisa diintervensi oleh penguasa. Ekstremnya, KPK sudah menjadi alat politik
penguasa. Boleh jadi, ketika tiba saatnya nanti KPK secara resmi
mengeluarkan sprindik dimaksud, anggapan seperti ini tidak akan hilang
begitu saja.
Ada
Konspirasi
Karena itu, penting bagi pimpinan KPK untuk selalu
menyadari bahwa upaya merusak kredibilitas, reputasi, dan soliditas
kepemimpinan komisi itu tak akan berhenti pada modus pembocoran sprindik.
Sejalan dengan peningkatan kualitas independensi dan ketajaman pisau KPK,
upaya melemahkan dan menghancurkan komisi itu terus berlanjut melalui
berbagai modus.
Belajar dari pembocoran sprindik, kewaspadaan
pimpinan KPK menjadi keharusan. Pasalnya, upaya pelemahan komisi antirasuah
itu tidak hanya bersumber dari kekuatan eksternal tapi juga bisa dari
internal yang berkonspirasi dengan eksternal.
Di negeri yang sarat praktik korupsi seperti
Indonesia, institusi seperti KPK akan selalu menjadi sasaran tembak.
Rongrongan tak hanya datang dari komunitas koruptor tapi juga penguasa.
Karena itu, mewujudkan KPK yang bersih dan independen ibarat pekerjaan
mulia yang harus diwujudkan kendati menghadapi tantangan berat.
Itulah pentingnya pimpinan KPK selalu waspada, dan
tak kalah penting segera memperbaiki manajemen. Kalau sprindik bisa
dibocorkan, itu pertanda kekuatan di luar yg ingin memperlemah KPK makin
intens bermain. Selain memuat agenda kepentingan politik, kasus pembocoran
surat perintah itu merupakan modus lain dari upaya melemahkan sekaligus
merusak soliditas kepemimpinan komisi itu.
Mengingat mempertaruhkan reputasi dan kredibilitas,
KPK harus berani menuntaskan kasus ini tanpa kompromi dan toleransi. Siapa
pun orangnya yang terlibat harus ditindak tegas, dengan sanksi maksimal
supaya tumbuh efek jera.
Untuk memenuhi tuntutan trasparansi, saya mendesak
hasil investigasi internal dipaparkan kepada publik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar