Menyambut
Buku Gratis
Sri Mulyati ; Dosen IKIP
Veteran Semarang,
Guru MTs Nurul
Huda Mangkang Semarang
|
|
SUARA
MERDEKA, 09 Februari 2013
Di luar persoalan
''kebingungan'' kalangan pendidik, peserta didik dan orang tua mereka
terkait pemberlakuan kurikulum baru mulai tahun ajaran 2013-2014, ada
kabar menarik mengiringi kebijakan baru tersebut. Pemerintah berencana
memberikan buku-buku pelajaran secara gratis.
Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud Diah Harianti mengatakakan
hingga saat in kementerian itu masih menyempurnakan isi model buku
tersebut, dan belum memutuskan pencetakannya oleh negara atau swasta.
Pemberian buku gratis itu tentu menjadi hal positif bagi Kemendikbud
mengingat pada waktu bersamaan memulai menerapkan kurikulum baru. Lebih
penting lagi, dapat meringankan beban orang tua peserta didik mengingat
harga buku-buku pelajaran kini cukup mahal dan memberatkan orang tua siswa.
Buku pelajaran gratis akan membuat pendidikan dasar hingga menengah atas
(SD, SMP, SMA) makin bisa dijangkau oleh masyarakat kurang mampu, terlebih
sebelumnya ada program bantuan operasional sekolah (BOS). Hal itu tentu
makin mempercepat ketercapaian indeks kualitas SDM Indonesia.
Namun sebelum merealisasikan pemberian buku pelajaran gratis itu,
pemerintah perlu melakukan beberapa hal. Pertama; mengintegrasikan isi buku
itu dengan seluruh satuan tingkat pendidikan dan disesuaikan dengan
rasionalitas kondisi anak didik. Semisal buku pelajaran tingkat SD
harus dibuat sesuai dengan sistem pembelajaran pada jenjang itu.
Selain itu, satu tema yang diangkat oleh guru harus bisa diintegrasikan
pada 6 mapel wajib, yaitu Pendidikan Agama, PPKn, Matematika, Bahasa
Indonesia, Seni Budaya, serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Materi itu
harus saling berhubungan pada seluruh tingkatan kelas dan secara bertingkat
harus ''nyambung'' pada jenjang SMP hingga SMA.
Kedua; mengutamakan kualitas isi. Jangan sampai karena buku itu gratis,
pemerintah mengabaikan kualitas. Buku itu harus berisi mapel lengkap dan
detail, baik dalam segi uraian maupun penggambaran. Isi buku juga harus
mudah diterapkan anak didik dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai anak
didik terpaksa harus membeli lagi buku referensi lain.
Ketiga; pemerintah jangan sering mengganti atau mengubah kurikulum
pendidikan nasional. Pasalnya pergantian kurikulum membuat buku pelajaran
sebelumnya otomatis tidak ''nyambung'' lagi sehingga terpaksa harus ganti
buku pelajaran yang sesuai dengan kurikulum terbaru.
Menjaring Masukan
Jika pemerintah memutuskan untuk menggratiskan buku-buku pelajaran, berarti
juga harus konsisten mempertahankan kurikulum pendidikan dalam waktu cukup
lama. Apabila Kemendikbud menganggap kurikulum yang berlaku saat itu tidak
lagi up to date, akan lebih baik
bila hanya merevisi sebagian isi yang dirasa perlu. Pilihan itu jauh lebih bijak
daripada mengganti secara keseluruhan. Selain menghemat anggaran negara,
langkah itu tidak membingungkan guru dan peserta didik terkait dengan buku
referensi yang harus dipakai.
Untuk itu, guna menghasilkan kurikulum baru yang lebih bermutu dan
menghindari kesalahan atau perevisian isi maka seluruh isi dan makna dari
kurikulum terbaru yang sudah disusun itu, perlu ditelaah lebih cermat dan
teliti. Jika ada yang masih tidak cocok atau sulit diimplementasikan di
lapangan maka harus secepatnya direvisi selagi belum diterapkan.
Di sisi lain, pemerintah perlu membuat beberapa model buku pelajaran, dan
mengujinya dengan minta pendapat para pakar dan guru. Pelibatan pakar
dimaksudkan untuk menjaga mutu isi buku tersebut, sementara pelibatan guru
untuk memberi masukan supaya isi buku itu sesuai dengan kebutuhan peserta
didik. Untuk mewujudkan
akuntabilitas dan transparansi anggaran pengadaan buku gratis itu, seluruh
komponen masyarakat harus proaktif ikut mengawasi. Jangan sampai terjadi
penyunatan anggaran mulai tingkat pusat hingga daerah karena tindakan itu
berisiko mengurangi mutu dan kualitas buku gratis yang kelak
dibagikan. ●
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar