BAGI suami istri yang mendambakan seorang anak, terlebih
setelah lama menikah, kehamilan merupakan momen yang sangat membahagiakan.
Pemeriksaan kehamilan secara rutin dilakukan demi menjaga napas si buah
hati hingga terlahir ke dunia. ''Kehamilannya
baik-baik saja dan tidak ada masalah dengan janin dan sang ibu,'' kata
dokter setiap memeriksa kehamilan.
Kebahagiaan mendengar tangis pertama si bayi tidak dapat
diungkapkan dengan kata-kata oleh sang ibu. Harapan dan doa untuk masa
depan si anak pun dirapalkan. Tapi, betapa terpukulnya mereka setelah
dokter menyatakan bahwa anak mereka diduga mengalami salah satu kelainan
genetika. Hingga akhirnya dirujuk ke salah satu pelayanan genetika untuk
konsultasi dan melakukan serangkaian tes guna mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi pada si anak.
Penantian mencemaskan akhirnya berakhir: tes positif,
didapatkan hasil pemeriksaan kromosom 21 yang abnormal, biasa disebut Trisomy 21 alias down syndrome yang membuat terbelakang perkembangan anak.
Bagi seseorang, kelainan genetika yang dialami anggota
keluarga pastilah menjadi momok yang menakutkan. Apakah dirinya atau
keturunannya akan mengalami kelainan serupa? Bagaimana penyakit genetika
bisa terjadi dan apakah bisa diturunkan? Bagaimana masa depan individu dan
keluarga yang mengalami penyakit itu?
Kita pantas optimistis. Dengan terselesaikannya Human Genome Project 2003, bidang
ilmu genetika mengalami perkembangan pesat. Ditemukannya sejumlah gen yang
berperan dalam tubuh manusia membuat semakin banyak pula penyakit yang
awalnya tidak pernah diketahui bisa diantisipasi. Masyarakat sekarang
dituntut lebih aware terhadap segala kondisi penyakit
yang terjadi pada diri atau keluarga mereka.
Tentu tak terkecuali juga para tenaga kesehatan. Paparan
tentang genetika perlu menjadi pertimbangan tersendiri saat merawat dan
menyembuhkan pasien. Penanganan masalah genetika hendaknya diberikan oleh
orang yang tepat agar tak salah informasi dan keliru persepsi.
Konseling genetika kian menjadi kebutuhan. The Genetic Counseling Definition Task
Force of the National Society of Genetic Counselor (NSGC) 2006
mendefinisikan, konseling genetika merupakan suatu proses menolong orang
untuk mengerti dan mengadaptasi efek medis, psikologis, implikasi keluarga,
dan kontribusi genetik terhadap penyakit.
Proses itu meliputi, pertama, penelusuran riwayat
kesehatan keluarga dan anamnesis
medis untuk mengetahui kemungkinan terjadinya atau kejadian yang
berulang dari penyakit di dalam keluarga. Kedua, mengedukasi pola penurunan penyakit, pemeriksaan,
manajemen, serta yang terkait dengan penyakit genetik. Ketiga, konseling
untuk memberikan pengetahuan tentang pilihan yang harus diambil atas risiko
atau kondisi penyakit.
Singkatnya, konseling genetika adalah proses yang
terfokus pada pemberian informasi genetika yang bersifat dinamis dan
psikodinamis melalui hubungan terapeutik antara konselor dan klien. Klien
akan difasilitasi dalam menggunakan informasi genetika yang telah diperolehnya
untuk meminimalkan tekanan psikologis yang terjadi, sehingga akhirnya bisa
digunakan untuk meningkatkan kontrol diri. Bukan hanya masalah fisik
(genetik) yang diselesaikan konseling genetika, namun sisi psikologis dan
psikososial juga selalu dipertimbangkan.
Untuk lebih memberikan pelayanan kesehatan secara
komprehensif kepada klien dengan penyakit genetika, pelayanan konseling
genetika sangat diperlukan. Klien akan lebih merasa terbantu dan
terfasilitasi, sehingga kegalauan-kegalauannya bisa segera ditangani.
Di negara kita, memiliki anggota keluarga atau menjadi
seorang yang mempunyai kelainan genetik masih dianggap sebagai aib. Bahkan,
secara salah kaprah dianggap ''karma'' atas perilaku seseorang. Berbeda
dari penyikapan di negara maju seperti yang saya alami ketika belajar di
Singapura lewat Program Beasiswa Unggulan Bantuan LN Biro Perencanaan dan
Kerja Sama Luar Negeri (BPKLN) 2011 Kemendiknas.
Saya cermati, di KK Women's
and Children's Hospital, rumah sakit pendidikan National University of Singapore (NUS), konseling genetika
telah dilakukan di semua lini. Contohnya, konseling genetika diberikan
sejak awal kehamilan. Ditawarkan prenatal screening untuk
mendeteksi apakah kehamilan terpapar salah satu kelainan genetik, sebut
saja down syndrome. Lebih lanjut, tes diagnostik seperti amniocentesis danchorionic villus sampling (CVS) akan dilakukan untuk memastikan kelainan
genetik yang terjadi pada kehamilan. Dengan demikian, masalah yang muncul
telah dikenali sejak awal dan dapat dipersiapkan rencana serta tindakan
selanjutnya, sehingga orang tua lebih siap.
Selain itu, konseling genetika dilakukan pada anak-anak
atau individu yang telah terdeteksi kelainan genetik tertentu. Penjelasan
tentang penyakit dan penanganannya akan memberikan ''secercah harapan''
untuk meningkatkan kualitas hidup klien.
Banyak hal yang bisa kita ubah dengan mempertimbangkan
hal-hal kecil yang semula kita anggap tidak urgen dan terlalu muluk-muluk
seperti konseling genetika. Kini fasilitas itu makin banyak di Indonesia
dan akan menjadi tren seiring kesadaran kesehatan yang meningkat.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar