Tujuh dan
Imaji Politik Masa Depan
Muhammad Wahidi ; Peneliti di Lingkaran Metalogi dan
Filsafat Islam
Ushuluddin UIN
Yogyakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 16 Januari 2013
DALAM pengundian nomor urut partai kontestan
Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, nomor tujuh menjadi milik Partai Demokrat (PD)
alias partai penguasa. Partai yang sejauh ini masih menjadi bahan perdebatan
hangat di kalangan elite politik karena sejumlah kader mereka, seperti Angelina
Sondakh dan Muhammad Nazaruddin, terlibat kasus korupsi. Menurut Ketua Fraksi
PD Nurhayati Alie Assegaf, angka tujuh merupakan angka kramat. Maksudnya
kramat ialah alamat Kantor DPP Partai Demokrat. Secara kebetulan, alamat PD
di Graha Kramat VII, Jalan Kramat Raya 146, Jakarta Pusat.
Namun, terlepas dari klaim alamat kantor,
nomor tujuh tidak bisa begitu saja diabaikan. Di satu sisi, di samping alasan
tujuh menjadi nomor tren yang tak asing didengar dan dilihat dalam
keseharian. Contoh sederhana, nomor punggung pemain sepak bola dunia abad
ini, Cristiano Ronaldo, adalah nomor tujuh.
Di sisi lain, tujuh menjadi gerakan politik
melalui angka populer. Gaya politik tersebut tidak bisa dianggap remeh.
Kepopuleran tujuh menjadi daya tarik tersendiri di saat nomor lain kesulitan
menyosialisasikan nomor partai. Namun, bukan lantas nomor lain tidak bisa
bergerak dengan kualitas nomor urut partai. Seperti angka satu yang menjadi
milik Partai NasDem, jargon `kebenaran' bukan mustahil akan segera
dikampanyekan. Angka satu ialah angka keesaan bagi penganut monoteisme.
Dalam banyak hal, tujuh menjadi nomor yang
membekas dalam pikiran bangsa ini. Sejauh pengenalan terhadap angka, tujuh
ialah warna pelangi yang berwarna-warni dengan segala keindahannya. Ekspresi
estetika atau keindahan tersebut tak akan pernah luput dari dunia anak p
hingga dunia orangtua. Anakh anak menyebut angka tujuh amat sering ketika
guru menanyakan berapa warna pelangi.
Nomor tujuh selalu menyimpan rahasia. Tujuh
hari dalam sepekan, tujuh lapis langit dan bumi, tujuh warna pelangi, tujuh
rongga tubuh utama, tujuh jam ideal waktu kerja, 70 tahun usia rata-rata
manusia, 70 ribu malaikat penjaga. Tujuh keajaiban alam tak henti mengundang
pesona, pencerahan Isa Al-Masih awal Masehi, revolusi jahiliah abad ketujuh
jazirah Arab. Kini, NKRI akan menapaki usia 70 tahun pada 2015.
Tujuh Dalam Tradisi
Kesakralan nomor tujuh tidak ditemui di
Amerika praColumbian, tempat bangsa Maya percaya pada tujuh lapis langit dan
menganggap tujuh sebagai angka penjuru mata angin. Tujuh penjuru angin yang
diyakini masyarakat Amerika kuno sejatinya hendak menggambarkan keluasan alam
ini dengan beragam sudut arah angin.
Suatu ilustrasi kritis bahwa tujuh penjuru
mata angin kerap dipakai PD untuk melanggengkan kekuasaan mereka.
Kredibilitas jilid II SBY sejatinya masih banyak mengundang polemik dan
persoalan yang belum terselesaikan. Namun, ketidakpuasan publik nyaris
tertutupi oleh kebijakan-kebijakan yang setengah hati.
Di internal partai, siapa yang akan menduga
20% akan menjadi syarat kontestan partai Pilpres 2014. Secara konstitusional,
memang hal itu sudah menjadi konsensus. Namun, di lain pihak, justru banyak
partai kecil amat dirugikan dan menjurus ada dugaan intervensi partai
penguasa di balik layar untuk melanggengkan kekuasaan di masa mendatang.
Dalam tradisi Jawa, ada momen tertentu yang
berhubungan dengan angka tujuh. Sebagai contoh, ketika orang hamil sudah usia
tujuh bulan, diadakan selamatan dengan istilah yang disebut tingkepan.
Lalu pada bayi yang telah berusia tujuh bulan,
ada prosesi yang dinamai turun tanah. Persyaratan upacara adat tertentu harus
menggunakan kembang tujuh rupa, mandi tujuh sumur. Juga tentang mitos
kekayaan yang sampai tujuh turunan.
Imaji Masa Depan
Pertanyaan kemudian, apa kah angka tujuh akan
menjawab bahwa presiden ketujuh akan jatuh ke PD lagi pada 2014 nanti seiring
dengan nomor tujuh milik partai tersebut? Sebuah teka-teki politik yang tidak
semua orang menyadari hal itu. Ketidaksadaran tersebut memang tak lepas dari
gonjang-ganjing politik di negeri ini. Silih berganti kasus korupsi
menyelimuti daya kritis bangsa yang dengan sengaja dipoles demikian oleh
elite pemerintahan. Pada titik itu, tujuh akan menjadi imaji, absurditas,
teka-teki, dan misteri politik negeri ini ke depan.
Dalam sisi historis, tujuh dalam imaji bangsa
Indonesia amat bermuatan ideologi. Angka itu tidak semata-mata angka tanpa
makna, tetapi bergerak dalam satu gerakan kolonialisme.
Penulisan tujuh yang diajarkan guru-guru pada
waktu sekolah dasar dengan menggunakan garis tengah pada hakikatnya merupakan
tali atau garis bahwa pengaruh Belanda harus tetap ada. Penulisan tersebut
memang mentradisi sejak zaman kolonial Belanda.
Namun apa yang terjadi saat ini bukan tujuh
dengan garis, melainkan tujuh dalam bentuk tunggal. Tujuh bentuk baru itu
ialah tujuh yang secara identitas ideologikolonial tidak ada, tetapi lebih
mencerminkan paradoks ideologi-politik partai yang sejak saat ini tengah
dimulai dan dikumandangkan. Jadi kritislah.
Nomor tujuh merupakan misteri bagi PD. Angka
itu bisa harum bak semerbak daun tujuh rupa atau partai tersebut akan kaya
selama tujuh turunan dengan melenggangkan diri di puncak kekuasaan. Konon,
ramalan jangka Jayabaya mengingatkan.
Tujuh satrio
piningit Ronggowarsito dikabarkan satrio
kinunjoro murwo kuncoro, satrio mukti wibowo kesandung kesampar, satrio
jinumput sumelo atur, satrio lelono topo ngrame, satrio piningit hamong
tuwuh, satrio boyong pambukaning gapuro, dan satrio pinandito sinisihan wahyu.
Enam dari tujuh satrio berurutan
ditafsirkan sebagai Bung Karno, Pak Harto, Habibie, Gus Dur, Megawati, dan
SBY. Tinggal satu lagi satrio piningit
ketujuh, satrio pinandito sinisihan
wahyu.
Apakah itu nantinya dari nomor tujuh? ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar