Pemimpin yang
Berakhlak
Irfan Sona ; Direktur Lembaga Kajian Ilmu Perbandingan
Agama
IAIN Walisongo, Aktivis Pemuda Semarang |
SUARA
KARYA, 18 Januari 2013
Kemerosotan akhlak
para pemimpin masa kini telah memberikan pengaruh negatif yang amat besar
bagi suatu instansi yang dipimpinnya. Dalam sebuah negara misalnya, dengan
tidak adanya sosok seorang pemimpin yang memiliki jiwa enterpreneur atau jiwa
kepemimpinan maka secara otomatis negara tersebut akan menjadi sangat sulit
untuk menjadi negara yang maju dimata dunia.
Lantas sosok pemimpin
yang bagaimakah yang bisa diharapkan agar bisa menjadi panutan dan bisa
menjadi seseorang yang benar-benar memberikan perubahan besar dalam kehidupan
ini? Negara Indonesia misalnya, yang mayoritas penduduknya beragama Islam
masih sangat sulit mencari sosok pemimpin yang benar-benar mampu dan tangguh
dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Kebanyakan pemimpin
sekarang cenderung bertolak bekakang dengan ucapannya terutama pada saat
mereka masih menjadi calon pemimpin ketika akan mengikuti pemilihan.
Kepintaran mereka digunakannya hanya untuk mengotak-atik kata menjadi sebuah
kalimat yang sulit diprediksi oleh masyarakat. Kepandaiannya beretorika misalnya,
hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok kecilnya.
Disisi
lain, mereka juga kerap menjadikan jabatan sebagai ajang untuk memperkaya
diri. Berbagai cara akan mereka lakukan untuk mendapatkan harta demi
memperkaya diri dan keluarga. Kekuasaan dimanfaatkan untuk mencuri harta
rakyat secara terang-terangan. Jadi, wajar jika seorang pakar perpolitikan
mengatakan, "kekuasaan itu cenderung korupsi". Ketidakadilan mereka
dalam memimpin telah membawa dampak yang buruk bagi kemajuan instansi yang
dipimpinnya.
Lantas
hal apa yang menjadikan mereka bertindak sewenang-wenang? Namun, sebelumnya
perlu dijawab apa yang dimaksud dengan pemimpin, apakah seorang yang bertugas
sebagai tukang perintah, atur, atau tukang pemrakasa?
Kebanyakan
dari pemimpin sekarang adalah seorang yang bekerja hanya memerintah saja,
tanpa mau ikut turun dalam mengerjakan pekerjaan yang diperintahkan kepada
bawahannya. Karena, anggapannya dia yang maha berkuasa, sehingga merasa bebas
mau melakukan apa saja sekehendak hatinya tanpa memikirkan kemaslahatan
bersama. Oleh sebab itu, perlu dipahami secara jelas tentang siapa dan apa
itu pemimpin. Pemimpin yang seperti apa yang didambakan oleh masyarakat.
Meminjam
istilah Henry Pratt Faiechild dalam buku Kartini Kartono (1994:33)
mengungkapkan, pengertian pemimpin ialah seorang yang dengan jalan
memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir
atau mengontrol usaha atau upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan
dan posisi.
Sosok
pemimpin seperti itulah yang sangat diharapkan untuk negara seperti Indonesia
ini. Pemimpin yang mampu menjadi manejer sekaligus suri teladan bagi rakyat
atau bawahannya. Sejauh ini, para petinggi negara bisa dikatakan tidak
memiliki jiwa-jiwa kepemimpinan seperti ini, sehingga tidak jarang usaha yang
mereka lakukan akan mengalami keterbalikan hasil dari apa yang diharapkan
oleh masyarakat umum.
Dalam
pengertian yang terbatas, seorang pemimpin adalah sosok yang benar-benar bisa
membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas ilmu pengetahuan dan pengalaman
yang dimilikinya dan, juga mampu membuat anggota yang ada dibawahnya menjadi
sosok yang berjiwa entertainer seperti dirinya.
Ada
beberapa faktor yang bisa mempengaruhi kemampuan kepemimpinan seseorang.
Pertama, faktor individu adalah yang dipengaruhi oleh kepribadian, tingkah
laku, karakteristik, sifat, motivasi, tanggung jawab, dan berwawasan luas
dari seorang pemimpin tersebut. Di sini pemimpin dituntut untuk memiliki
sikap dan sifat tersebut. Tujuannya, agar pemimpin itu benar-benar bisa
menjadi contoh bagi orang yang dipimpinnya.
Kedua,
faktor lingkungan, adalah faktor yang terbentuk dari keluarga, teman kerja,
tetangga, dan masyarakat luas. Faktor ini biasanya hanya sebagai pendukung
saja akan tetapi sangat penting untuk dimiliki oleh seseorang yang ingin
menjadi pemimpin. Karena keluarga adalah pusat keseharian yang selalu
berhubungan dengan setiap orang. Jadi kita tidak bisa mengabaikan keluarga
dalam membentuk karakter pemimpin yang handal. Begitu juga dengan teman-teman
kerja, mereka yang lebih tahu terhadap kemampuan kita dalam bekerja, sehingga
saran-saran dan kritikan dari mereka akan sangat membatu kita dalam
mewujudkan sifat kepemimpinan itu. Dan, masyarakat luas adalah tempat dimana
seseorang diuji terhadap kepemimpinannya.
Selain itu segala
ide-ide kreatif yang mereka miliki akan sangat berarti bagi kita demi masa
depan kepemimpinan kita nantinya. Dengan adanya ide-ide yang sebelumnya tidak
kita miliki, maka diharapkan melalui ide tersebut kita bisa menciptakan
sebuah terobosan baru dalam masyarakat.
Ketiga, faktor sosial,
yakni individu harus bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
Misalnya, dengan keluarga, teman bisnis, dan pastinya masyarakat sekitar.
Ketiga elemen ini adalah sentral yang selalu hadir dalam kehidupan.
Selain itu, ada faktor
lain yang tidak kalah pentingnya yakni pemahaman mengenai ilmu agama yang
harus dimiliki setiap individu. Kurangnya pengetahuan akan agama pasti
memberikan dampak yang buruk bagi instansi yang dipimpinnya. Karena tidak
adanya pemahaman dan pengamalan ilmu agama yang jelas itulah yang menjadikan
para pemimpin bertindak sewenang-wenang.
Ini hendaknya menjadi
catatan utama bagi manusia sebagaimana Rasul telah memberikan contoh yang
nyata kepada manusia menjadi seorang pemimpin yang sukses sekaligus berakhlak
mulia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar