Sabtu, 19 Januari 2013

Di Balik Kunjungan PM Abe ke Asia Tenggara


Di Balik Kunjungan PM Abe ke Asia Tenggara
Bacelius Ruru ;  Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Hubungan Keuangan Regional (1990-1993), Ketua BAPPEPAM (1993-1995), Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan BUMN (1995-1998)
SINAR HARAPAN, 18 Januari 2013



Jumat (18/1), Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe dijadwalkan berkunjung ke Indonesia dan akan diterima oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Merdeka lazimnya seperti kunjungan kepala negara/kepala pemerintahan lainnya. Selain Indonesia, Abe akan berkunjung ke Filipina serta Vitenam.

Kunjungan ke luar negeri seorang PM baru secara tradisional memperlihatkan prioritas politik luar negeri dari negara tersebut ke depan, dan lazimnya masalah yang akan dibahas adalah hal yang berkaitan dengan hubungan bilateral, terutama di bidang ekonomi, keuangan, perdagangan, dan lain-lain.  

Sebenarnya, sesuai dengan tradisi yang sudah berlangsung lama di Jepang, sebagai PM baru hasil pemilihan umum terakhir, kunjungan luar negeri pertama seorang PM adalah  ke Amerika Serikat, mengingat Amerika Serikat adalah sekutu utama Jepang, baik di bidang perdagangan dan khususnya pertahanan.

Karena itu melalui jalur diplomatik komunikasi kedua pemerintahan telah dilakukan tetapi "secara halus" White House mengemukakan kunjungan PM Abe ke Washington dari sisi waktu kurang tepat bila dilakukan pada Januari, mengingat Obama sedang sibuk dalam rangka persiapan pelantikannya sebagai presiden terpilih untuk masa bakti keduanya. Oleh karena itu, Abe memilih berkunjung ke negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Penolakan AS?

Harian The Straits Times edisi 12 Januari memuat analisis dari Yo-Jung Chen, seorang mantan diplomat Prancis, tentang mengapa Washington belum menjadwalkan penerimaan kunjungan Abe. Ada beberapa catatan yang dikemukakan Chen tentang adanya ketidaksukaan pemerintahan Obama dengan beberapa hal yang terjadi sehubungan dengan terpilihnya Abe dan Partai Liberal Demokrat dalam pemilu terakhir.

Pertama, adanya ketidaksenangan pemerintahan Obama dengan nationalist stance dari Partai Liberal Demokrat, khususnya yang dikampanyekan oleh Abe, yang menempatkan AS dalam posisi kurang mengenakkan karena dengan demikian, AS dihadapkan secara langsung atau tidak dengan China akibat sengketa teritorial China-Jepang menyangkut pulau-pulau Senkaku/Diaoyu.

Menurut Chen, sebenarnya persoalan ini juga merupakan opini yang sudah beredar di kalangan tertentu, seperti yang disuarakan harian The New York Times menyangkut kemungkinan peningkatan ketegangan di kawasan Asia Timur Laut akibat kecenderungan yang bersifat ultranasional dari Abe. Upaya mengamendemen Pasal 9 Konstitusi Jepang juga dipandang sebagai suatu hal yang dapat meningkatkan ketegangan di kawasan Asia Timur Laut.

Kedua, tradisi Perdana Menteri Jepang terpilih yang melakukan kunjungan ke kuil Yasukuni, tempat di mana beberapa penjahat perang Perang Dunia II disimpan abu jenazahnya merupakan suatu tradisi yang oleh beberapa kalangan di AS dianggap sebagai tradisi yang tidak relevan dan hanya menimbulkan iritasi bagi China, Korea, dan Taiwan. Begitu pula pengingkaran yang secara berulang diutarakan oleh  pejabat Jepang tentang "Jugun Ianfu" yang hanya diakui sebagai “comfort women", walaupun sebenarnya mereka diperlakukan sebagai budak seks (sex slave).

Ketiga, penolakan kunjungan be juga berkaitan dengan keraguan Jepang memberikan komitmennya dalam rangka Trans Pacific Partnership (TPP) sebagai upaya AS untuk memperbaiki kondisi perekonomiannya melalui mekanisme perdagangan bebas antara AS dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik (Australia, Brunei, Malaysia, Singapura, Vietnam, Kanada, Meksiko, Peru, dan Chile) yang apabila berhasil akan merupakan kawasan perdagangan bebas terbesar dalam konteks WTO setelah NAFTA.

Keraguan Jepang sebenarnya menyangkut kepentingan domestiknya, terutama adanya oposisi dari kalangan petani, yang notabene adalah pendukung utama Partai Liberal Demokrat.

Keadaan ini memperlihatkan bahwa politik luar negeri AS menyangkut Jepang sebenarnya "secara halus” tidak lagi terlihat seperti apa yang tertuang dalam Pakta Pertahanan kedua negara.

Keadaan ini diperparah lagi dengan adanya keinginan masyarakat Okinawa agar pangkalan Angkatan Udara AS di Okinawa dipindahkan, karena di samping menimbulkan masalah polusi suara berupa naik turunnya pesawat tempur AS, juga disebabkan sering terjadinya pelecehan seksual oleh personel pasukan AS yang ditempatkan di Okinawa terhadap warga setempat. Padahal pasukan AS dikecualikan dari berlakunya Hukum Jepang sehingga setiap pelecehan seksual tidak diadili di Jepang.

Sifat dan pandangan AS terhadap Jepang memang berbeda dengan keadaan sewaktu dunia masih diliputi Perang Dingin, di mana peran Jepang dianggap sebagai salah satu sekutu penting bagi AS dalam rangka kebijakan pembendungan (Containment Policy) atas China dan Uni Soviet waktu itu.

Manfaat bagi Indonesia

Kunjungan Abe ke Vietnam, Filipina, dan Indonesia dapat dilihat dari dua sisi pendekatan. Pertama, bidang ekonomi, khususnya dalam rangka investasi dan perdagangan. Kedua, bidang pertahanan/keamanan. Bidang ekonomi akan mendapatkan penekanan karena adanya gejala anti-Jepang yang semakin dalam di China sejak pemerintah Jepang secara resmi membeli Pulau Senkaku dari milik perorangan Jepang.

Perlakuan China terhadap perusahaan-perusahaan Jepang yang beroperasi di China tampaknya sudah dirasakan "melewati batas" oleh Jepang. Oleh karena itu Jepang melihat Asia Tenggara sebagai potensi untuk menggantikan China sebagai lokasi investasi perusahaan-perusahaan Jepang yang mungkin akan melakukan relokasi usahanya.

Indonesia sebagai negara dengan PDB terbesar di Asia Tenggara serta potensi sumber daya alamnya dan pasar domestik yang juga salah satu terbesar di Asia Pasifik dirasakan tepat untuk meningkatkan kegiatan di bidang perdagangan dan investasi.

Di bidang pertahanan/keamanan Jepang akan mencoba menggalang suatu kemungkinan kerja sama di bidang ini, setidaknya menciptakan suatu kesamaan kebijakan terhadap China sebagaimana juga yang dilakukan Jepang terhadap India dan Australia.

China sebagai negara dengan PDB terbesar kedua setelah Amerika Serikat menjadi semakin “percaya diri” dan karenanya menunjukkan sifat nasionalisme yang dianggap eksesif oleh Jepang merasakan perlunya Jepang menggalang kerja sama dengan sesama negara yang merasa terancam oleh China.

Bagi Indonesia, kesempatan kunjungan Abe tampaknya akan lebih diutamakan pada bidang kerja sama di bidang ekonomi, terutama bidang investasi dan perdagangan. Hal ini disebabkan Indonesia tidak mempunyai klaim teritorial atas wilayah yang juga diklaim China, seperti Vietnam dan Filipina.

Karena itu kunjungan ini patut dihargai dan diupayakan agar investasi Jepang di Indonesia bukan saja di bidang otomotif dan atau elektronik, tapi terutama di bidang infrastruktur yang memang sangat diperlukan Indonesia. Begitu pula upaya peningkatan ekspor Indonesia ke Jepang harus terus diupayakan agar Indonesia tidak mengalami defisit di bidang neraca perdagangan yang bisa berdampak negatif terhadap aspek makro ekonomi kita.

Selamat datang Abe. Semoga kunjungan Anda membawa manfaat positif bagi kedua negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar