Sahabatku,
Andi Mallarangeng
Moh Mahfud MD ; Guru Besar Hukum Konstitusi
|
SINDO,
22 Desember 2012
Meski sejak beberapa pekan terakhir saya sudah menduga bahwa
Andi Alifian Mallarangeng akan dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), tetap saja saya terkejut ketika KPK benar-benar menjadikan
Andi sebagai tersangka.
Sejak awal saya kenal Andi adalah orang yang bersih, prodemokrasi, dan antikorupsi. Tapi itulah faktanya, dia yang antikorupsi ternyata harus menjadi tersangka tindak pidana korupsi. Saya berkenalan dengan Andi Mallarangeng pada 1991 saat saya melakukan studi pustaka di Amerika Serikat untuk penulisan disertasi saya pada program doktor di Universitas Gadjah Mada. Setelah beberapa bulan mendekam di Pusat Studi Asia, Columbia University, New York, saya melanjutkan studi pustaka di Northern Illinois University (NIU), DeKalb, tak jauh dari Chicago. Di universitas tersebut ada Dwight King, seorang profesor yang ahli tentang Indonesia yang ikut mendidik ilmuwan-ilmuwan kita seperti Ryaas Rasyid, Afan Gaffar, Riswandha Imawan, Andi Mallarangeng, dan Anies Baswedan. Saat tiba di DeKalb itu saya disambut Andi Mallarangeng yang kala itu sedang menyusun disertasi doktornya di bawah bimbingan King. Selain sebagai ketua perumahan universitas, semacam kepala asrama universitas, Andi juga menjabat sebagai presiden komunitas muslim untuk kawasan tengah Amerika Serikat. Karena kedudukannya yang penting itu, saya diberi kamar gratis di masjid kecil yang menjadi tempat berkumpulnya orang-orang Islam dari berbagai negara di kota kecil tersebut. Selama beberapa bulan berkumpul dengan Andi, saya punya kesan kuat bahwa selain cerdas, dia juga orang yang lurus. Hidupnya biasa-biasa saja, tak pernah neko-neko. Andi dan keluarganya sangat Indonesiawi, hangat, penuh keakraban, dan suka membantu kawan. Kalau saya perlu sesuatu selalu disediakan atau diantar untuk mendapatkannya baik oleh Andi maupun oleh Mbak Pipit, istrinya. Dari percakapan-percakapan yang sering kami lakukan itu, saya menjadi yakin bahwa Andi adalah seorang idealis, tak berwatak korup, dan siap berjuang untuk kemajuan bangsanya. Keseriusannya belajar di NIU dengan mempersiapkan disertasi tentang pemilu untuk penataan politik dan demokrasi di Indonesia saya yakini dipersiapkan untuk pengabdiannya kepada bangsa dan negaranya, Indonesia. Itulah sebabnya saya sangat gembira ketika, sepulang ke Indonesia, Andi ditarik ke level nasional oleh Ryaas Rasyid untuk kemudian namanya menjulang sebagai tokoh muda yang sampai-sampai oleh majalah Asiaweek dijuluki The Future Leader of Asia. Saya pun menjadi bangga dan turut berharap kepadanya. Ketika nama Andi dikait-kaitkan dengan kasus korupsi Hambalang,s emula saya masih tak percaya bahwa kasus Hambalang yang semula dilemparkan Nazaruddin itu benar-benar ada. Apalagi ada orang yang sekarang nyata-nyata terindikasi kuat ikut dalam pengurusan tanah Hambalang saat itu menanggapi ringan dengan wajah innocence, “Apa itu Hambalang? Saya tak pernah dengar.” Saat itu saya kirim SMS kepada Andi, “Saya percaya Mas Andi bersih, saya kenal Mas Andi.” Tapi ketika muncul kontroversi laporan BPK yang kemudian diumumkan secara resmi di Gedung DPR oleh Ketua BPK sendiri, saya mulai menjadi betul-betul percaya bahwa korupsi proyek di Hambalang memang ada. Orang yang tadinya mengaku tak pernah dengar proyek Hambalang jadi bungkam. Laporan BPK menyebut adanya kerugian negara, adanya pelanggaran hukum dalam penyediaan dana dari APBN, dan dugaan adanya pihak yang diperkaya. Ini jelas-jelas korupsi yang gila-gilaan. Saat itu pun saya masih agak ragù bahwa Andi terlibat dalam kasus itu. Tapi ketika pada tanggal 6 Desember lalu KPK menetapkan Andi sebagai tersangka, saya sulit untuk tak percaya bahwa Andi masuk dalam pusaran permainan itu. Sampai saat ini akurasi kekuatan pembuktian KPK selalu lebih dari 90% sehingga amat sulit bagi orang yang sudah menjadi tersangka bisa lolos. Saya bertanya,apakah Andi, sahabatku yang idealis, lurus, cerdas, pro-pemerintahan bersih dan demokrasi itu sudah berubah 180 derajat? Sulit rasanya memercayai itu. Tapi fakta penetapan sebagai tersangka oleh KPK itu adalah informasi untuk cenderung percaya bahwa itu adalah benar. Lalu apa yang menjerumuskan Andi ke kubangan beceksangkaan kuat “korupsi” yang seperti itu? Dari berbagai analisis saya atas fakta yang sering muncul baik dalam pemberitaan media massa maupun dalam persidangan perkara pemilukada di MK, sekurang-kurangnya ada tiga penyebab pejabat terperosok dalam korupsi. Pertama, karena sistem politik kita secara sistemik memang menjerumuskan pejabat, terutama yang punya keterikatan dengan parpol, untuk korupsi. Sulit bagi pejabat untuk menghindar dari tarikan untuk korupsi jika tak ingin terpental, terutama bagi pejabat yang punya kaitan dengan parpol itu. Pola perekrutan dan promosi politik secara sistemik sejak awal sudah koruptif, sementara rambu-rambu hukum untuk mencegahnya sangatlah tumpul. Kedua, kecanduan alias mabuk kekuasaan. Biasanya orang yang menikmati kekuasaan selalu ingin mempertahankan dan mengakumulasikan kekuasaan yang karena sistem yang korup, hal tersebut harus dibangun dengan biaya mahal yang bisa diperoleh melalui korupsi. Modal untuk tetap berkuasa atau mengakumulasikan kekuasaan, bahkan untuk mengembalikan modal dalam meraih kekuasaan, banyak yang kemudian dihimpun dari korupsi. Ketiga, karena permainan kroni dan orang-orang dekat seperti sahabat politik, famili, saudara, anak, istri yang menggunakan nama sang pejabat untuk melakukan korupsi tanpa pejabat itu sendiri tahu atau mampu mengantisipasinya. Apa pun, faktanya sekarang ini Andi sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Saya berharap agar, dengan idealisme yang kuat, sahabat saya Andi Mallarangeng bisa mengungkap keterlibatan semua pihak dalam kasus ini di forum pengadilan kelak. Demi kebaikan bagi bangsa dan negara yang sangat dicintai oleh Andi, kita berharap agar di pengadilan nanti Andi bukan hanya berusaha selamat dari hukuman, melainkan berani blak-blakan membuka siapa pun yang terlibat dalam kasus ini. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar