|
Pro Kontra
Upah Minimum
Jahen Fachrul Rezki ; Mahasiswa Master Bidang Ekonomi di University of York,
Inggris, Peraih Beasiswa Unggulan Dikti 2012
|
SINAR
HARAPAN, 05 Desember 2012
|
Gubernur DKI Jakarta akhirnya menaikkan upah minimum provinsi
(UMP) menjadi Rp 2,2 juta.
Kebijakan ini tentunya menimbulkan pro kontra dari berbagai pihak.
Pihak yang merasa diuntungkan tentunya para pekerja dan serikat buruh yang
terus menuntut kenaikan upah. Di sisi lain, para pengusaha menilai kebijakan
ini sangat memberatkan mereka karena biaya (cost) yang harus mereka keluarkan
untuk gaji pegawai menjadi lebih besar.
Para akademikus ikut terbelah dalam menilai kebijakan ini, ada
yang setuju, namun lebih banyak yang menyuarakan kritikan terhadap kebijakan
ini. Pihak yang setuju dengan kenaikan upah minimum menganggap bahwa dengan
dilakukannya kebijakan ini akan berdampak
pada peningkatan standar hidup kelompok masyarakat miskin, serta meningkatkan
standar hidup secara keseluruhan.
Di sisi lain, kenaikan upah diharapkan mampu meningkatkan
produktivitas pekerja dan juga menuntut mereka mengikuti pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan. Kelompok yang kontra dengan kebijakan ini juga
memiliki alasan logis.
Dengan adanya kebijakan menaikkan upah minimum, pihak yang akan
sangat dirugikan adalah usaha kecil yang tidak mampu membayar pekerjanya
lebih tinggi. Kenaikan upah juga diperkirakan akan meningkatkan harga sebagai
imbas dari naiknya upah dan biaya produksi produsen.
Isu upah minimum telah menjadi perdebatan secara global. Sejak diperkenalkan pertama kali
pada 1894 di Selandia Baru, pro kontra tentang perlunya menaikkan upah
minimum terus bergejolak.
Terakhir majalah The
Economist edisi 24 November 2012 memuat satu artikel
mengenai kebijakan ini. Menariknya, dalam artikel
tersebut diangkat beberapa temuan yang menunjukkan bahwa ternyata pelaksanaan
kebijakan upah minimum secara moderat bisa memberikan manfaat.
Salah satu penelitian yang menemukan manfaat dari kebijakan upah
minimum adalah studi yang dilakukan David Card dan Alan Krueger (1994). Mereka mencoba melihat dampak
kenaikan upah minimum terhadap restoran fast food di New Jersey dan
Pennsylvania, Amerika Serikat.
Hasilnya adalah setelah dilakukannya kebijakan kenaikan upah
minimum, ternyata terjadi kenaikan jumlah pekerja, berbeda dengan teori
ekonomi yang menyatakan sebaliknya.
Temuan ini dikritik berbagai pihak, salah satunya peraih Nobel
Ekonomi tahun 1992, Gary Becker. Studi
terbaru yang dilakukan Newmarket al (2012) juga senada dengan Becker.
Dalam kajian ini, mereka menemukan bahwa ternyata kenaikan
terhadap upah minimum memberikan dampak yang sangat buruk bagi tingkat
pengangguran. Temuan ini membantah studi yang dilakukan Card dan Krueger
sebelumnya.
Kerangka Ekonomi
Dari sisi ekonomi, temuan Card dan Krueger sangat berbeda dengan
teori ekonomi yang selama ini terjadi. Kenaikan upah minimum menyebabkan
terjadinya peningkatan jumlah pekerja (supply of labour). Kondisi ini karena naiknya upah
minimum menjadi insentif bagi para pekerja untuk masuk ke dalam pasar tenaga kerja (labour
market).
Di sisi lain, kenaikan upah menyebabkan perusahaan mengalami
kenaikan biaya yang harus mereka keluarkan. Akibatnya, perusahaan harus
mengurangi jumlah pekerja (demand for labour) yang akan dipekerjakan untuk
menghindari kemungkinan rugi akibat biaya yang semakin membengkak.
Karena jumlah pekerja yang tersedia lebih besar daripada
kemampuan perusahaan untuk mempekerjakan pegawai, timbullah kelebihan jumlah
pekerja (excess supply of labour) dan mereka ini yang masuk ke dalam kelompok
pengangguran (unemployment). Inilah yang melandasi kenapa banyak akademikus
menentang kebijakan kenaikan upah.
Tidak hanya itu, dari sisi pekerjanya sendiri, kebijakan
kenaikan upah minimum tentunya akan sangat merugikan pekerja yang memiliki
kualifikasi yang sangat rendah (unskilled labour) karena perusahaan hanya
akan menerima pekerja dengan kualifikasi yang tinggi (skilled labour) sesuai
dengan biaya yang mereka keluarkan. Realitas inilah yang menjadi ketakutan
banyak pihak sebagai imbas dari kenaikan upah minimum di DKI Jakarta.
Keputusan yang dibuat gubernur tidak hanya meningkatkan
kemungkinan bertambahnya tingkat pengangguran, tapi di sisi lain kebijakan ini akan menjadi
pintu masuk bagi masyarakat di daerah untuk mencoba peruntungan datang ke
Jakarta dan tentunya menambah jumlah penduduk Ibu Kota yang harus diurus oleh
pemerintah.
Belajar dari Inggris
Kebijakan upah minimum yang dilakukan Inggris bisa menjadi
contoh yang baik jika ingin tetap melakukan kebijakan upah minimum. Kebijakan
yang diterapkan melakukan pendekatan yang berbeda, baik bagi pekerja senior maupun
pekerja usia muda. Pemuda mendapatkan upah minimum yang lebih rendah
dibandingkan yang diperoleh pekerja senior.
Perbedaan ini akan berubah tiap tahun sehingga pada akhirnya
para pekerja usia muda memiliki upah minimum yang sama dengan pekerja senior.
Pada saat ini, dampak dari kebijakan upah minimum terhadap pengangguran tidak
terlalu besar atau tidak ada.
Dampak yang paling mencolok dari kebijakan ini adalah penyebaran
upah. Kebijakan ini sepertinya mampu meningkatkan pendapatan secara
menyeluruh dan mengurangi kesenjangan pendapatan. Kesenjangan upah di Inggris
telah menurun drastis semenjak 1990-an.
Pihak yang paling diuntungkan dari kebijakan ini adalah
perempuan yang pendapatannya tidak terlalu jauh jika dibandingkan dengan
pekerja laki-laki. Pihak lain yang diuntungkan melalui kebijakan ini adalah
para pekerja yang selama ini memperoleh pendapatan sangat rendah.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar