REFLEKSI HARI IBU
Ibu, Pembentuk
Karakter Anak
Aida Zulaika Nasution Ismeth ; Wakil Ketua Badan Kehormatan DPD RI;
Ketua Umum Gerakan Masyarakat Peduli Akhlak Mulia Provinsi Kepulauan Riau |
SUARA
KARYA, 24 Desember 2012
"Ibu
adalah sekolah pertama" sebagaimana sudah popular diperkenalkan di dunia
pendidikan Islam. Pendidikan anak identik dengan pendidikan keluarga,
terutama oleh ibu. Dialah yang paling utama dan pertama bertanggung jawab
atas pendidikan anak dalam membentuk karakter. Karena, ibu adalah
"tangan kanan Tuhan" dalam mendidik anak manusia di bumi.
Ketika
Nabi ditanya, "Siapa yang paling utama dihormati?"
Nabi
menjawab, "Ibumu, ibumu, ibumu; kemudian ayahmu."
Dalam
konteks ini, ibulah yang punya andil besar dalam proses pendidikan anak,
mulai dari mengandung, melahirkan, menyusui, memelihara dan melayani. Sampai
anak itu bisa berdiri sendiri dalam melayani kebutuhannya.
Di
tangan ibulah, manusia hadir di bumi. Sentuhan tangan dan perasaannya yang
lembut mampu membalut dan melindungi manusia kecil tak berdaya dari berbagai
macam gangguan dari luar. Tuhan, Sang Pencipta manusia menganugerahkan
sebagian sifat kasih sayang-Nya pada seorang ibu, yang menjadi naluri kasih
sayang untuk melindungi anaknya.
Pahlawan
sejati dan abadi bagi kehidupan manusia adalah ibu, ibu, ibu, dan ayah. Oleh
karena itu, sangat pantas manusia berterima kasih kepada kedua orangtuanya
dan menyayangi mereka sebagaimana mereka menyayanginya di waktu kecil. Tuhan
memerintahkan manusia agar menghormati kedua orangtuanya dan menolong mereka
manakala sudah tua dan tak berdaya mencari nafkah dan tidak mampu melayani
dirinya sendiri. Tuhan menciptakan manusia dengan perantaraan mereka. Tak ada
manusia lahir tanpa ibu.
Al-Qur'an
mengisahkan dua orang ibu yang berjuang membela kehidupan anaknya. Pertama,
Maryam yang melahirkan Nabi Isa AS tanpa 'ayah'. Maryam berju-ang keras untuk
melahirkan Nabi Isa, tanpa seorang penolong pun dari pihak manusia. Hanya
semata-mata lewat pertolongan Allah SWT. Malaikat Jibril memanggil Maryam
agar mendekati pohon kurma yang berbuah matang dan mata air yang sudah
disediakan sebagai fasilitas untuk bersalin atau melahirkan.
Yang
kedua adalah Hajar, ibu dari Nabi Ismail. Ketika Allah SWT memerintahkan Nabi
Ibrahim AS membawa Hajar dan Ismail ke lembah Baqqah (Mekkah) dan kemudian
meninggalkan mereka hingga kehabis-an air minum. Ismail mulai merasa kehausan
dan menangis semakin keras, kakinya menghentak-hentak tanah. Di tengah
kebingungan dan khusuk berikhtiar untuk mencari air, ibunya terkejut ketika
melihat di bekas hentakan kaki Ismail keluar mata air memancar. Hajar pun
mendesis, "Zam-mi, zammi! (Kumpulah-kumpulah!)" Inilah yang kita
kenal dengan mata air zam-zam.
Pemeliharaan
dan pendidikan anak adalah tanggung jawab kita dalam keluarga. Oleh karena
itu, orangtua yakni ibu dan ayah punya peran besar dalam pembentukan karakter
anak.
Anak
begitu lahir, yang pertama ia rasakan adalah air susu ibunya (ASI), kemudian
mulai belajar mendengar suara dan mengenal wajah ibunya. Sentuhan dan belaian
seorang ibu terhadap anaknya sangat berpengaruh terhadap pembinaan karakter.
Sapaan dan komunikasi penuh kasih sayang dan kelembutan adalah
"nutrisi" bagi jiwa anak. Apalagi, jika pola-pola kasih sayang itu
sarat dengan nuansa agama, insya Allah akan menjadi anak shaleh alias
berkarakter.
Kehadiran
seorang ibu bagi anaknya sejak lahir sampai memasuki usia akil baligh inilah
masa gemilang atau masa keemasan. Di masa Inilah, karakter anak terbentuk
sebagai fondasi awal dalam pembinaan karakter secara berkelanjutan, seiring
dengan usia kedewasaan. Seorang ibu perlu banyak perhatian dalam po-la
pendidikan masa ini, karena sangat menentukan. Ibu sebagai tempat curhat
sebelum ia menyadari totalitas dirinya.
Anak
setelah usia baligh, biasanya cenderung mencari identitas dirinya sendiri.
Inilah yang disebut masa transisi dari usia anak-anak ke dewasa. Rasa
ketergantungan secara kejiwaan pada orangtua mulai berkurang, jiwanya mulai
berkelana ke sana ke mari untuk menyamakan, membedakan dan membandingkan
identitas dirinya dengan yang lain. Maka, pengaruh lingkungan sekolah dan
lingkungan teman pergaulan sangat berperan karena ia mulai lepas dari
pengawasan orangtuanya.
Ibu
adalah modeling dan patron perilaku untuk anak-anaknya. Ia sosok keteladanan
alias akhlak mulia. Segala sikap dan perilaku ibu dan ayah sering ditiru oleh
anaknya secara sadar atau tidak. Oleh sebab itu, harus hati-hati dengan
kebiasaan buruk, seperti berkata-kata, bersikap, dan melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan nilai agama dan etika sosial.
Di
samping itu , seorang anak perlu dibimbing secara langsung oleh kedua
orangtuanya terutama ibu. Ibu melatih anaknya bertutur kata baik, bersikap
santun, dan melakukan sesuatu secara tepat atau proporsional. Bahkan, secara
sengaja perlu mengontrol perilaku anaknya apabila sudah bersosial atau
bermasyarakat. Sebab, kadang-kadang perilaku buruk dalam pergaulan bisa
terbawa masuk ke dalam rumah tanpa disadari.
Dan, orangtua jangan
merasa tanggung jawabnya telah selesai ketika anak sudah disekolahkan.
Diserahkan sepenuhnya kepada guru yang mendidik akhlak atau karakternya,
karena merasa sudah membayar kepada sekolah dan guru, kemudian tanggung
jawabnya sudah selesai. Padahal orangtua masih tetap berperan dalam
pembentukan akhlakul karimah, karena jam tinggal bersama orangtua lebih lama
ketimbang di sekolah. Perilaku anak di sekolah pada hakikatnya adalah bawaan
dari rumah dan lingkungannya. Sangat disayangkan apabila orangtua lepas
tanggung jawab begitu saja dengan alasan anak sudah disekolahkan dan itu
adalah tugas guru. Mari kita mengenang jasa ibu sebagai pahlawan kemanusiaan
sejati yang merupakan guru pertama di rumah untuk anak-anaknya. Selamat berhari Ibu! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar