Etika Rekayasa
Genetika
A Sonny Keraf ; Pengajar
di Universitas
|
KOMPAS,
14 November 2012
Keputusan Komisi Keamanan Hayati Produk
Rekayasa Genetika untuk tidak melakukan penelitian ulang kepastian keamanan
pangan dan pakan produk rekayasa genetika impor menimbulkan kegelisahan moral
yang luar biasa.
Komisi Keamanan Hayati
Produk Rekayasa Genetika (KKH-PRG) perlu dan wajib menjelaskan kepada publik
alasan dasar di balik keputusannya itu. Sekadar beralasan bahwa penelitian
ulang akan melanggar etika penelitian merupakan penjelasan yang tak memadai.
Sebaliknya, menimbulkan pertanyaan dan kecurigaan serius tentang keabsahan
alasan dasar tersebut.
Pertama-tama harus
dijelaskan, prinsip etika penelitian manakah yang dilanggar seandainya
KKH-PRG melakukan penelitian ulang atas keamanan produk rekayasa genetika
impor. Kita berharap, alasan penolakan itu sungguh-sungguh didasarkan pada
alasan etika, yang dapat diterima dan dibenarkan—secara masuk akal—oleh
masyarakat.
Alasan
Etis
Pada tahap pertama, harus
ditegaskan—sesuai alasan keberadaan lembaga KKH-PRG—alasan dasar yang
membenarkan seluruh keputusan dan tindakan lembaga tersebut haruslah atas
nama keamanan produk rekayasa genetika terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan hidup. Alasan keamanan kesehatan dan dampak terhadap lingkungan
harus dipandang sebagai alasan etis paling dasar, menyangkut boleh tidaknya
secara etis sebuah produk rekayasa genetika diterima atau tidak.
Alasan perlindungan
terhadap keamanan kesehatan dan lingkungan inilah yang melahirkan lembaga
KKH-PRG. Ini alasan etis karena ini menyangkut hal paling fundamental bagi
kepentingan bersama manusia: kesehatan, kehidupan manusia.
Dampak terhadap lingkungan
hidup juga merupakan hal fundamental menyangkut kepentingan bersama manusia
Indonesia. Sebab, kerusakan lingkungan hidup dan ekosistem akibat produk
rekayasa genetika—cepat atau lambat—akan berpengaruh terhadap kehidupan pada
umumnya, termasuk kehidupan manusia. Atas dasar itu, alasan yang berkaitan
dengan keamanan terhadap dampak lingkungan hidup harus juga dipandang sebagai
alasan etis.
Oleh karena itu, terhadap
semua produk rekayasa genetika, termasuk produk impor, lembaga KKH-PRG punya
kewenangan etis untuk meneliti dan memastikan apakah produk impor itu tak
punya dampak membahayakan kesehatan manusia di Indonesia. Juga tak punya
dampak yang merusak dan merugikan bagi lingkungan hidup sekarang dan kelak di
kemudian hari.
Dalam hal ini, kesimpulan
mengenai aman atau tidak sebuah produk rekayasa genetika impor harus
didasarkan pada hasil penelitian dan kajian sendiri lembaga KKH-PRG. Jadi,
bukan didasarkan pada klaim dan pengakuan atau hasil penelitian lembaga luar
lainnya, apalagi oleh produsen atau proponen (pengusul)-nya.
Hal ini didasari oleh
beberapa pertimbangan. Pertama, proponen punya kepentingan sendiri, termasuk
kepentingan bisnis. Karena itu, ada konflik kepentingan yang harus diwaspadai
ketika mereka mengklaim produk rekayasa genetikanya sebagai aman bagi
kesehatan dan lingkungan. Betapapun canggih kemampuan teknologi serta
tingginya kredibilitas proponen, kecurigaan harus dikedepankan demi
melindungi kepentingan banyak orang (bonum commune).
Karena itu pula prinsip
kehati-hatian (precautionary principle) menjadi sangat relevan di sini agar
kita tidak terjebak oleh jaminan pihak proponen, yang pada akhirnya malah
bisa merugikan kepentingan dalam negeri. Adanya konflik kepentingan pada
produsen dan proponen itu saja sudah menjadi alasan etis yang masuk akal
untuk tidak percaya begitu saja kepada klaim dan pengakuan akan keamanan
produk rekayasa genetikanya.
Kedua, kenyataan adanya
perbedaan iklim, ras dan faktor-faktor ikutan serta sampingan lainnya harus
diperhitungkan dalam hal konsumsi produk rekayasa genetika. Tidak ada
kepastian deterministik bahwa apa yang aman di negara lain akan juga aman
bagi kita di Indonesia.
Untuk itulah perlu ada uji
keamanan hayati (keamanan kehidupan) khusus berlaku untuk Indonesia, yang
karena itulah diperlukan lembaga ini (baca: KKH-PRG). Seandainya apa yang
aman di negara lain dengan sendirinya juga aman bagi kita di Indonesia, untuk
apa ada lembaga seperti KKH-PRG?
Etika
Ilmu
Satu hal yang menimbulkan
pertanyaan serius: etika penelitian mana yang dilanggar seandainya KKH-PRG
melakukan penelitian dan uji keamanan hayati ulang? Ini sungguh aneh. Sebab,
justru sebaliknya, setiap hasil penelitian harus terbuka untuk diteliti,
dikritik, dibantah, bahkan dianggap sebagai sampah oleh peneliti lain.
Bukankah itu adalah hakikat sesungguhnya dari ilmu pengetahuan umumnya dan
penelitian ilmiah khususnya.
Ini didasarkan pada
keyakinan dasar bahwa tidak ada kebenaran mutlak yang harus diterima begitu
saja oleh semua peneliti dan ilmuwan. Demikian pula, tak ada keharusan bagi
semua peneliti dan ilmuwan untuk menerima begitu saja hasil penelitian
sejawatnya. Justru sebaliknya, semua hasil penelitian sejawatnya harus
diragukan kebenarannya untuk diuji ulang. Dengan kata lain, menerima begitu
saja klaim kebenaran—termasuk dalam hal ini klaim keamanan produk rekayasa
genetika—adalah sebuah pelanggaran etika dan hakikat ilmu yang paling
mendasar.
Bahkan kalau saja alasan
di balik itu adalah pelanggaran solidaritas sejawat, semacam tidak boleh
sesama sejawat ilmuwan dan peneliti saling meragukan dan karena itu meneliti
ulang hasil penelitian sejawat, ini pun harus ditolak demi kepentingan
publik. Solidaritas sejawat yang membahayakan kepentingan publik (kesehatan
manusia) harus ditolak dan sebaliknya harus dianggap sebagai
persetujuan—kalau bukan persekongkolan—jahat. Apalagi, sekali lagi,
solidaritas sejawat sesama peneliti dan ilmuwan, kalaupun itu ada, justru
menegasi hakikat penelitian ilmiah dan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Kita tentu tidak ingin
berburuk sangka terhadap keputusan dan pernyataan KKH-PRG untuk tidak
meneliti ulang keamanan produk rekayasa genetika impor. Oleh karena itu, kita
menunggu penjelasan lembaga ini atas keputusan dan sikapnya tersebut.
Bersamaan dengan itu, kita menunggu pertanggungjawaban moral atas sikap dan
keputusannya tersebut. Sebab, ini menyangkut kepentingan banyak orang, nasib
hidup, termasuk kehidupan manusia.
Berkaitan dengan kejadian
ini, ada baiknya keanggotaan KKH-PRG ditinjau kembali untuk mengikutsertakan
ahli etika. Akan lebih baik lagi ahli fisika- biologi dan etika sekaligus,
seperti Prof Liek Wilardjo, dilibat kan sebagai anggota KKH-PRG. ●
|
Terima kasih telah posting
BalasHapusIjin share