Mendambakan
Pemimpin Sejati
Setyo Pamuji ; Akademisi pada IAIN Sunan
Ampel Surabaya
|
SUARA
KARYA, 23 Oktober 2012
Pemimpin merupakan
kemudi sebuah perkumpulan. Jika pemimpinnya baik, maka yang dipimpin juga
akan menjadi baik. Sebaliknya, jika yang memimpin jelek, maka secara otomatis
yang dipimpin juga menuju ke arah kejelekan.
Setidaknya, catatan
ini dapat menjadi sebuah pengingat diri, apalagi bagi mereka yang sedang,
atau akan mencalonkan sebagai pemimpin bangsa saat ini. Pemimpin adalah sebuah
amanah, bukan jabatan yang hanya digunakan untuk menyombongkan diri.
Sekaligus, pemimpin adalah teladan bagi orang yang dipimpinnya.
Kepemimpinan Nabi
Muhammad saw memang sudah tidak diragukan lagi oleh orang Islam, bahkan juga
orang non-Islam. Oleh sebab itu, Allah swt tidak segan-segan mengabadikan
sebuah perintah untuk mencontoh beliau. Sungguh, pada diri Rasulullah kamu
dapatkan suri teladan yang indah bagi orang yang mengharap (rahmat Allah),
dan (keselamatan) hari terakhir, serta banyak mengingat Allah (QS Al-Ahzab
Ayat 21). Orang Islam percaya bahwa Nabi Muhammad saw adalah panutan terbaik
manusia akhir zaman.
Selain itu, ilmuwan
barat, Michael Hart menganggap Nabi Muhammad sebagai orang yang berpengaruh
besar bagi pergerakan peradaban dunia. Dalam buku bertajuk Emotional
Spiritual Quotient (ESQ), karya Ary Ginanjar (2001) menyebutkan bahwa pada
tahun 1978 Michael Hart membuat sebuah analisa dan tulisan serta daftar dan
urutan rangking nama-nama dari orang yang berpengaruh besar di dunia.
Dari daftar itu, ia
menemukan beberapa nama orang berpengaruh yang kemudian diseleksi kembali
untuk menentukan rangking yang paling atas. Dari situ ia kemudian mendapatkan
seratus tokoh besar dunia.
Namun, yang
mengejutkan dari pekerjaannya itu adalah, bahwa Nabi Muhammad saw dianugerahi
sebagai tokoh yang paling berpengaruh di dunia. Michael Hart menjatuhkan
pilihan urutan pertama pada Nabi Muhammad saw, karena menurut pendapat dia,
Muhammad merupakan satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih
sukses luar biasa, baik diukur dari agama maupun ruang lingkup dunia.
Keberhasilan Nabi
Muhammad dalam memimpin tentu ada formulanya. Nabi Muhammad saw memiliki cara
memimpin yang dapat menobatkan beliau sebagai pemimpin agama, sekaligus dunia
yang diakui oleh sebagian besar umat manusia, bahkan semua orang. Kenapa
demikian, Nabi Muhammad menjadi orang teratas dalam kepemimpinan dunia, tidak
lain disebabkan cara-cara kepemimpinan beliaun yang dilandasi suatu faktor
pendukung luar biasa. Yakni apa yang selama ini dikenal adalah nabi memimpin
bersifat jujur (sidik), terpercaya (amanah), menyampaikan (tablig) dan cerdas
(fathanah).
Pertama, sikap sidik
merupakan landasan dasar dalam menjalankan tugas, tidak terkecuali dalam
tugas kepemimpinan. Mustahil tanpa sebuah kejujuran suatu bangsa akan maju.
Kejujuran sebagai pangkal kebaikan segala aktivitas. Logikanya, jika ada
seorang yang ingin melakukan kejahatan, termasuk mengkhianati rakyat, semisal
korupsi, maka orang tersebut tidak akan pernah jadi atau batal melakukan
kejahatan yakni apabila dalam dirinya masih ada kejujuran.
Logikanya, bagaimana
mereka berani berbuat jahat, jika mereka jujur. Katakanlah, ketika seseorang
ingin melakukan korupsi, namun rencana itu bisa batal karena orang tersebut
jujur. Ketika ditanya, apakah kamu korupsi? Maka orang tersebut akan menjawab
iya, karena adanya kejujuran pada dirinya. Sehingga, orang itu akan berfikir
berulang untuk melakukan kejahatan atau korupsi tersebut.
Kedua, sikap amanah
adalah bagian penting dari sebuah kepemimpinan. Jika seorang pemimpin tidak
memiliki jiwa terpercaya, maka kelak justru akan mengecewakan banyak orang.
Ia telah dipercaya untuk membawa suara rakyat, tetapi justru menghianati
rakyat.
Ketiga, sikap tabliq
wajib dimiliki oleh seorang pemimpin. Sebagai seorang wakil rakyat, pemimpin
harus merepresentasikan suara rakyat, serta menyampaikan sesuatu sebagaimana
semestinya. Jatah untuk rakyat kecil jangan sampai masuk ke kantung pribadi.
Di samping itu,
pemimpin harus menyampaikan sesuatu kepada rakyat secara efektif dan efisien.
Kebutuhan dasar rakyat kecil harus terpenuhi dahulu. Selain itu, dalam
menyampaikan sesuatu jangan sampai ditunda-tunda, bahkan sampai membuat
rakyat menderita.
Keempat, sikap
fathanah harus dimiliki oleh tiap-tiap pemimpin. Ini dipertegas ketika ada
perintah untuk menyerahkan segala sesuatu urusan pada ahlinya. Jika tidak
demikian, dapat dipastikan pekerjaan yang dilakukan akan mengecewakan, bahkan
amburadul.
Keempat sikap itu
seyogianya tercermin dalam tiap kepemimpinan, tak terkecuali pemimpin
masyarakat Aceh. Empat metode sikap dalam memimpin itu telah terbukti ampuh
dalam menata negara menuju kehidupan yang lebih baik. Ketika Allah swt telah
memerintah manusia untuk menyontoh Rasulullah, secara tidak langsung
sebenarnya Allah swt menjelaskan bahwa manusia itu sebenarnya mampu untuk
meniru Nabi Muhammad saw seperti itu, sebagai pemimin sejati di tengah umat
manusia di dunia ini.
Maka, buanglah pikiran
sulit dalam diri, sejatinya sulit itu masih ada jalan. Semoga kepemimpinan
bangsa ini umumnya, serta Aceh khususnya menjadi pionir dalam mewujudkan
pemimpin yang diridhoi Allah swt. Amin. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar