Kamis, 09 Agustus 2012

Titik Rawan Verifikasi Parpol

Titik Rawan Verifikasi Parpol
Abdullah Yazid ; Peneliti International Conference of Islamic Scholars
JAWA POS, 09 Agustus 2012

MULAI hari ini, 9 Agustus 2012, jadwal KPU memasuki pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta Pemilu 2014. Pengumuman dan pengambilan formulir pendaftaran berlangsung selama tiga hari, yakni 9-11 Agustus, sementara pendaftaran dan penyerahan syarat-syarat yang dibutuhkan berlangsung hingga 7 September. Inilah tahap krusial menjelang Pemilu 2014 sesuai Peraturan KPU No 7/2012 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Proses verifikasi parpol saat ini akan berbeda dengan pengalaman pemilu sebelumnya. Baik KPU maupun Bawaslu, sesuai UU 15/2011, adalah penyelenggara pemilu yang bertanggung jawab penuh terhadap keberhasilan seleksi parpol yang berhak menjadi kontestan pemilu mendatang. Sebagai pilar penting demokrasi, kelayakan parpol akan diuji betul. Tahap verifikasi parpol itu akan menentukan jumlah parpol pada Pemilu 2014. Dalam Pemilu 2009, terdapat 34 parpol (plus 6 partai lokal di NAD dan 18 di antaranya parpol baru). Ada peningkatan dari Pemilu 2004 sebanyak 24 parpol dan lebih sedikit daripada Pemilu 1999 sebanyak 48 parpol.

Terlepas dari berapa jumlah parpol yang berhasil lolos, kita berharap verifikasi parpol ini akan berjalan fair, dapat dipertanggungjawabkan di mata publik, memiliki legitimasi kuat secara hukum, serta memiliki basis riil yang mencerminkan ideologi dan aspirasi rakyat. Meski secara resmi pengawasannya diemban Bawaslu, tugas kita adalah ikut mengawal bersama untuk memastikan tidak adanya pembajakan demokrasi maupun manipulasi di dalamnya. 

Syarat Parpol ke Pemilu 

Ada sejumlah pintu yang harus dilalui parpol yang mau mendaftar. Parpol terlebih dahulu harus menyerahkan kartu tanda anggota (KTA) di KPU kabupaten/kota sebagai syarat administratif. Selain itu, sebagaimana diatur dalam UU 8/2012 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Parpol Peserta Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, parpol juga harus memenuhi syarat ini. Yakni, jumlah kepengurusan di 75 persen jumlah kabupaten/kota di tiap provinsi, 50 persen jumlah kecamatan di kabupaten/kota bersangkutan, 30 persen keterwakilan perempuan. 

Parpol calon peserta pemilu juga harus memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 orang atau 1/1.000 dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan yang dilampiri daftar nama anggota dalam bentuk soft copy. Syarat lainnya harus memiliki surat keterangan domisili kantor dan alamat tetap dari camat, surat keterangan nama dan tanda gambar parpol yang ditandatangani pimpinan parpol, serta fotokopi rekening atas nama parpol pada setiap tingkatan. 

Untuk memastikan parpol memenuhi syarat tersebut atau tidak, KPU harus melakukan verifikasi administrasi dan faktual. Di sinilah tantangannya. Kerja penyelenggara pemilu akan sangat ketat waktu (rush hour) hingga 15 Desember 2012 saat parpol peserta pemilu ditetapkan dan diumumkan. Parpol seyogianya menyiapkan diri sebaik-baiknya jika ingin lolos. Penyelenggara (KPU dan Bawaslu) pun harus bekerja sinergis, koordinatif, dan transparan. Terutama KPU, harus dipastikan mau membuka akses bagi Bawaslu untuk melaksanakan fungsi pengawasan yang telah menjadi mandatnya.

Partisipasi masyarakat tidak dapat dielakkan dalam mengawal pengawasan verifikasi parpol tersebut. Dalam proses pendaftaran, biasanya ada kecenderungan ketidakpatuhan parpol dalam penyerahan dokumen persyaratan sesuai jadwal tahapan. Itu dapat diantisipasi melalui pembentukan tim kelompok kerja (pokja) oleh Bawaslu dengan menggandeng masyarakat sipil, misalnya lembaga-lembaga pemantau yang memiliki basis di daerah, dengan dibekali panduan pelaksanaan pengawasan. Apalagi, saat ini Bawaslu telah memiliki Posko Awaslupadu (pengawasan pemilu terpadu) tingkat nasional yang dapat diterapkan di tingkat provinsi serta kabupaten/kota. 

Titik Kecurangan 

Dalam verifikasi administrasi, potensi rawannya adalah adanya konspirasi (termasuk suap) parpol calon peserta dengan KPU. Untuk mencegahnya, Bawaslu dapat bekerja asama dengan media untuk mendiseminasikan bentuk-bentuk pelanggaran yang acap terjadi. Sekurang-kurangnya, upaya ini dapat menjadipsychological warning bagi parpol yang hendak bermain curang. Masalah-masalah seperti dualisme kepemimpinan parpol, pemenuhan keterwakilan perempuan yang di luar jadwal, hingga pemenuhan susunan kepengurusan juga tidak kalah penting diperhatikan. Parpol baru terkadang bermasalah di syarat itu.

Pada verifikasi faktual (lapangan), titik rawannya adalah kelayakan keberadaan kantor parpol calon peserta di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Selain itu, bisa jadi tidak dilakukan verifikasi faktual terkait keterpenuhan syarat memiliki 50 persen kepengurusan di tingkat kecamatan. Kendalanya bermacam-macam, mulai kesiapan SDM tim verifikasi yang kurang memadai, waktu yang terbatas, hingga cakupan wilayah teritori yang sangat luas, terutama di luar Jawa.

Titik rawan lain adalah ketertutupan metodologi sampling yang dipakai KPU dalam melakukan verifikasi faktual jumlah keanggotaan di setiap kabupaten/kota serta membeludaknya pendaftaran partai dan penyerahan kelengkapan persyaratan pada hari terakhir pendaftaran parpol. Mau tidak mau, penyelenggara pemilu harus siap betul mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan itu. 

Tugas Bawaslu beserta jajarannya ke bawah (bawaslu provinsi, panwaslu kabupaten/kota, panwascam, dan PPL) akan sangat berat. Perangkat Bawaslu dituntut memahami betul tahapan verifikasi oleh KPU serta tugas pengawasan yang harus diemban. Karena itu, upaya pelibatan masyarakat amat dibutuhkan. Agar cepat direspons publik, temuan-temuan hasil pengawasannya penting dipublikasikan ke media.

Mengawal dan mengawasi verifikasi administrasi dan faktual parpol calon peserta pemilu adalah harga mati. Tujuannya, parpol yang lolos memang teruji kelayakannya untuk mengikuti pemilu dan benar-benar serius memperjuangkan nasib rakyat. Apalagi citra parpol dari hari ke hari mengalami degradasi kepercayaan seiring mewabahnya kasus korupsi dan suap yang seolah tiada henti.

Melibatkan publik untuk ikut mengawasi verifikasi parpol bukan pekerjaan gampang. Paling tidak, kelompok masyarakat level menengah terdidik serta masyarakat sipil pemantau masih dapat diharapkan untuk ikut terlibat. Kita masih bisa berharap mampu menggugah level itu. Semuanya demi kehidupan demokrasi yang sehat dan produktif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar