Sabtu, 11 Agustus 2012

Sayembara Menthang Langkap di Olimpiade


Sayembara Menthang Langkap di Olimpiade
Rohmad Hadiwijoyo ; Ketua Umum PB Ikasi, Dalang dan CEO RMI Group
MEDIA INDONESIA, 11 Agustus 2012


SAAT berada di Stadion Excel, London, tempat berlangsungnya pertandingan anggar Olim piade, beberapa waktu lalu, saya mendengar kabar kurang sedap tentang kontingen Indonesia. Saya di Stadion Excel ketika itu un tuk memberikan dukungan sema ngat kepada atlet anggar kita, Diah Permatasari, yang bertarung melawan juara bertahan Olimpiade, Mariel Zagunis, dari Amerika Serikat. Diah, yang lolos mewakili Asia, memang belum mampu menandingi Zagunis.

Berita pertama yang tidak mengenakkan itu dari cabang bulu tangkis yang sedang bertanding di Stadion Wembley. Kabar yang saya terima ialah terseretnya ganda putri kita bersama enam pemain dari China dan Korsel dalam skandal permainan tidak sportif.

Kabar kedua, ada petinggi salah satu cabang olahraga kita yang diinterogasi polisi London gara-gara membeli tiket melalui calo. Baik pembeli maupun penjual tiket ditangkap.

Pemerintah Inggris memang tidak main–main untuk mengamankan perhelatan akbar yang menghabiskan biaya sekitar US$14 miliar itu. Tidak peduli dan tidak pandang bulu, siapa pun penonton itu, jika tanpa memiliki tiket resmi, tidak diperboleh kan memasuki stadion.

Dengan alasan keamanan, semua tiket masuk stadion harus dipesan jauh–jauh hari dengan sistem online. Hal itu untuk memudahkan dan mengontrol siapa saja yang masuk ke stadion. Dengan sistem online itu pula, database penonton atau pengunjung dapat dilacak dengan mudah.

Jangan harapkan dapat tiket masuk kalau tanpa persiapan jauh­jauh hari dengan cara memesan tiket melalui online. Itulah yang terjadi pada sebagian saudara kita yang semula ingin datang ke London untuk memberikan support kepada atlet kita. Mereka tidak memiliki tiket resmi sehingga tidak bisa masuk ke stadion dan akhirnya hanya bisa menonton dari kamar hotel.

Lima Wejangan

Sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Anggar Seluruh Indonesia (PB Ikasi), saya berpesan lima hal kepada Diah Permatasari sebelum bertarung di ajang Olimpiade. Lima hal itu ialah tata, titi, titis, tatag, dan tutug.

Yang dimaksud tata ialah jauh­jauh hari harus ditata atau direncanakan dengan matang, jangan suka menggampangkan permasalahan. Titi, semua yang menjadi tantangan harus ditimbang dan dipikir secara saksama. Titis, kita harus fokus kepada permasalahan yang sedang kita hadapi.

Tatag, tidak gampang menyerah dan maju pantang mundur. Tutug, kalau keempat hal sebelumnya itu dijalankan dengan baik, tujuan dan keberhasilan biasanya akan tercapai.

Lima wejangan tadi mengingatkan saya pada kearifan cerita wayang Sayembara Menthang Lankap di Kerajaan Pancala untuk memperebutkan Dewi Drupadi.

Kocap kacarita, Adipati Destarastra mengangkat Prabu Anom Jaka Pitana untuk menjadi pangeran pati di Kerajaan Astina. Sebagai orangtua, dia menyarankan agar anak sulungnya itu segera mencari pendamping hidup sebelum dinobatkan menjadi raja di Astina.

Rencana penobatan itu akan diambil setelah Destarastra mendapat laporan dari Patih Sengkuni bahwa para Pandawa, keponakannya sendiri dan ahli waris Kerajaan Astina, tewas dalam kebakaran Bale Sigala-gala. Padahal, sejatinya Pandawa--yang terdiri dari Puntadewa, Bratasena, Permadi, Nakula, dan Sadewa--serta ibu mereka, Kunthi Talibrata, masih hidup.

Karena itulah Destarastra Desta yang merupakan kakak mendiang Raja Astina Pandu Dewanata, ayah Pandawa, buru-buru ingin mengangkat Jaka Pitana alias Duryudana sebagai raja Astina. Itu semua memang atas skenario yang disu sun Sengkuni yang dibekingi ibunda para Kurawa, Dewi Gendari.

Kebetulan saat itu ada sayembara rebut putri di Kerajaan Pancala. Siapa yang bisa menarik busur panah dan anak panahnya bisa mengenai telur burung emprit peking, dia lah yang berhak mendapatkan sekar kedhaton Dewi Drupadi sebagai istri.

Dengan dikawal wadya bala segelar sepapan, para Kurawa ikut mengantar Jaka Pitana ke arena Olimpiade di Kerajaan Pancala. Mereka pikir karena semua biaya masuk ditanggung kerajaan, para prajurit Kurawa banyak yang membawa sanak kadang untuk ikut mengantarkan Duryudana ke Pancala.

Berita adanya sayembara di Pancala itu telah tersebar di seantero jagat. Kalau Olimpiade di London diikuti 240 negara, sayembara Pancala diikuti 1.000 kerajaan. Maka, begitu ketatnya perjuangan dan persaingan untuk memperebutkan satu putri.

Tuntunan

Pada bagian lain, Pandawa bersama Ibunda Kunthi yang selamat dari aksi pembakaran hidup prihatin di tengah hutan. Pada suatu hari, datanglah Begawan Abiyasa, yang merupakan eyang para Pandawa, untuk menemui mereka.

Abiyasa meminta Kunthi untuk tabah menghadapi cobaan hidup dan perlakuan yang tidak semestinya dari para Kurawa. Selain itu, Abiyasa menyarankan kepada Bratasena dan Permadi untuk segera menuju ke Kerajaan Pancala guna mengikuti sayembara.

Permadi diminta menarik busur panah, sedangkan Bratasena mengamankan keadaan. Kunthi diminta tetap tinggal di barak di tengah hutan bersama Puntadewa dan kedua adiknya, Nakula dan Sadewa.

Sayembara diadakan di alun­-alun Kerajaan Pancala. Banyak raja dari seberang tidak berhasil menarik busur panah. Jangankan membidik sasaran panah, menarik busur saja banyak yang tidak kuat. Begitu pula Jaka Pitana dan para Kurawa. Dari hampir 100 anggota Kurawa, tidak ada yang mampu menarik busur panah tersebut.

Tibalah giliran Permadi yang menyamar sebagai pandita muda. Dengan jiwa yang bersih dan menerapkan ajaran tata, titi, titis, tatag, dan tutug, Permadi mampu menarik busur panah dan anak panahnya melesat mengenai sasaran telur burung emprit peking.

Setelah Permadi berhasil memenangi sayembara tersebut, Dewi Drupadi langsung turun dari panggung dan mengalungkan kembang melati kepadanya.

Sesaat kemudian Permadi mengatakan bahwa dirinya mengikuti sayembara itu untuk dipersembahkan kepada kakak sulungnya, Puntadewa.

Dudutan atau benang merah cerita tersebut ialah lima wejangan tersebut bisa menjadi tuntunan kepada para atlet kita untuk meraih prestasi tertinggi. Selain mereka, itu tentunya juga baik bagi para stakeholder yang peduli kepada olahraga.

Kesuksesan dalam suatu event tidak bisa datang begitu saja. Sebuah prestasi harus diciptakan dengan persiapan yang matang, tidak grusa-grusu atau tanpa persiapan.

Perlu diingat, perhelatan Olimpiade bukan sekadar perburuan medali. Hal yang lebih penting ialah menjalin persahabatan dengan sebuah proses yang indah dan bisa menerima kekalahan dalam pertandingan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar