Sabtu, 25 Agustus 2012

Puasa Membentuk Struktur Baru Otak


Puasa Membentuk Struktur Baru Otak
Taruna Ikrar ;  PhDKardiolog; Farmakolog; Neuroscientist,
Division of Interdisciplinary of Neurosciences University of California, AS
KOMPAS, 25 Agustus 2012


Otak adalah bagian paling kompleks pada tubuh manusia. Sebagai pusat berpikir, mengingat, inovasi, dan penafsiran terhadap fungsi panca indra, inisiator gerakan tubuh, dan pengendali perilaku. Otak pula sumber semua kualitas yang mendefinisikan kemanusiaan kita. Otak itu permata tubuh manusia.

Berabad-abad diteliti, otak tetap misteri. Untuk mengungkapnya, ilmuwan belajar lebih banyak 10 tahun terakhir karena percepatan penelitian dalam ilmu saraf dan perilaku didukung pengembangan teknik penelitian baru (Gambar 1: ilustrasi otak manusia).
Secara prinsip, otak melayani fungsi penting kehidupan. Melalui indra penglihatan, penciuman, sentuhan, rasa, dan pendengaran, otak menerima banyak pesan bersamaan.
Otak mengontrol pikiran, memori, gerakan tangan dan kaki, serta fungsi semua organ dalam tubuh. Otak adalah struktur yang sangat terorganisasi, terdiri atas ratusan miliar sel saraf (neuron) yang berhubungan. Jumlah jejaringnya ribuan triliun sel saraf (sinaps).

Banyak faktor memengaruhi fungsi otak, antara lain faktor genetik, psikologi/kejiwaan, lingkungan, makanan, dan minuman. Secara khusus, dalam ilmu saraf dikenal istilah plastisitas otak. Plastisitas otak mengacu pada kapasitas sistem saraf untuk mengubah struktur dan fungsinya sebagai reaksi terhadap keragaman lingkungan.

Tiga bentuk utama dari plastisitas jaringan otak yang dapat dijelaskan adalah plastisitas sinaptik, neurogenesis, dan fungsional kompensasi. Plastisitas sinaptik adalah ketika otak terlibat pembelajaran dan pengalaman baru, akan terjadi interaksi dan jejaring baru pada hubungan sel-sel saraf di otak. Neurogenesis merupakan proses kelahiran dan proliferasi neuron baru di otak. Sel-sel saraf baru ini akan bermigrasi ke sejumlah daerah di otak di mana mereka dibutuhkan merehabilitasi/menggantikan sel-sel yang rusak/mati (Gambar 2: regenerasi sel-sel saraf). Fungsional kompensasi ialah pada saat seseorang menua, plastisitas otak menurun. Namun, tak semua orang yang lebih tua berkinerja lebih rendah. Bahkan ada yang mengalami pencapaian kinerja lebih baik dibandingkan dengan yang lebih muda. Istilah neurosains, fenomena itu disebut fungsional kompensasi.

Biologis dan Psikologis

Berdasarkan faktor yang memengaruhi fungsi otak itu, muncul pertanyaan, bagaimana kondisi biologis, psikologis, dan fungsional otak saat berpuasa? Berpuasa secara hakikat bukan hanya menahan dahaga dan lapar. Lebih dari itu, suatu latihan psikis, mental, dan fisik biologi.

Secara psikis, orang berpuasa kian memiliki jiwa dan perilaku sehat. Secara biologi, diharapkan bermanfaat bagi kesehatan.

Puasa menahan dahaga dan lapar sekitar 14 jam. Selama itu, tubuh mengalami proses metabolisme/makanan didaur ulang sekitar delapan jam. Rinciannya, empat jam makanan disiapkan dengan keasaman tertentu dibantu asam lambung dan dikirim ke usus. Empat jam kemudian, makanan diubah jadi sari-sari makanan di usus kecil, lalu diserap pembuluh darah dan dikirim ke seluruh tubuh. Sisa waktu enam jam adalah waktu ideal bagi sistem pencernaan untuk istirahat.

Manfaat pada Fungsi Otak

Berpuasa melatih seseorang hidup teratur, disiplin, dan mencegah kelebihan makan. Menyehatkan tubuh karena makanan terkait erat metabolisme tubuh.

Karena ada fase istirahat setelah fase pencernaan normal—6-8 jam—pada fase itu terjadi degradasi lemak dan glukosa darah. Terjadi pula peningkatan high density lipoprotein (HDL) dan apoprotein alfa1 serta penurunan low density lipoprotein (LDL). Ini amat bermanfaat bagi kesehatan jantung dan pembuluh darah karena HDL berefek baik bagi kardiovaskular, sedangkan LDL berefek negatif bagi pembuluh darah. Itu menjauhkan serangan jantung dan pembuluh darah.

Bagi penyakit kardiovaskular, yang terbaik adalah mencegah. Caranya, memperbaiki gaya hidup, pola makan sehat (perbanyak makanan berserat dan membatasi lemak dan kolesterol tinggi), serta olahraga teratur.

Secara psikologis, ketenangan dan mengendalikan emosi menurunkan adrenalin. Adrenalin memperkecil kontraksi otot empedu, menyempitkan pembuluh darah perifer, meluaskan pembuluh darah koroner, meningkatkan tekanan darah arterial, serta menambah volume darah ke jantung dan jumlah detak jantung. Adrenalin menambah pembentukan kolesterol dari lemak protein berkepadatan rendah. Itu semua meningkatkan risiko penyakit pembuluh darah, jantung, dan otak, seperti jantung koroner dan stroke.

Penelitian endokrinologi menunjukkan, pola makan saat puasa yang rotatif menyebabkan keluarnya hormon sistem pencernaan, seperti amilase dan insulin, dalam jumlah besar sehingga meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan tubuh.

Manfaat puasa bagi fungsi dan kesehatan otak dapat dijelaskan ilmiah. Penelitian plastisitas dan neurogenesis (kelenturan dan perkembangan otak), pada dasarnya sinapsis (jaringan otak) dapat berkembang berdasarkan faktor lingkungan, kejiwaan, dan makanan yang dikonsumsi. Dr Johansen-Berg, et al (Neuron Journal, 2012) menjelaskan, sinapsis di otak dapat berubah selama 24 jam yang terekspos pembelajaran dan latihan.

Lewat puasa sebulan penuh, berdasarkan plastisitas, neurogenesis, dan fungsional kompensasi, jaringan otak diperbarui. Terbentuk rute jaringan baru di otak, yang berarti terbentuk pribadi/manusia baru secara biologis, psikologis, dan fungsional.

Secara fisik, puasa mengurangi potensi stroke dan jantung koroner serta menjadikan manusia dengan pikiran lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar