Jumat, 03 Agustus 2012

Ketika Bulan Berputar 12 Kali dalam Setahun


Ketika Bulan Berputar 12 Kali dalam Setahun
Agus Mustofa ; Penulis Buku Serial Tasawuf Modern 
JAWA POS, 03 Agustus 2012

SEMUA kalender besar seperti kalender Masehi, Tiongkok, dan Hijriah bersepakat bahwa satu tahun berisi 12 bulan. Meski, dulu kalender Masehi pernah hanya berisi 10 bulan pada zaman Romawi. Tetapi, karena terjadi ''kekacauan'' sistem penanggalannya, kalender itu lantas menggenapkan jumlah bulannya menjadi dua belas bulan seperti sekarang.

Kalender Masehi dikenal sebagai kalender yang berbasis pada gerakan semu matahari. Yang kemudian diketahui sebagai gerak planet bumi mengelilingi matahari sebagai pusat tata surya. Satu putaran bumi mengelilingi matahari itu adalah 365,25 hari yang kemudian disebut satu tahun. Namun, dalam praktiknya, satu tahun hanya berisi 365 hari. Sisanya yang 0,25 hari dikumpulkan setiap empat tahun sekali menjadi tanggal 29 Februari atau yang dikenal sebagai tahun kabisat.

Jumlah bulan dalam kalender Masehi adalah 12 bulan. Masing-masing berisi 28-29 hari pada bulan Februari dan 30-31 hari pada bulan-bulan lainnya. Awalnya, jumlah hari dalam sebulan kalender Masehi adalah 29,5 hari sesuai dengan perputaran bulan mengelilingi bumi. Tetapi, sejarah mencatat, sejumlah penguasa pada zaman masing-masing menambahi jumlah harinya seiring dengan kepentingannya, sehingga menjadi tidak sesuai dengan durasi perputaran bulan terhadap bumi. Karena itulah, kalender Masehi disebut kalender matahari alias solar.

Itu berbeda dari kalender Tiongkok yang sebulan masih menggunakan 29,5 hari, meski setahunnya tetap berpatokan pada angka 365,25 hari. Karena sebulannya lebih pendek daripada kalender Masehi, setiap tahun ada selisih sebelas hari antara kalender Tiongkok dan kalender Masehi, yang kemudian dirupakan sebagai ''bulan ke-13'' sebanyak tujuh kali dalam kurun waktu 19 tahun. Dengan demikian, jumlah rata-rata hari dalam setahun tetap mengacu pada periode matahari. Karena itulah, kalender Tiongkok dikenal sebagai kalender bulan-matahari alias lunisolar.

Kalender Hijriah tidak menggunakan matahari sebagai patokan, melainkan sepenuhnya mengacu pada perputaran bulan, sehingga disebut kalender bulan alias lunar. Jumlah hari dalam setahun yang 354 hari maupun durasi sebulan yang 29,5 hari sepenuhnya disandarkan pada perputaran bulan tersebut. Karena itu, tidak seperti kalender Tiongkok yang berusaha menyesuaikan bilangan hari dalam setahun dengan menyisipkan ''bulan ke-13'', kalender Hijriah memilih membiarkan saja perbedaan sebelas hari itu, sehingga penanggalan Hijriah terus-menerus maju sebelas hari setiap tahun. Lantaran itulah awal Ramadan dan Lebaran selalu bertambah maju dari tahun ke tahun.

Yang menarik, semua kalender tersebut menetapkan setahun berisi 12 bulan, yang sangat bersesuaian dengan informasi dalam Alquran. Bahwa sejak saat penciptaan langit dan bumi, Allah telah mendesain keterkaitan antara bilangan tahun dan bilangan bulan. ''Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi...'' (QS At Taubah: 36).

Dalam fakta astronomi, ternyata terjadi sinkronisasi antara gerak semu matahari dan gerak bulan. Yakni, satu kali perputaran matahari mengelilingi bumi setara dengan 12 kali bulan mengelilingi bumi. Karena itu, semua kalender akhirnya menetapkan setahun berisi 12 bulan. Manusia telah memperoleh patokan yang bersifat universal tentang pergerakan waktu yang bisa digunakan untuk menandai berbagai peristiwa yang terjadi. Lagi-lagi, Alquran telah memberikan petunjuknya tentang hal tersebut. Bahwa bulan dan matahari diciptakan Allah, salah satunya, memang untuk menjadi patokan pergerakan waktu alam semesta. 

''Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari serta bulan sebagai (pedoman) penghitungan (waktu). Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui'' (QS Al An'aam: 9).

Meski demikian, harus dipahamkan bahwa pergerakan ''waktu'' tidaklah disebabkan perputaran benda-benda langit itu. Misalnya, seandainya saja bulan dan matahari kita lepas dari orbitnya dan lenyap dari pandangan makhluk bumi, ''waktu'' tidak berarti ikut lenyap. Ia tetap saja berjalan mengiringi usia kita menjadi lebih tua. Substansi waktu tidak terletak pada bulan dan matahari. Keduanya hanya berfungsi sebagai penanda alias patokan belaka.

Karena itu, kalau Anda berkelana di ruang angkasa nun jauh di sana, hingga Anda sudah tidak bisa berpatokan pada pergerakan matahari dan bulan, Anda masih akan bisa menandai perubahan waktu dengan menggunakan jam digital Anda!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar