Selasa, 21 Agustus 2012

Harus Utamakan Pendekatan Harmoni


Harus Utamakan Pendekatan Harmoni
Pascal S Bin Saju ; Wartawan Kompas
KOMPAS, 12 Agustus 2012


Kekerasan yang menimpa warga etnis minoritas Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, menyita perhatian internasional. Selain menyampaikan kecaman, sejumlah kelompok dan organisasi internasional mulai merencanakan aksi cepat tanggap untuk menyelamatkan warga Rohingya.

Persoalan itu menjadi pokok bahasan rapat konsultasi Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Kuala Lumpur, Malaysia, 3 Agustus lalu. Rapat yang difasilitasi lembaga kemanusiaan Mercy Malaysia itu melibatkan sekitar 40 aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) dari 20 negara anggota OKI.

Rapat yang dipandu Asisten Sekretaris Jenderal OKI Atta el-Manan Bakhit itu juga dihadiri, antara lain, Ketua Umum Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla dan Kepala Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) PBB Wilayah Asia Pasifik Oliver Lacey-Hall.
Menurut Atta, kejahatan terhadap warga Rohingya telah melampau batas kemanusiaan. Negara-negara anggota OKI harus bahu-membahu melakukan advokasi, menggalang bantuan, dan berusaha membuka akses masuk ke daerah konflik.

Beberapa LSM menyampaikan tawaran solusi yang emosional, misalnya advokasi dan bantuan kemanusiaan hanya diberikan kepada etnis Rohingya yang telah menjadi korban kekerasan dan tidak boleh diberikan kepada kelompok lain.

Apa pula tawaran yang lebih ekstrem, seperti memindahkan semua warga etnis Rohingya ke negara ketiga yang siap menampung. Seorang peserta sempat mengusulkan agar warga Rohingya itu dipindahkan ke salah satu pulau di Indonesia. ”Indonesia memiliki banyak pulau yang kosong,” katanya.

Namun, menurut Jusuf Kalla, pendekatan seperti itu tak akan menyelesaikan masalah. ”Itu pendekatan yang salah. Itu bukan solusi yang tepat, itu tidak manusiawi. Mereka tidak boleh tercabut dari tanah asalnya. Mereka harus tetap di situ karena mereka sudah ratusan tahun menetap (di Myanmar),” kata matan Wakil Presiden RI itu.

Menurut Kalla, konflik di Rakhine tidak bisa diadvokasi dan ditangani secara parsial atau sektarian pula. Konflik ini tidak hanya dialami etnis Rohingya, tetapi juga etnis lokal yang beragama Buddha. Telah terjadi disharmoni dalam bidang sosial, budaya, dan ekonomi.
Menurut Kalla, pendekatan yang hanya fokus pada satu sisi hanya akan menimbulkan kebencian dan bahkan persoalan baru. Oleh karena itu, advokasi dan bantuan kemanusiaan harus netral dan menyentuh kedua sisi, yang oleh Kalla disebut sebagai ”pendekatan harmoni” demi mengembalikan perdamaian.

Kalla menyebut, keberhasilan Indonesia menyelesaikan konflik bernuansa sektarian di Ambon dan Poso merupakan hasil pembelajaran bahwa dalam pertikaian atau konflik sektarian, para pihak telah menjadi korban. Korban jiwa dan material dialami semua pihak. Pendekatan tidak boleh membedakan kelompok.

Dalam konteks itu, Atta sepakat dengan usulan Kalla bahwa asistensi dalam menyelesaikan konflik Rohingya harus lebih pada aspek kemanusiaan yang universal, tidak terkotak-kotak, dan harus netral atau lintas etnis.

Konflik

Warga etnis Rohingya, yang sebagian besar memeluk agama Islam, tinggal di Negara Bagian Rakhine atau disebut juga Arakan di Myanmar barat. Awal Juni lalu terjadi konflik antara warga Rohingya dan warga etnis mayoritas di Rakhine yang beragama Buddha.
Informasi mengenai konflik ini pun beredar ke seluruh dunia. Foto-foto dan rekaman video yang disebut menggambarkan kekerasan di Rakhine beredar luas.

Belakangan terbukti, foto-foto tersebut tidak diambil di Rakhine dan merupakan bagian dari kampanye negatif yang disebarkan ke dua kelompok etnis yang bertikai. Phil Robertson, Wakil Direktur Asia pada Human Rights Watch, di Depok, Jawa Barat, Jumat (10/8), menyayangkan kampanye negatif yang dilakukan kedua belah pihak untuk saling menyalahkan.

”Mereka sama-sama menggunakan foto atau cuplikan video untuk menguatkan tuduhan masing-masing. Namun, setelah diperiksa, foto atau film itu berasal dari kejadian lain dan sama sekali tidak terkait dengan kerusuhan Rakhine,” ujar Robertson.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar