Visi
Ekonomi Berbasis Kelautan
Firmanzah ; Guru Besar
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
KOMPAS,
14 Juli 2012
Pembangunan ekonomi dan
kesejahteraan Indonesia ke depan perlu melihat laut sebagai sektor strategis
penyumbang produktivitas nasional.
Sumber daya maritim dan
pembangunan berbasis kelautan perlu dioptimalkan dan menjadi basis pembangunan
daya saing nasional. Oleh karena itu, Indonesia perlu membangun visi ekonomi
yang berbasis kelautan dan menempatkan Indonesia kembali pada kejayaan bahari.
Sumber daya perikanan, mineral, energi terbarukan, transportasi, pariwisata,
dan keanekaragaman hayati sangat melimpah serta menunggu untuk menjadi sumber positioning daya saing Indonesia dalam
persaingan global.
Untuk membangun sektor
kelautan yang kuat perlu mekanisme koordinasi dan sinergi kelembagaan yang
mampu memadukan berbagai aspek guna menghilangkan ego-sektoral. Melalui
kebijakan pembangunan yang koordinatif dan integratif, optimalisasi sektor
kelautan dapat diwujudkan. Guna mencapai tujuan ini, visi ekonomi berbasis
kelautan perlu didukung harmonisasi program kerja untuk mengakselerasi
terwujudnya Indonesia sebagai negara maritim yang kuat dan berdaya saing.
Visi Industri
Potensi kekayaan pesisir dan
laut Indonesia terbuka untuk menjadi basis keunggulan bersaing. Sumbangan
sektor kelautan sejumlah negara, seperti Jepang, Korea Selatan, dan China
mencapai 48,4 persen bagi PDB nasionalnya. Bahkan, negara seperti Vietnam,
sektor kelautannya mampu menyumbang 57,63 persen terhadap total PDB. Bahkan,
sejumlah negara di Eropa memiliki kontribusi sektor kelautan hampir 60 persen
dari PDB. Sektor kelautan di negara tersebut dapat optimal ketika sektor ini
ditopang oleh desain dan struktur industri yang kuat, terintegrasi, dan
efisien.
Sementara kontribusi sektor
kelautan Indonesia 22 persen dan sektor perikanan hanya menyumbang 3,4 persen
dari PDB nasional. Angka ini relatif kecil dibandingkan potensi yang berada di
sepanjang garis pantai Indonesia. Untuk meningkatkan daya saing nasional ke
depan, laut perlu ditempatkan sebagai basis pembangunan nasional. Kualitas dan
ketersediaan pelabuhan, kawasan industri, dan moda transportasi laut menjamin
keterhubungan dan konektivitas rantai nilai produksi nasional.
Menjadikan laut sebagai
sumber keunggulan bersaing Indonesia perlu ditopang oleh visi industri di
sektor kelautan. Integralitas visi industri kelautan Indonesia terkait dengan
industri daratan sekaligus juga konektivitas dengan perdagangan internasional.
Visi industri kelautan perlu diarahkan pada peningkatan produksi, penciptaan
lapangan usaha dan tenaga kerja, peningkatan kualitas sumber daya manusia,
permodalan, serta pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna.
Wilayah laut Indonesia
memiliki sumber daya alam yang melimpah. Sekitar 70 persen produksi minyak dan
gas nasional berasal dari wilayah pesisir dan lautan (offshore). Integrasi sumber energi kepada unit dan fasilitas
produksi industri dasar, menengah, dan hilir, baik di daerah pesisir maupun
daratan, perlu menjadi platform industrialisasi. Selain itu, sejumlah
penelitian juga menyebutkan, nilai ekonomis dari sumber daya laut Indonesia
yang diperkirakan sekitar Rp 3.000 triliun per tahun. Untuk dapat
mengapitalisasi sumber daya ini, diperlukan pemetaan aliran barang, modal,
investasi, kualitas SDM, dan teknologi. Rantai nilai industri dari
hulu-logistik-hilir-konsumen merupakan keniscayaan untuk membangun basis
industri kelautan bernilai tambah dan berdaya saing.
Sebagai langkah awal dalam
mewujudkan ekonomi berbasis kelautan, perlu beberapa pembenahan yang sifatnya
strategis. Pembenahan strategis, yakni menempatkan sektor kelautan sebagai arus
utama pembangunan. Laut dan berbagai turunannya harus dipandang sebagai sumber
daya saing nasional yang sangat strategis. Kedua, harmonisasi kebijakan dan
peraturan yang masih tumpang tindih perlu dilakukan segera.
Ketiga, menjadikan
laut sebagai sumber keunggulan bersaing membutuhkan dukungan dari semua pihak:
pemerintah (pusat-daerah), legislatif (pusat-daerah), dunia usaha, perguruan
tinggi, TNI, dan kepolisian, media, bahkan LSM.
Pembenahan berikutnya dapat
dilakukan dengan memulai identifikasi dan valuasi sumber daya laut serta
perikanan yang berpotensi memberikan manfaat, baik bersifat moneter maupun
nonmoneter. Efek pengganda ekonomis dan non-ekonomis perlu segera dihitung
untuk mengestimasi sumber-sumber pertumbuhan yang diharapkan pada masa depan.
Upaya taktis lainnya, yakni mengelompokkan sumber daya laut pada
kluster-kluster tertentu sesuai karakteristik lokal di suatu daerah.
Visi Kesejahteraan
dan Lingkungan
Tujuan utama dalam
pembangunan ekonomi adalah peningkatan kesejahteraan. Ukuran kesejahteraan
dapat tecermin dalam peningkatan Nilai Tukar Nelayan (NTN), peningkatan
sumbangan pajak negara, pertumbuhan jumlah usaha, dan penyerapan tenaga kerja.
Sampai tahun 2011, terdapat 11,8 persen dari total tenaga kerja yang berprofesi
sebagai nelayan (2,7 juta orang), budidaya ikan (3,4 juta orang), pengolahan
dan pemasaran industri perikanan (6,2 juta orang). Jumlah ini akan bertambah
banyak apabila ditambahkan dengan mereka yang bekerja di transportasi dan
perhubungan laut, petani rumput laut, penambangan lepas pantai, pariwisata dan
sektor industri lainnya.
Perbaikan kualitas hidup dan
pengurangan angka kemiskinan di daerah pesisir menjadi acuan keberhasilan
ekonomi berbasis kelautan. Selain itu, beragamnya produk turunan dan
keterlibatan masyarakat lokal juga menjadi keniscayaan dalam stabilitas proses
produksi. Pembangunan ekonomi dan industri hanya akan kuat apabila hal tersebut
berkorelasi positif terhadap peningkatan pendapatan, daya beli, dan akses
terhadap sejumlah kebutuhan dasar masyarakat.
KTT Rio+20, beberapa waktu
lalu, merekomendasikan pembangunan berkelanjutan dengan mengedepankan keseimbangan
antara upaya meningkatkan pertumbuhan global dan pembangunan berwawasan
lingkungan. Konsensus global untuk mendorong ”ekonomi hijau” (green economy) membawa harapan akan
terjaganya bumi yang semakin menua.
Dalam forum ini, Indonesia tidak hanya mengajak
dunia untuk bersama-sama melaksanakan green
economy, tetapi juga mengampanyekan blue
economy yang menjadikan laut sebagai bagian integral untuk tujuan
pembangunan berkelanjutan (sustainable
development goals).
Optimalisasi sumber daya
laut perlu mempertimbangkan kualitas dan daya dukung lingkungan (carrying capacity). Letak Indonesia di
wilayah tropis dengan tingkat perubahan suhu lingkungan yang relatif rendah
memungkinkan perkembangan berbagai hayati laut sehingga Indonesia dipandang
dunia sebagai daerah ”megabiodiversity”.
Keseimbangan untuk menjaga kelestarian alam dan aktivitas produksi akan
menentukan keberlanjutan proses produksi. Proses produksi yang cenderung
eksploitatif dan menghasilkan eksternalitas negatif perlu dihindari dan fungsi
pengawasan beserta kontrol menjadi sebuah keniscayaan. Aspek inilah yang dapat
membuat sektor kelautan tidak hanya penting bagi ekonomi, tetapi juga bagi
keseimbangan ekosistem nasional dan dunia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar