Kado
untuk Polisi
Untung
S Rajab ; Kepala Kepolisian Daerah
Metropolitan Jakarta Raya
KORAN TEMPO, 04 Juli 2012
Hari Bhayangkara, yang baru saja dirayakan 1
Juli kemarin, merupakan momentum yang tepat untuk koreksi diri dan mengevaluasi
diri. Organisasi Kepolisian RI (Polri) didesain sebagai organisasi pelayanan
publik, bukan organisasi berorientasi profit, sehingga diharapkan polisi
menghasilkan jasa pelayanan kepada publik. Artinya, tidak memikirkan keuntungan
secara materi. Sesuai dengan filosofi perundang-undangan yang mengatur tentang
Polri serta doktrin dan aturan etika profesi, setiap anggota kepolisian harus
puas apabila dia dapat melayani masyarakat dengan ikhlas, jujur, dan sabar.
Ternyata, di dalam praksis, masyarakat belum
semuanya puas atas jasa pelayanan polisi, terlepas dari masih banyaknya anggota
kepolisian yang memberikan pelayanan secara tidak profesional dan proporsional.
Karena tugasnya, memang tindakan polisi sering-sering melanggar hak asasi
manusia. Mengapa hal itu dilakukan? Memang karena kewenangan yang diberikan
oleh undang-undang justru melanggar hak asasi manusia.
Hal ini mengakibatkan
masyarakat tidak menyukai polisi. Seperti halnya kewenangan menangkap orang,
menahan orang, memeriksa orang, membubarkan hajat keramaian yang tidak memiliki
izin. Belum lagi ditambah anggota kepolisian yang bekerja dengan melakukan
tindakan yang tidak simpatik. Seperti halnya membentak seseorang, melakukan
kekerasan, berbuat asusila, bahkan sampai pada pemerasan.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Polisi adalah
bagian dari masyarakat, sebagai anggota masyarakat, dan hidup di tengah-tengah
masyarakat. Dengan demikian, polisi dan masyarakat adalah satu bagian yang
tidak bisa dipisahkan. Bagaimana polisinya, bergantung pada bagaimana
masyarakat setempat, atau sebaliknya. Keduanya saling mempengaruhi. Di sisi
lain, peran media massa sangat berpengaruh terhadap opini publik.
Upaya memperbaiki polisi harus
dipertimbangkan dari berbagai aspek. Mulai rekrutmen untuk memilih seorang
anggota masyarakat menjadi anggota kepolisian, hingga perekrutan yang memenuhi
beberapa kriteria persyaratan, dari kondisi fisik yang sehat, kemampuan
intelektual yang memadai, hingga kondisi kejiwaan yang diukur melalui ujian
psikologi. Setelah itu, mereka mesti mengikuti pendidikan dan latihan yang
mengubah seseorang menjadi anggota kepolisian, yang disebut pendidikan dasar,
yang adalah mengubah mindset berupa ilmu dan pengetahuan yang dibutuhkan
sebagai anggota kepolisian, keterampilan, dan moral attitude sebagai
pelayan bukan penguasa. Di samping itu, dilakukan pendidikan pengembangan dan
pelatihan keterampilan sesuai dengan tingkat kepangkatan. Hal ini perlu untuk
mengevaluasi muatan materi pendidikan dan latihan yang disesuaikan dengan
perubahan masyarakat.
Masalah strategi dan teknis operasional
kepolisian harus selalu dievaluasi, disesuaikan dengan tuntutan masyarakat yang
selalu berkembang. Kita harus mempertimbangkan tindakan-tindakan kepolisian
dengan menghargai hak asasi manusia, etika moral, sesuai dengan nilai-nilai
yang berlaku di suatu masyarakat. Di bidang anggaran, sebagai lembaga pelayan
publik diperlukan anggaran yang cukup memadai, baik di bidang pembinaan maupun
di bidang operasional. Belum lagi jaminan "kesejahteraan" bagi
anggota kepolisian.
Tugas-tugas kepolisian adalah menangani
segala aspek kehidupan masyarakat, sehingga sehari selama 24 jam diperlukan
keberadaannya di tengah–tengah masyarakat. Secara kuantitas, idealnya seorang
polisi melayani 600 penduduk. Kenyataannya, anggota kepolisian saat ini berjumlah
sekitar 280 ribu personel di seluruh Indonesia, yang harus melayani seluruh
penduduk Indonesia. Maka, secara kuantitas masih diperlukan sekitar 180 ribu
personel polisi. Dengan tidak mempertimbangkan sarana kantor, sarana perumahan,
dan sarana operasional, kiranya kita dapat menyimpulkan bahwa pelayanan polisi
masih jauh dari apa yang diharapkan oleh masyarakat.
Karena tuntutan masyarakat yang demikian
tinggi, polisi telah mereformasi dirinya, baik di bidang struktural, di bidang
instrumental, maupun di bidang budaya. Sebagai catatan niat mereformasi
dirinya, pengawasan ke dalam telah dilakukan. Sejauh ini polisi telah menindak
anggotanya dalam hal sanksi administrasi sampai sanksi pidana. Tindakan ke
dalam yang dilakukan telah ditunjukkan dengan menindak para jenderal sekalipun
sampai ke bawahannya, yang semua itu dilakukan secara transparan. Kritik kepada
polisi, baik dari masyarakat maupun dari dalam tubuh polisi, berupa otokritik
hendaknya dijadikan sebagai pertimbangan untuk menyempurnakan layanan polisi
terhadap masyarakat.
Dengan memahami kondisi riil kepolisian yang
telah dituntut memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, diperlukan
kebijakan pemerintah yang tepat dan dorongan dari masyarakat untuk membangun
polisi sesuai dengan harapan masyarakat. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar