Antisipasi
Efek Domino Krisis Global
Joseph Henricus Gunawan ; Peneliti Sosial
Ekonomi, Wakil Pemimpin Umum Justisia News, Alumnus University of Southern
Queensland (USQ), Australia
SINAR HARAPAN, 12 Juli 2012
SINAR HARAPAN, 12 Juli 2012
Managing Director International Monetary Fund (IMF) Christine Madeleine Odette Lagarde dalam kunjungannya ke
Indonesia pada 8-10 Juli 2012 didampingi Direktur Asia Pasifik IMF Anoop Singh
dan Kepala Divisi dan Misi IMF untuk Indonesia, Sanjaya Panth, untuk menghadiri
ASEAN-Latin Business Forum 2012 di Jakarta memuji fundamental ekonomi Indonesia
yang kuat dengan defisit anggaran yang terjaga sehingga memberikan implikasi
positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional berkenaan Bank Indonesia (BI) akan
membeli obligasi IMF senilai US$ 1 miliar.
Padahal berdasarkan catatan BI,
cadangan devisa Indonesia per 29 Juni 2012 tercatat US$ 106,50 miliar merosot
dibandingkan Mei 2012, US$ 111,53 miliar. Dikhawatirkan ini akan menembus batas
psikologis US$ 100 miliar.
Sebelumnya sinyal suram
dilontarkan Lagarde bahwa IMF akan memangkas proyeksi pertumbuhan global tahun
2012 dengan alasan perekonomian dunia melemah dan bisa memburuk karena krisis
utang di zona euro sampai sekarang belum berakhir dan lesunya perekonomian zona
euro, AS, Brasil, India, China di sektor investasi, lapangan keja, dan
manufaktur.
Gejolak finansial yang berawal
dari krisis utang di Yunani itu kini semakin meluas dan menyeret negara-negara
pemakai euro ke dalam jurang resesi. Belum terlepas dari gejolak krisis
finansial Spanyol yang berada di peringkat keempat negara yang menguasai
perekonomian zona euro dan peringkat ke-12 kekuatan ekonomi dunia, masalah
kebangkrutan mulai semakin meluas ke Siprus yang menjadi negara selanjutnya
yang terkena efek domino dari krisis utang.
Krisis finansial zona euro yang
semakin membelit serta belum menemukan titik terang penyelesaian mencemaskan
pasar dan kawasan zona euro serta dunia. Mendung kelabu ekonomi global kian
menggantung.
Apalagi, setelah Italia, yang
merupakan negara dengan perekonomian terbesar ketiga di zona euro, kian
terancam menjadi korban krisis finansial dalam zona euro. Sebelumnya, ada
beberapa negara zona euro yang telah terkena badai krisis, yakni Yunani,
Irlandia, dan Portugal.
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam laporannya The 2012 Employment Outlook, memprediksi
rasio tingkat pengangguran terhadap total angkatan kerja di 34 negara anggota
akan menjadi 7,7 persen pada 2013, atau sekitar 48 juta jiwa menganggur.
Tingkat pengangguran di zona euro menembus rekor tertinggi baru pada Mei 2012,
yakni 11,1 persen.
Sebanyak 17,56 juta jiwa
kehilangan pekerjaan di 17 negara zona euro sepanjang Mei 2012, terutama di
Prancis dan Spanyol. Badan Statistik Uni Eropa (UE) atau Eurostat menyatakan data tersebut adalah rekor baru sejak 1995.
Eurostat melaporkan jumlah warga zona euro yang kehilangan pekerjaan bertambah
hampir 2 juta jiwa dalam 14 bulan terakhir ini.
Momentum Indonesia Bangkit
Indonesia dengan struktur
pertumbuhan ekonomi yang ditopang konsumsi domestik dan ekspor produk
manufaktur yang didominasi komoditas setengah jadi, seperti minyak sawit mentah
(CPO/Crude Palm Oil), hortikultura, agribisnis, dan kelompok usaha mikro kecil
dan menengah (UMKM), seharusnya dapat memanfaatkan momen peluang di tengah
memburuknya krisis ekonomi yang melanda Eropa dan ekonomi China yang mulai
melambat (slow down).
Apalagi tingkat pertumbuhan
ekonomi zona euro rendah pada beberapa bulan ke depan, bahkan bisa terjadi
kontraksi pada periode Juli-September 2012.
Itu terjadi walaupun kesepakatan
dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Uni Eropa yang baru saja digelar pada
28-29 Juni di Brussels, Belgia, dinilai telah berhasil meringankan beban
negara-negara yang menjadi korban zona euro sekaligus mengurangi kecemasan
pasar.
Kepala Dewan Eropa Herman Achille
Van Rompuy menyatakan rekapitalisasi langsung dari dana talangan 500 miliar
euro baru akan bisa diimplementasikan sesudah terbentuk satu badan khusus yang
akan ditugasi Uni Eropa sebagai mitra kerja Bank Sentral Eropa (ECB) untuk mengawasi
perbankan seluruh Eropa.
Para pemimpin dari 27 negara
anggota UE sepakat mengizinkan dana penyelamatan bernama Mekanisme Stabilitas
Eropa (ESM) diaktifkan menggantikan Fasilitas Stabilitas Keuangan Eropa (EFSF).
Ini dilakukan untuk memulihkan
kembali kepercayaan pasar, menstabilkan utang pemerintah negara-negara anggota
UE sekaligus minimal dapat mengendalikan pasar finansial, atau untuk menurunkan
bunga surat utang anggota yang bermasalah dengan membeli langsung surat utang
anggota yang bermasalah tanpa mewajibkan anggota mengadopsi kebijakan
pengetatan anggaran atau disiplin fiskal yang akan banyak mengangkat Negeri
Matador dan Italia dari semakin tidak percayanya pasar pada kemampuan pelunasan
utang kedua negara ini.
Namun, Finlandia dan Belanda, kreditor
garis keras di zona euro, bersikukuh mementahkan kesepakatan pada KTT Uni Eropa
tersebut. Jerman pun menolak, bahkan Kanselir Jerman Angela Dorothea Merkel
menekankan betapa kebangkrutan dan pil pahit harus ditelan negara-negara zona
euro untuk membuka jalan, memperbaiki disiplin ekonomi, dan mengatasi akar
masalah di zona euro. Krisis zona euro masih jauh dari berakhir.
Indonesia harus mewaspadai imbas
krisis utang dan penurunan pertumbuhan ekonomi di Eropa yang telah mengerem
laju perekonomian AS, dapat meluber berdampak krisis global dan beresiko besar
menghambat pertumbuhan ekonomi dunia.
Indonesia yang didukung dengan
kekayaan sumber daya alam yang begitu melimpah ruah, konsumsi masyarakat yang
kuat dengan jumlah penduduk Indonesia yang 237,56 juta jiwa, investasi yang
tumbuh pesat, serta fiskal yang sehat, niscaya dunia masih tetap melirik
Indonesia.
Dunia pasti melirik potensi
ekonomi Indonesia yang masih bisa bertumbuh untuk jangka panjang apabila
pemerintah sukses membenahi birokrasi, mempercepat pembangunan infrastruktur
sekaligus menyelesaikan persoalan ketersediaan sumber daya energi yang kurang
memadai, dan menurunkan berbagai ekonomi biaya tinggi.
Hingga akhir Juni 2012 semester
I, penyerapan belanja modal mencapai Rp 30,64 triliun atau baru 18,2 persen
dari pagu anggaran Rp 168,67 triliun, sedangkan penyerapan belanja barang
mencapai Rp 41,81 triliun atau 22,4 persen dari pagu anggaran Rp 186,58
triliun.
Oleh karena itu, percepatan
penyerapan anggaran negara dengan belanja pemerintah pusat (APBN) dan daerah
(APBD) yang tepat waktu, tepat guna, dan tepat sasaran bakal mendongkrak dan
menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional yang tahun ini diproyeksikan 6,5
persen guna mengimbangi pilar pertumbuhan lain, seperti konsumsi domestik,
investasi, dan ekspor yang mulai melemah.
Ini mengingat tren pelemahan
ekspor Indonesia sebagaimana tercermin defisit dalam nilai neraca perdagangan
Indonesia selama dua bulan berturut-turut sejak April 2012, walaupun
berdasarkan data ekspor Mei 2012 dari Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor
Indonesia ke Uni Eropa US$ 7,63 miliar, sedangkan AS dengan nilai ekspor US$
6,14 miliar masih di bawah negara ASEAN dengan nilai ekspor US$ 12,85 miliar, China
US$ 8,88 miliar, dan Jepang US$ 7,27 miliar.
Menurut BPS, pada Mei 2012, nilai
defisit neraca perdagangan Indonesia mencapai US$ 485,9 juta dan sebelumnya
April 2012, yakni US$ 600 juta, sebagai imbas negatif krisis global, khususnya
Eropa, bagi kinerja perekonomian nasional dengan saling terhubungnya
perekonomian global seperti yang dikemukakan Menko Perekonomian Muhammad Hatta
Rajasa.
Pemerintah
dengan langkah sistematik harus memfasilitasi memacu sumber daya manusia (SDM)
yang cakap, mampu, cekatan, sehat, inovatif, dan menguasai iptek, sekaligus
memfasilitasi pengusaha nasional mengubah mindset, orientasi, strategi bisnis
dari lokal dan regional menuju global, serta mampu menaikkan daya saing.
Selain itu, pemerintah harus
memperbaiki law enforcement dan
menyediakan kepastian hukum bagi pelaku dunia usaha dengan segera merampungkan
regulasi, perbaikan transmisi kebijakan keuangan serta kebijakan energi,
kebijakan industri nasional, kebijakan investasi pada sektor ekonomi rakyat
produktif, dan krusialnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah.
Itu dilakukan agar mampu memicu
pertumbuhan berkualitas dan pemerataan ekonomi yang berakselerasi, bisa melaju,
dan berlari lebih kencang lagi mengejar ketertinggalan dari negara lain. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar