Transisi,
Masa Krusial OJK
(
Wawancara )
Muliaman
Darmansyah Hadad ; Ketua Dewan Komisioner OJK
Sumber :
MEDIA INDONESIA, 25 Juni 2012
SELASA
(19/6), Komisi XI DPR akhirnya sepakat memilih Muliaman Darmansyah Hadad yang
saat ini menjabat Deputi Gubernur Bank Indonesia sebagai Ketua Dewan Komisioner
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pria berusia 52 tahun itu menurut rencana akan
dilantik Presiden bulan depan setelah Dewan Komisioner OJK ditetapkan DPR pada
rapat paripurna besok.
Sehari
setelah pengumuman Komisi XI, Muliaman menuturkan kepada wartawan Media Indonesia Gayatri Suroyo, di ruang
kantornya di Gedung BI, Jakarta, tentang persiapan menghadapi tugas barunya di
OJK yang akan mulai beroperasi awal 2013.
Apa prioritas awal Anda setelah
nanti resmi di OJK?
Prioritas
pertama bagaimana menjaga masa transisi berjalan lancar. Apa yang dimaksud masa
transisi? Saya kira mempersiapkan seluruh organ OJK, menerima kedatangan
rekan-rekan dari Kementerian Keuangan dan BI, melakukan konsolidasi internal
agar tercipta satu kultur yang sama.
Ini
kan datang dari latar belakang kultur pengawasan yang berbeda. Misalnya, karena
yang diawasi BI itu bank, semangat prudensial yang menonjol. Di pasar modal,
fokusnya beda karena mengutamakan bagaimana market
conduct berjalan baik, keterbukaan, transparansi, perlindungan investor.
Kultur dan fokus yang beda itu memerlukan waktu untuk diselaraskan.
Transisi
juga tak hanya soal kultur, tapi misalnya bagaimana kita memastikan
kelangsungan kegiatan pengawasan sehingga tak mengganggu confidence, tidak mendisrupsi stabilitas sistem keuangan yang ada.
Juga, tidak mengurangi kepastian, seperti kelangsungan kebijakan dan inisiatif
yang sudah dijanjikan. Khususnya kepastian berusaha supaya industri keuangan
bisa berkembang terutama pada masa-masa seperti ini ketika kita dihadapkan pada
situasi Eropa.
Soal pengawasan, bagaimana OJK
menjawab kritik sebagian masyarakat terhadap celah pengawasan yang ada?
Prioritas
kedua, saya kira banyak harapan masyarakat terhadap perbaikan kualitas
pengawasan, terutama pengawasan yang lebih terintegrasi, menyeluruh, tidak ada loophole. Pengalaman beberapa tahun
terakhir ini, banyak hal tak terkover
karena semangat sektoral sangat menonjol. BI mengawasi bank saja, Bapepam-LK
mengawasi pasar modal saja. Padahal belakangan, kedua sektor itu menjadi blur dan banyak sekali produk hybrid yang di tengah-tengah. Dengan
pengawasan terintegrasi, kita berharap kualitas pengawasan akan lebih baik, loopholes bisa dikurangi.
Tentu
saja nanti ada strategi yang perlu kita buat. Misalnya, bagaimana meningkatkan
penerapan manajemen risiko yang baik di lembaga keuangan, bagaimana conduct pasar modal dan law enforcementnya bisa berjalan baik,
termasuk edukasi masyarakat.
Prioritas lain?
Yang
ketiga, bagaimana membangun koordinasi dan komunikasi, terutama dengan instansi
terkait. Koordinasi mungkin mudah disebutkan, tapi susah diimplementasikan.
Belajar
dari kegagalan OJK-OJK lain di luar negeri, saya kira kunci pokoknya bagaimana
agar sejak hari pertama komunikasi bisa berjalan. Tidak hanya pada top level, tapi juga technical level. Koordinasi itu harus
jadi bagian dari proses, built in
dengan proses pengambilan keputusan. Jadi harus check list koordinasi sudah dilakukan atau belum.
Mengapa
koordinasi penting? Terdapat kemungkinan-kemungkinan
persinggungan-persinggungan sangat besar, terutama dengan BI, karena kita
sama-sama berurusan dengan sistem keuangan. Walaupun UU mengatakan BI urusannya
makroprudensial, OJK mikroprudensial, enggak mudah dalam
implementasinya--kait-mengait.
Overlapping pekerjaan ini luar biasa. Kalau
tidak disertai pemahaman sama, saya kira sulit. Membangun koordinasi menjadi
tahapan vital, kunci keberhasilan OJK di masa yang akan datang.
Yang
terakhir ialah bagaimana menciptakan nilai tambah baru dengan kehadiran OJK.
Memberi kontribusi terhadap pembangunan ekonomi negara ini. Beberapa hal yang
jadi prioritas, bagaimana OJK bisa membuka akses keuangan terhadap masyarakat
Indonesia, insentif pada pembukaan kantor-kantor di Indonesia Timur,
resiprokalitas, peran bank asing, saya pikir itu bisa kita pikirkan pada
waktunya.
Koordinasi seperti apa yang akan
dibangun OJK?
Di
UU OJK, koordinasi sudah jadi aturan. Malah kemudian dibentuk Forum Koordinasi
Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). Artinya, disadari bahwa koordinasi itu
baik, dalam keadaan normal maupun distress.
Yang penting mekanisme itu ada dan menjadi business
process, bukan formal.
Makanya
saya katakan dia harus built in atau embedded dalam proses pengambilan keputusan
sehingga tak jadi sekadar jargon. Bentuknya bisa meeting, pendalaman materi, BBM (Blackberry Messenger), bisa apa saja. Tapi, yang jelas harus ada
mekanisme yang mengatur.
Dalam
protocol management crisis (PMC) yang
kita tanda tangani nota kesepahamannya Kamis lalu, setiap instansi diminta agar
punya PMC masing-masing sebagai sumber informasi. Nanti akan diatur dan
dikoordinatori di sekretariat FKSSK. Pada saat itu, call for meeting bisa datang dari siapa saja.
Selain perbedaan kultur pengawasan,
ada perbedaan kultur kerja dari sekian elemen yang melebur ke OJK. Bagaimana
pendekatan Anda?
Konsolidasi
internal itu dimulai dengan shared value,
nilai-nilai organisasi yang di-share
oleh seluruh jajaran. Apa bedanya tim dengan gerombolan? Kalau tim punya tujuan
ke satu titik, sedangkan gerombolan kayak orang di pasar, enggak jelas
tujuannya. Dalam organisasi harus terbentuk tim yang kuat--tim yang men-share nilai-nilai yang diartikulasikan
pimpinannya.
Visi
OJK, mandat itu harus ditranslate menjadi
nilai-nilai yang dijadikan pegangan. Oleh karena itu, selain shared value tadi, saya melihat harus
dikuatkan betul leadership pada
seluruh level sehingga bisa menuju satu titik pengawasan yang terintegrasi.
Sudah konsolidasi dengan jajaran DK
lainnya?
Belum.
Ini saja saya takut kualat juga sudah bicara macam-macam sebelum dilantik. Saya
kenal teman-teman itu karena mereka toh bukan orang baru di bidang
masing-masing. Tidak ada kekhawatiran, mereka adalah profesional yang sudah
lama berkiprah di bidangnya.
Pendapat Anda soal concern terhadap
potensi penyimpangan di OJK?
Bisa
saja terjadi. Artinya begini, itu terjadi karena dua: ada keinginan dan
kesempatan. Kalau kesempatan kita tutup dengan mekanisme dan prosedur yang
bersih, tapi keinginan masih ada ya, bagaimana? Harus dua-duanya.
Bagaimana
keinginan dikurangi? Ada motivasi di balik itu. Bagaimana agar berkurang, basic
needs orang itu, apakah apresiasi, kebutuhan kebutuhan lain, menjadi penting.
Saya
kira membangun konsolidasi internal juga termasuk bagaimana kesempatan untuk
itu jadi berkurang.
Ada juga kekhawatiran asosiasi bahwa
sejak Juli sampai Januari 2013 mereka akan dikepalai dua orang. Apa memang
seperti itu?
Enggak.
UU sudah membuat sedemikian rupa sehingga masa transisi bisa berjalan baik.
Sekarang sampai Januari, OJK belum bertugas. Artinya BI dan Bapepam-LK
menjalankan fungsi mereka. Saya pikir untuk baru-baru tak akan ada perubahan
yang terlalu dramatis. Aktivitas harian berjalan normal.
Soal iuran OJK, bukankah sejumlah
pelaku industri masih keberatan?
Sebetulnya
asal kita mampu menjelaskan kenapa itu perlu dan apakah digunakan secara
bijaksana dan bertanggung jawab. Kita bukan yang pertama melakukan itu. Di
negara lain juga dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas yang baik,
jangan asal minta.
Malah
bagi OJK beban moralnya akan besar. OJK perlu persiapkan mengapa ini perlu,
digunakan untuk apa, dan dibahas dengan pihak-pihak terkait. Pihak terkait
tidak hanya industri, tapi juga parlemen dan sebagainya.
DPR sempat meminta OJK bantu
menyelesaikan sejumlah kasus yang menurut mereka belum beres, misalnya Bank
Indover, Bank Global, dan Bank Century.
Apa yang akan dilakukan OJK?
Apa yang akan dilakukan OJK?
Saya
kira begini. Tentu saja akan diakselerasi penyelesaiannya. Mungkin juga tidak
akan diselesaikan sendiri. Yang sudah memasuki ranah hukum, ya, melibatkan
penegak hukum. Kalau belum, masih di wilayah kita, kita selesaikan. Tapi
intinya kita akan akselerasi semua isu-isu itu untuk memperoleh kepastian final
sehingga yang menggantung bisa selesai. Ranah tak bertuan dulu, loophole seperti itu, dengan pengawasan
yang lebih terintegrasi kan probabilitasnya semakin kecil.
Ada
pesan dari Gubernur (Gubernur BI Darmin Nasution-red) setelah terpilihnya Anda
menjadi Ketua DK OJK?
Dia selalu support, apalagi dia melihat persinggungannya akan besar. Mungkin
dia merasa perlu orang yang memahami apa pekerjaan BI. Itu yang saya rasakan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar