Pertahanan
Laut Negara Kepulauan
Rosihan Arsyad ; Laksamana Muda TNI Purnawirawan,
Pemimpin Umum Sinar
Harapan
SUMBER : SINAR
HARAPAN, 1 Juni 2012
Pengertian pertahanan negara adalah segala
usaha untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan melindungi keselamatan segenap bangsa
dari ancaman serta gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, disusun dengan
memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
Undang-undang ini dengan jelas mengamanatkan
bahwa pertahanan Negara bukan saja masalah kedaulatan dan keutuhan negara,
tetapi juga perlindungan dan keselamatan segenap bangsa, di mana pun mereka
berada di muka bumi.
Geopolitik dan geostrategi yang tepat bagi
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terbesar di dunia bertumpu pada
kekuatan maritim sehingga TNI AL harus dijadikan titik sentral pertahanan
negara. Sudah barang tentu TNI AL tidak akan berhasil tanpa keunggulan udara
melalui TNI AU yang kuat.
Adagium “It
takes two if by the sea” telah terbukti ampuh sehingga perlu dijadikan
dasar kebijakan pertahanan di laut. Tentu, bila upaya penangkalan dan pertahanan
berlapis gagal, diperlukan TNI AD yang kuat sebagai komponen utama sistem
pertahananan pulau besar.
Pembangunan kekuatan angkatan laut dan
angkatan udara harus segera dilakukan, bukan saja untuk memenuhi kebutuhan
pembangunan kekuatan pertahanan dan keamanan negara, namun juga untuk memenuhi
kewajiban Indonesia sebagai negara kepulauan yang diatur dalam United Nations Convention on the Law of the
Sea 1982 (UNCLOS 1982). UNCLOS 1982 telah mengakui prinsip kesatuan wilayah
bagi negara RI, yaitu bahwa laut di antara pulau merupakan wilayah kedaulatan
RI.
Namun, di samping hak tersebut, Indonesia
sebagai negara kepulauan dapat menetapkan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)
serta wajib menjamin lintas damai kapal asing, termasuk menjaga keamanan dan
keselamatannya.
Pembangunan Kekuatan TNI
Pembangunan pangkalan di wilayah perbatasan
dan pulau terdepan harus diikuti penggelaran atau penempatan unsur TNI yang
lebih berorientasi keluar (outward
looking) serta untuk dapat menerapkan strategi penangkalan. Paling tidak,
relokasi ini adalah untuk mengantisipasi tugas melindungi keselamatan segenap
bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Untuk
itu, perlu diterapkan sistem pertahanan berlapis (defence in depth), mengadang lawan mulai dari medan pertahanan
penyangga, paling tidak mulai dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Ubah Paradigma
Namun sayangnya, belum terlihat langkah nyata
untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan tugas pertahanan keamanan negara,
khususnya di laut. Harus pula dipahami bahwa penegakan hukum di laut juga
berarti penegakan kedaulatan negara, sehingga merupakan bagian dari pertahanan
negara.
Dalam kaitan dengan pembangunan kekuatan, ada
dua pendekatan yang dapat dipakai, baik salah satu maupun kedua-duanya, yaitu
pendekatan ancaman dan pendekatan tugas. Ditinjau dari pendekatan ancaman,
perlu dipertimbangkan kembali paradigma “a
million friends, zero enemies” yang menjadi visi politik luar negeri
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Ini karena pada prinsipnya, hubungan luar
negeri adalah proyeksi kepentingan dalam negeri.
Dengan demikian, dalam hubungan luar negeri
kepentingan setiap negara adalah yang paling utama dengan risiko berbenturan
dengan kepentingan dan politik luar negeri negara lain. Bukankah “tidak ada kawan
yang abadi, melainkan kepentingan yang abadi”? Kita mungkin memang tidak perlu
memandang semua negara lain sebagai musuh (enemy)
atau sebagai pesaing (rival), tetapi
kita juga tidak mungkin memandang semua negara lain sebagai teman (friend).
Dalam konsep SBY itu, Indonesia memandang
semua negara sebagai teman. Persoalannya adalah apakah ini menguntungkan bagi
kepentingan nasional Indonesia atau justru merugikan? Dilihat dari sisi
kepentingan keamanan nasional, konsep ini justru merugikan, karena kita tidak
akan dapat secara realistis mempersepsikan ancaman.
Akibatnya tentu strategi pertahanan kita
tanpa arah, yang berujung pada strategi militer kita (baca: TNI) yang tidak
jelas dan tidak akan pernah dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan postur
dan struktur pembangunan kekuatan, serta tidak dapat digunakan sebagai rules of engagement bagi komandan di
lapangan.
Tugas Pokok AL
Oleh karena tidak dapat menggunakan
pendekatan ancaman, setiap angkatan cenderung menggunakan pendekatan tugas
masing-masing, yang hasilnya tidak akan efektif dalam perpaduan operasi
gabungan. Sebagai contoh, TNI AL menggunakan istilah minimum essential force
dalam pembangunan kekuatannya.
Konsep ini sangat kabur, karena tidak mengacu
pada kaidah dasar penyusunan strategi militer. Banyak definisi tentang
strategi, tetapi yang mungkin paling mudah dipahami adalah definisi: means, ways and ends.
Strategi adalah alat dan cara untuk mencapai
tujuan. Liddel Hart menyatakan secara lebih komprehensif bahwa strategi adalah:
the art of distributing and applying
military means to fulfill the ends of policy. Dengan demikian, jelas bila
TNI AL ingin menggunakan pendekatan tugas maka seharusnya menetapkan
strateginya dengan terlebih dahulu menyatakan tugas pokok atau tugas dan tujuan
yang ingin dicapai.
Secara tradisional universal, tugas angkatan
laut adalah mengamankan perdagangan negara sendiri dan pengendalian laut.
Namun, globalisasi dan saling terkaitnya ekonomi berbagai negara di dunia saat
ini membuat pengendalian laut harus memelihara keselamatan dan keamanan
pelayaran, termasuk bagi seluruh negara pengguna laut.
Geoffrey Till menyatakan bahwa tugas angkatan
laut secara umum adalah: sea control,
expeditionary operation, good order at sea, the maintenance of a maritime
consensus. Artinya, angkatan laut harus mampu melakukan tugas pengendalian
laut, memproyeksikan kekuatan, menegakkan hukum di laut, dan memelihara
konsensus kemaritiman seperti kerja sama serta membangun rasa saling percaya.
Untuk mampu melaksanakan tugas-tugas tersebut,
TNI AL membutuhkan kapal utama dengan standar modern (NATO Standard) seperti
korvet, kapal selam, destroyer atau fregat, bahkan kapal induk. Kapal utama
jenis ini juga lebih mencerminkan kemampuan dan niat melakukan penangkalan atau
denial.
Dengan kapal-kapal utama tersebutlah, dibantu
dukungan pesawat tempur TNI AU yang canggih, Indonesia baru mampu menerapkan
sistem pertahanan berlapis, bahkan pertahanan depan atau forward defence seperti yang dianut banyak negara.
Perkuatan alutsista TNI saat ini sudah
mendesak melalui penambahan dan peremajaan. Modernisasi alutsista yang
berteknologi mutakhir didukung kemampuan peperangan elektronika sudah harus
mulai menampakkan bentuk kekuatannya. TNI harus menjadi kekuatan yang
diperhitungkan, terutama di kawasan.
Minimum
Essential Force pun harus diartikan sebagai kemampuan
mengendalikan dan mempertahankan seluruh wilayah kedaulatan RI. Indonesia
seharusnya sudah memiliki pesawat terbang tempur berbagai jenis didukung oleh
sistem radar yang secara terintegrasi mampu mendeteksi setiap intrusi yang
terjadi di wilayah RI. Indonesia sangat memerlukan TNI AU yang efektif, baik
untuk pengendalian udara, maupun untuk melindungi tugas-tugas TNI AL di laut.
Sangat wajar bila TNI AL memiliki sekitar
lebih dari 200 KRI terutama jenis Corvette atau lebih besar, kapal selam,
bahkan kapal induk, yang diorganisasikan dalam tiga armada kawasan dan dengan
pemangkalan di pulau terdepan selektif untuk mengantisipasi ancaman dan
pengendalian ALKI.
Dukungan logistik dan pemangkalan yang
memperhatikan tugas pokok dan persepsi ancaman merupakan faktor penting. Pada
periode ini, industri strategis dalam negeri harus dikembangkan untuk mampu
memasok alutsista seperti tank, panser, roket, artileri, kapal cepat roket,
kapal perusak kawal, kapal selam, peluru kendali, helikopter, pesawat angkut,
dan jet tempur.
Penggunaan
Kekuatan TNI Sehari-hari
TNI perlu melaksanakan patroli rutin dan
patroli keamanan di laut dengan kapal perang dan pesawat TNI AU serta
peningkatan kemampuan radar laut dan udara secara terintegrasi. Perlu
ditingkatkan kehadiran sehari-hari kapal-kapal perang RI dan pesawat terbang
TNI AU di seluruh perairan Indonesia, terutama di pulau-pulau terdepan serta
patroli penegakan keamanan dan keselamatan di laut dalam rangka mempertahankan
segenap tumpah darah dan setiap jengkal Tanah Air dari gangguan pihak asing.
Pameran bendera berupa kehadiran TNI juga
bertujuan memelihara dan meningkatkan sekaligus menggugah semangat nasionalisme
dan patriotisme Indonesia, di kalangan masyarakat yang tinggal di wilayah
perbatasan, pulau-pulau terluar dan terpencil.
Tentulah TNI harus tetap melakukan upaya
untuk membangun rasa percaya antara sesama negara tetangga dangan diplomasi
militer dan Confidence Building measure
(CBm) dengan melakukan kegiatan yang diperlukan dalam rangka mengamankan
wilayah perbatasan melalui kerja sama bilateral dengan negara-negara tetangga.
TNI yang kuat bukan saja akan menjadi
kekuatan penangkal dan penggentar, tetapi juga alat diplomasi yang tangguh
serta menjadi faktor yang mampu meningkatkan pengaruh negara Indonesia.
Kejayaan TNI diyakini bisa menjadi faktor penjinak bagi niat jahat negara
kawasan terhadap Indonesia. Sivis
pacem, para bellum, kalau ingin damai, siaplah untuk perang! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar