Krisis
Euro dan Kepemimpinan Jerman
George
Soros ; Ketua
Soros Fund Management dan Open Society Institute
Sumber :
KORAN TEMPO, 25 Juni 2012
Jelas sudah sekarang bahwa penyebab utama
krisis euro adalah diserahkannya oleh negara-negara anggota hak mencetak uang
mereka kepada Bank Sentral Eropa (ECB). Mereka tidak memahami akibat penyerahan
hak mereka itu--dan tidak juga otoritas-otoritas di negara-negara Eropa itu.
Ketika euro diluncurkan, lembaga-lembaga
regulator membiarkan bank membeli tanpa batas obligasi-obligasi pemerintah yang
tanpa menyisihkan sedikit pun modal saham, dan ECB memberikan diskon yang sama
rata kepada semua obligasi pemerintah zona euro Eropa. Bank-bank umum
memanfaatkan obligasi negara-negara yang lemah untuk memetik beberapa basis
point yang menyebabkan suku bunga menyatu di seantero zona euro. Jerman,
yang ketika itu sedang berjuang memikul beban reunifikasi, berhasil melakukan
reformasi struktural dan menjadi lebih kompetitif. Negara-negara lainnya
menikmati booming perumahan dan konsumsi dengan kredit yang murah sehingga
membuat mereka tidak kompetitif.
Kemudian terjadilah anjlok pada 2008.
Pemerintah di banyak negara terpaksa menyelamatkan bank-bank mereka dengan bailout.
Beberapa di antara mereka akhirnya jatuh ke dalam posisi negara berkembang
menanggung beban utang yang berat dalam mata uang yang tidak bisa mereka
kontrol. Eropa, yang mencerminkan divergensi dalam bidang ekonomi, terpecah
belah menjadi negara kreditor dan debitor.
Ketika pasar keuangan menyadari bahwa
obligasi pemerintah yang katanya tidak berisiko itu bakal membuat mereka gagal
bayar, mereka menaikkan premium risiko dengan dramatis. Ini menyebabkan
bank-bank umum berpotensi bangkrut. Neraca mereka sarat akan obligasi-obligasi,
sehingga melahirkan krisis kembar perbankan dan utang negara di Eropa.
Zona euro sekarang melakukan hal yang sama
sebagaimana sistem keuangan global menangani krisis pada 1982 dan lagi pada
1997. Dalam kedua krisis, lembaga-lembaga otoritas menimpakan beban kepada
negara-negara periphery (pinggiran) untuk melindungi negara-negara
center (pusat). Sekarang, tanpa disadari, Jerman memainkan peran yang sama.
Perinciannya berbeda, tapi idenya sama:
negara-negara kreditor Eropa menggeser seluruh beban penyesuaian ke pundak
negara-negara pinggiran, sementara negara-negara pusat melepaskan tanggung
jawab atas terjadinya ketidakseimbangan ini. Istilah "pusat" dan
"pinggiran” perlahan-lahan, nyaris tanpa disadari, sudah masuk dalam bahasa
sehari-hari. Namun, dalam krisis euro ini, tanggung jawab negara-negara pusat
bahkan lebih besar daripada yang terjadi pada 1982 dan 1997. Negara-negara
pusat itu merancang suatu sistem keuangan yang cacat dan gagal mengoreksi cacat
itu. Pada 1980-an, Amerika Latin kehilangan peluang satu dekade: nasib serupa
menanti Eropa.
Pada awal krisis, ambruknya euro Eropa tidak
terpikirkan: aset dan liabilitas yang didenominasi dalam mata uang bersama
begitu terkait satu sama lain, sehingga ambruknya euro Eropa ini bakal membawa meltdown
yang tidak terkontrol. Tapi, sementara krisis berlanjut, sistem keuangan sudah
semakin tertata ulang mengikuti garis-garis batas nasional suatu negara.
Kecenderungan ini semakin kuat pada bulan-bulan terakhir ini. Operasi pendanaan
jangka panjang yang dilakukan EBC telah memungkinkan bank-bank di Spanyol dan
Italia membeli obligasi negara mereka sendiri dan memperoleh spread yang besar.
Pada waktu yang sama, bank-bank memilih melepaskan aset mereka di luar batas
negara, sementara manajer risiko mencoba mencocokkan aset dan liabilitas di
dalam negeri, bukan di dalam zona euro secara keseluruhan.
Jika semua ini berlanjut selama beberapa
tahun ke depan, ambruknya euro bisa terjadi tanpa meltdown, tapi bakal
menyisakan klaim-klaim yang besar oleh negara-negara kreditor terhadap
negara-negara debitor, yang sulit ditagih. Di samping transfer dan garansi
antarpemerintah, klaim-klaim yang diajukan Bundesbank
terhadap bank-bank sentral negara-negara pinggiran dalam sistem clearing target sudah mencapai 644 miliar
euro (US$ 804 miliar) pada 30 April, dan jumlah ini meningkat secara eksponen
akibat terjadinya pelarian modal.
Jadi krisis terus memburuk. Ketegangan dalam
pasar keuangan telah mencapai titik baru yang tinggi. Yang paling mencolok
adalah bahwa Inggris, yang berhasil mempertahankan kontrol atas mata uangnya,
menikmati yield paling rendah, sementara risiko premium obligasi Spanyol
juga mencapai tingkat baru yang tinggi.
Ekonomi riil zona euro terus merosot,
sementara Jerman booming. Ini berarti bahwa divergensi makin lebar.
Dinamika politik dan sosial juga bergerak menuju disintegrasi. Opini publik
yang dinyatakan dalam hasil pemilihan umum baru-baru ini semakin menentang
penghematan, dan kecenderungan ini mungkin berlanjut sampai kebijakan itu
dihentikan. Ada yang harus berkorban.
Menurut penilaian saya, lembaga-lembaga
otoritas punya peluang tiga bulan untuk mengoreksi kesalahan dan menghentikan
kecenderungan yang terjadi saat ini. Ini memerlukan beberapa langkah kebijakan
yang luar biasa, untuk mengembalikan kondisi lebih dekat ke titik normal, dan
langkah-langkah ini harus sesuai dengan traktat-traktat yang ada sekarang, yang
kemudian bisa direvisi dalam suasana yang lebih tenang guna mencegah
terulangnya ketidakseimbangan.
Sulit, tapi bukan tidak mungkin,
mengidentifikasi beberapa langkah luar biasa yang bakal memenuhi
persyaratan-persyaratan yang keras ini. Ia harus serempak menangani
masalah-masalah perbankan dan utang pemerintah tanpa meninggalkan upaya
mengurangi divergensi dalam persaingan.
Zona euro perlu uni perbankan; suatu skema
deposit-asuransi Eropa guna membendung pelarian modal, suatu sumber pendanaan
rekapitalisasi bank di Eropa, serta supervisi dan regulasi seantero zona euro.
Negara-negara yang memikul beban utang yang berat perlu keringanan dari biaya
pendanaan mereka. Ada beberapa cara memberikan keringanan ini, tapi semuanya
membutuhkan dukungan aktif Jerman.
Di sinilah letak rintangannya.
Pejabat-pejabat pemerintah Jerman telah berusaha keras menyusun serangkaian
usulan yang akan disampaikan menjelang Konferensi Tingkat Tinggi Uni Eropa
akhir Juni ini. Tapi tanda-tanda semua menunjukkan bahwa mereka cuma akan
menawarkan usulan yang minimum yang bisa disepakati berbagai pihak--sekali lagi
berarti cuma keringanan sementara.
Tapi kita berada pada titik infleksi. Krisis
yang menimpa Yunani bisa jadi mencapai klimaksnya musim gugur ini, walaupun
pemilihan umum menghasilkan pemerintah yang bersedia mematuhi kesepakatan
pemerintah yang sekarang ini dengan negara-negara kreditornya. Tapi, ketika
tiba saatnya, ekonomi Jerman juga bakal melemah, sehingga Kanselir Angela
Merkel akan mengalami kesulitan yang lebih besar daripada sekarang, untuk
membujuk publik Jerman menerima agar bersedia memikul tanggung jawab yang lebih
besar.
Kecuali terjadinya kecelakaan, seperti
bangkrutnya Lehman Brothers, Jerman
mungkin akan melakukan sesuatu yang cukup untuk mempertahankan euro, tapi Uni
Eropa akan menjadi sesuatu yang sangat berbeda dengan masyarakat terbuka yang
pernah dengan gairah dibayangkan rakyatnya.
Perbedaan antara negara debitor dan negara
kreditor bakal langgeng dengan Jerman, yang mendominasi, dan negara-negara
pinggiran yang tertekan. Ini pasti membangkitkan kecurigaan mengenai peran
Jerman di Eropa--tapi tidak pantas membandingkan Jerman masa ini dengan Jerman
masa lalu. Situasi yang terjadi saat ini bukan karena rencana yang disengaja,
tapi justru tidak adanya suatu rencana yang demikian. Ia merupakan tragedi
salahnya kebijakan. Jerman merupakan demokrasi yang berjalan dengan baik dengan
sebagian besar rakyatnya mendukung suatu masyarakat yang terbuka. Ketika rakyat
menyadari konsekuensinya--kita berharap tidak terlambat--mereka ingin
mengoreksi cacat rancang bangun euro itu.
Jelas apa yang diperlukan: suatu otoritas
fiskal Eropa yang mampu dan bersedia mengurangi beban negara-negara pinggiran,
serta suatu uni perbankan. Keringanan utang bisa mengambil berbagai bentuk
selain dari Eurobond, dan disyaratkan
pada keputusan negara-negara debitor pada kesatuan fiskal. Menarik semua atau
sebagian keringanan bila tidak dipatuhinya kesepakatan merupakan proteksi yang
kuat terhadap moral hazard. Terserah kepada Jerman untuk memenuhi
tanggung jawab kepemimpinan yang dilimpahkan ke atas pundaknya karena
keberhasilannya sendiri. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar