Prioritaskan
Pembenahan Infrastruktur
( Wawancara )
Eka Sari Lorena, Ketua Umum Dewan
Pimpinan Pusat
Organisasi Angkutan
Darat (Organda)
SUMBER : SUARA KARYA, 07 April 2012
Karut-marut pelayanan sektor transportasi publik di kota-kota
besar saat ini kian mengkhawatirkan. Permasalahan transportasi yang tak kunjung
terselesaikan dengan baik, semakin menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap
angkutan umum.
Bahkan, menjadi pemicu utama tingginya penggunaan kendaraan
pribadi, baik mobil maupun sepeda motor.
Problem lainnya adalah lemahnya infrastruktur. Antara lain, jalan
rusak akibat beban terlalu berat kendaraan yang melintas. Padahal, angkutan
barang menjadi salah satu pemicu melajunya perekonomian nasional. Sebab, jika
aktivitas logistik terhambat maka akan berdampak langsung kepada masyarakat,
khususnya terkait peningkatan harga jual barang dan menurunnya daya beli
masyarakat.
Sistem logistik nasional (Silognas) yang telah dirumuskan
pemerintah sendiri hingga kini belum jelas. Untuk menjaga stabilitas logistik,
pemerintah masih mengandalkan fasilitas jalan yang ada atau belum ada
jalan/jalur ekonomi untuk angkutan barang. Yang terjadi, justru dilakukan
pengurangan, dengan membatasi jam operasi truk angkutan barang masuk tol dalam
kota.
Beragam masalah yang dihadapi moda transportasi darat berimbas
pada moda transportasi laut dan udara. Misalnya, menghambat kegiatan bongkar
muat di pelabuhan dan distribusi hingga ke konsumen terhambat. Untuk mengetahui
lebih lanjut, berikut kutipan wawancara wartawan HU Suara Karya Syamsuri
S dengan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Angkutan Darat
(Organda) Eka Sari Lorena terkait terpuruknya kinerja layanan angkutan
umum, angkutan barang dan lemahnya infrastruktur transportasi.
Kinerja layanan angkutan umum terus merosot. Bahkan, kondisi
armada di kota-kota besar seperti Jakarta, sudah tua tapi masih terus
dioperasikan. Apa masalah mendasar sehingga angkutan umum belum mampu
meningkatkan kinerjanya?
Pengusaha angkutan umum tidak salah. Umumnya, para pemilik
kendaraan angkutan umum berkeinginan armada bus yang dimiliki baru untuk mendongkrak
pelayanan. Tapi, apa mungkin dengan kondisi jalan seperti sekarang ini,
angkutan umum bisa memenuhi tuntutan penumpang. Kalau saat ini mereka bisa
beroperasi saja, sudah perlu disyukuri. Sebab, pengusaha angkutan tentunya
tidak mau armadanya kumuh dan jelek. Apalagi, kalau dikaitkan dengan tarif yang
berlaku.
Apakah tarif yang berlaku saat ini sudah cukup seimbang untuk bisa
memberikan pelayanan maksimal seperti yang diinginkan penumpang?
Untuk membenahi angkutan umum agar aman dan nyaman, bukan sekadar
karena armadanya. Namun, bagaimana sistem yang ada di transportasi kita dan
ketersediaan . Sebab, untuk meningkatkan pelayanan angkutan umum tidak cukup
dengan mengganti bus, tapi juga bergantung dengan kepadatan jalannya. Masalah
ini seperti gunung es, yang tampak di permukaan cuma sedikit, dan hanya
pengusaha angkutan yang disorot. Tapi, bagaimana dengan regulasinya?
Sebenarnya pelayanan transportasi yang baik di perkotaan maupun
antarkota antarprovinsi (AKAP) harus dilihat secara menyeluruh. Selain armada,
infratruktur, regulasi dan industri pendukung juga saling berkaitan.
Dari sisi operasional, kepadatan di jalan saat ini sangat
merugikan karena mengakibatkatkan biaya operasional makin besar. Saya senang
anggota pengelola angkutan perkotaan maupun AKAP masih eksis. Meski saya tahu,
para pengelola angkutan cukup sulit mempertahankan usaha dan armadanya untuk
tetap melayani masyarakat. Tapi, mereka tetap mengoperasikannya. Misalnya saja
metro mini, dan angkutan penumpang lainnya di dalam kota.
Pemerintah berencana memberikan sejumlah insentif. Misalnya,
berupa subsidi Rp 5 triliun untuk perawatan, bantuan suku cadang dan lainnya.
Ini mencukupi?
Pembenahan transportasi tidak sekadar memberikan insentif kepada
pemilik angkutan umum karena insentif itu sifatnya sesaat. Jadi, permasalahan
transportasi ini jangan dilihat hanya dari permukaannya saja, tapi harus
menyelesaikan permasalahan mendasar. Kalau pemerintah mau membenahi sektor
transportasi, maka perbaikan infrastruktur harus dilakukan secara menyeluruh
dan mengurangi jumlah kendaraan pribadi di jalan raya.
Selanjutnya, para pengusaha angkutan akan menyesuaikan pembenahan
tersebut dan dengan sendirinya armada angkutan akan menjadi lebih baik. Sebab,
dengan infrastruktur yang rusak dan kemacetan akibat membanjirnya kendaraan
pribadi, telah mempercepat kerusakan armada angkutan umum. Ditambah lagi, kami
harus menanggung tingginya biaya operasional.
Misalnya!
Angkutan kota di ibukota Jakarta saat ini berjalan terseok-seok
dan terhimpit kepadatan kendaraan pribadi, namun penumpangnya berkurang.
Sebagian angkutan umum beralih ke kendaraan pribadi. Hal ini bisa dilihat
dengan jumlah sepeda motor di jalan raya tiap pagi dan sore yang 'menyemut'.
Sebab, para pengendara motor ini membutuhkan waktu cepat menuju tempat
kerja atau lokasi beraktivitas lainnya. Ini tidak mereka dapatkan di kendaraan
umum. Selain itu, cara mendapatkan sepeda motor itu sangat mudah. Yakni, dengan
uang muka Rp 700.000 sudah bisa dapat sepeda motor baru.
Jadi dengan kondisi jalan raya dan tarif ekonomi yang ditetapkan
kecil sekali, sulit bagi angkutan umum untuk bisa memperbaiki kinerjanya sesuai
harapan. Kondisi ini berbeda dengan layanan kereta api, penyeberangan dan
angkutan laut yang mendapatkan dana public service obligation (PSO), meskipun
tarifnya ditentukan oleh pemerintah.
Dengan ditundanya kenaikan harga BBM, bagaimana Anda menyikapinya?
Sejak awal saya sudah katakan, keadaannya akan semakin parah.
Subsidi dan insentif dari pemerintah tidak bisa menahan angkutan umum menaikkan
tarif. Demikian juga angkutan barang yang memang sudah memastikan kenaikan
tarif sebesar 30 persen.
Seharusnya, angkutan umum dan bus tetap mendapatkan BBM
bersubsidi. Kalau pemerintah memang mau mendukung masyarakat ekonomi lemah yang
menggunakan angkutan umum perkotaan, maka angkutan umum jarak pendek dan
menengah harus dibantu dan dikurangi beban operasionalnya. Sebab, saat ini
mereka beroperasi di bawah biaya operasi kendaraan (BOK) sebesar 18,36 persen.
Meskipun tidak ada kenaikan harga BBM, angkutan umum ekonomi
perkotaan, angkutan jarak pendek dan menengah seharusnya sudah ada kenaikan
tarif. Namun, hal ini tidak dilakukan karena takut semakin kalah oleh sepeda
motor yang sangat mudah dan sangat murah uutuk membelinya.
Ke depan sebaiknya bagaimana?
Ke depan, kita jangan lagi berandai-andai karena masalah
transportasi sudah memprihatinkan dan harus ditangani secara serius.
Terganggunya transportasi mengakibatkan terganggunya pula perekonomian. ●
wah artikelnya bagus dan bermanfaat gan mksih yah atas infonya dan sukses selalu. :)
BalasHapuspenerjemah bahasa jerman
penerjemah bahasa belanda