Senin, 05 Maret 2012

Menunggu Peran MIUMI

Menunggu Peran MIUMI
Adian Husaeni, DEKLARATOR MIUMI
SUMBER : REPUBLIKA, 3 MARET 2012



“Rakyat rusak karena penguasanya rusak; penguasa rusak gara-gara ulama rusak; dan ulama rusak karena terjangkit penyakit gila dunia.”

Mutiara hikmah dari Imam al-Gha zali itu disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD saat memberikan sambutan dalam acara deklarasi Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Selasa (28/2). Mahfud MD, saat itu, tampak sangat serius. Ia menyebut berbagai fenomena kerusakan masyarakat akibat rusaknya ulama dan intelektual. Lihatlah, dalam berbagai survei, calon pemimpin hanya disuvei aspek popularitas, akseptabilitas, dan elektabilitasnya. “Tidak ada kriteria akhlak.”

Karena itu, jika ulama dan intelektual rusak, maka rusaklah seluruh tatanan dan masyarakat itu sendiri. Imam al-Ghazali (wafat 1111 M) sudah lama mengingatkan masalah ini. Karena itulah, al-Ghazali menuliskan bab tentang Ilmu di awal kitab monumentalnya, Ihya’ Ulumiddin. Peran penting ilmu dan ulama dibahas secara panjang lebar. Begitu juga dijelaskan bahaya kerusakan ilmu dan ulama jahat (ulama as-su’).

Pada malam deklarasi MIUMI, Prof Dr Din Syamsuddin, ketua umum PP Muhammadiyah, mengingatkan, kehadiran MIUMI harus memberikan solusi bagi berbagai persoalan bangsa, diantaranya soal imoralitas.

Ketua MUI KH A Cholil Ridwan, mengajak ulama untuk lebih “mendekat ke masjid” dan aktif mengurusi masalah umat. Kehadiran Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto, menarik banyak perhatian.

Bambang yang selama berbulan-bulan tidak mun cul di media massa, malam itu hadir untuk menyampaikan sambutan. Ia mengingatkan MIUMI agar segera bekerja, karena, kata dia, “Mulut kita satu, tapi tangan dan kaki kita ada dua.“

Lebih Beradab

Dalam deklarasi yang dibacakan oleh Ustaz Fadzlan Garamatan, dai asal Nuu Waar (Papua), dijelaskan bahwa MIUMI menegaskan adanya kesinambungan risalah keilmuan, perjuangan, dan dakwah di Nusantara yang merupakan amanah dan tanggung jawab bagi kaum intelektual dan ulama dari masa ke masa. Hal lain yang melatarbelakangi pendirian MIUMI adalah kemerosotan otoritas ulama serta perpecahan ulama dan umat. Ini mengkhawatirkan.

Ulama diamanahi Nabi SAW sebagai pewaris perjuangan penegakan risalah kenabian. Maknanya, umat Islam wajib mewujudkan adanya ulama-ulama dalam kualitas dan kuantitas yang mencukupi (kifayah). Pengadaan ulama adalah salah satu kewajiban penting. Tentu, ulama di sini adalah ulama yang sebenarnya. Ulama wajib memahami makna risalah. Dalam kaitan inilah ulama wajib memahami Alquran dan Hadis Nabi serta metodologi yang benar dalam memahami kedua sumber utama ajaran Islam itu. Juga, ulama mestinya terlibat aktif dalam solusi bagi persoalan umat. Dan yang penting, ulama juga wajib berakhlak mulia, mempunyai sifat takut kepada Allah (khasyatullah), dan zuhud (tidak gila dunia, termasuk gila jabatan).

Adab memang salah satu konsep kunci dalam Islam dan juga menjadi salah satu kata kunci dalam Pancasila. Saat memberikan ucaptama (keynote speech) di Konferensi Pendidikan Islam Internasional pertama di Makkah, 1977, Prof Dr Syed Muhammad Naquib alAttas menyebutkan problem utama umat Islam adalah lose of adab (hilang adab), yang berakar pada kondisi kerancuan ilmu (confusion of knowledge). Ilmu yang salah mengantarkan kepada ke rusakan tata-pikir seseorang dan selan jutnya kerusakan tatanan masyarakat yang beradab.

Ketika adab hilang maka manusia tidak tahu lagi bagaimana seharusnya bersikap terhadap Tuhan. Syirik adalah dosa yang tak terampuni dan kezaliman besar. Syirik menyejajarkan al-Khaliq dengan makhluk. Kini, di era modern, bahkan banyak manusia berani menantang Tuhan, menolak campur tangan Tuhan dalam kehidupan pribadi dan masyarakatnya. Saat Tuhan disingkirkan maka manusia merasa sebagai Tuhan. Sikap seperti ini sangat tidak beradab kepada Tuhan.

Adab pada ilmu adalah kemampuan memilah dan memilih ilmu-ilmu yang wajib (baik fardu ain atau fardu kifayah) dengan ilmu-ilmu yang salah. Masya rakat beradab menempatkan orang berilmu dan saleh ke posisi tinggi, lebih tinggi ketimbang penghibur. Adab terhadap Nabi maknanya, kesediaan menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah (suri tauladan). Tidak beradab jika menempatkan pezina dan pendusta di atas posisi Nabi.

Terobosan penting dalam MIUMI adalah kesepakatan menjadikan Ahlu sunah waljamaah (Aswaja) sebagai titik acuan bersama. Konsep Aswaja menaungi berbagai paham dalam Islam. NU, Muhammadiyah, Persis, DDII, alIrsyad, dan sebagainya tercakup dalam konsep ini. Dengan ini, MIUMI juga menolak pengembangan paham libe ralis me dan aliran sesat. Penolakan itu harus dilakukan secara ilmiah, berdasarkan hujah dan keilmuan yang jelas.

Fungsi penting MIUMI adalah se bagai wadah pengembangan potensi intelektual dan ulama muda dari berbagai daerah. Komitmen dakwah dan keilmuan dijadikan sebagai acuan. ●


Tidak ada komentar:

Posting Komentar