Jokowi
untuk DKI-1?
Joko Riyanto, KOORDINATOR
RISET PUSAT KAJIAN DAN PENELITIAN KEBANGSAAN
(PUSKALITBA) SOLO
Sumber
: SINAR HARAPAN, 15
Februari 2012
Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta akan
diselenggarakan Juli 2012 mendatang. Namun demikian, sudah banyak calon yang
muncul dan dimunculkan, baik dari parpol maupun independen.
Salah satu calon gubernur (cagub) DKI Jakarta
yang santer dibicarakan adalah Joko Widodo (Jokowi) yang saat ini menjadi Wali
Kota Solo untuk periode kedua.
Jokowi juga direkomendasikan lembaga survei
Cyrus Network untuk memimpin DKI-1.
Dalam survei yang mereka lakukan, Jokowi
memperoleh nilai tertinggi untuk dimensi kepemimpinan, intelektualitas, political
skills, political communication skills, emotional stability, leadership
style, dan physical appearance. Jokowi mengungguli tokoh lain, di
antaranya Faisal Basri, Fadel Muhammad, Sandiaga Uno, Chairul Tanjung, bahkan
Gubernur DKI saat ini, Fauzi Bowo.
Publik DKI Jakarta di tingkat akar rumput pun
sudah banyak menyatakan dukungan terhadap Jokowi untuk menjadi pemimpin. Jokowi
untuk DKI-1 memang patut dipertimbangkan.
Di media, Jokowi menyatakan bahwa menjadi
Gubernur DKI Jakarta sangat menantang karena Ibu Kota menjadi barometer
Indonesia secara nasional. Bila Jakarta bagus dalam tata kelola pemerintahan
dan pembangunan, maka wilayah ini akan menjadi cerminan untuk daerah lainnya.
Jokowi memang layak menjadi figur ideal untuk
memimpin DKI Jakarta. Hal ini karena Jokowi memiliki banyak prestasi dan jiwa
kepemimpinan.
Karena keberhasilannya memimpin Solo, Jokowi
meraih banyak penghargaan, di antaranya oleh majalah Tempo dipilih
sebagai salah satu tokoh 2008 dari 10 peraih penghargaan bergengsi itu. Pada
2010, dia menerima penghargaan Bung Hatta Anticorruption Award (BHAA).
Pada 20ll, harian Republika juga
menganugerahkan tujuh tokoh perubahan terbaik dan Jokowi salah satu yang
terpilih. Pada 2011, dia juga meraih UNS Award di bidang Pengelolaan
Pemerintahan dan Pelestari Budaya karena dianggap sukses mengembangkan Kota
Solo tanpa meninggalkan budaya.
Dan, yang tak kalah pentingnya, tahun ini
Jokowi mendapat penghargaan dari Menteri Dalam Negeri sebagai Wali Kota Terbaik
di Indonesia.
Di bawah kepemimpinannya, Kota Solo mengalami
perubahan yang pesat. Dengan semboyan “Solo: The Spirit of Java”, dia mampu
memberikan pelayanan yang baik. Jokowi juga berhasil menata 5.817 pedagang kaki
lima (PKL) tanpa ada unjuk rasa. Pedagang diberi kios dengan membayar retribusi
Rp 3.000 per hari. Bagi Jokowi, PKL merupakan potensi yang tidak perlu
disingkirkan.
Selain itu, Jokowi dinilai berhasil melakukan
reformasi birokrasi. Sejak awal dia berupaya memperbaiki, mengubah, dan
membenahi sistem. Menyangkut fasilitas pelayanan Asuransi Kesehatan untuk
Keluarga Miskin (Askeskin), pada Januari 2008 Jokowi meluncurkan program
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Solo (PKMS).
Dengan program tersebut, setiap warga Solo di
luar pemegang Askeskin, Askes, dan asuransi kesehatan lain bisa mendapat kartu
PKMS serta memperoleh layanan kesehatan dengan biaya dari APBD.
Hal yang luar biasa adalah seluruh
proyek-proyek pemerintah di Kota Solo juga diumumkan secara terbuka sehingga
masyarakat dapat berpartisipasi penuh untuk mengawasi hingga di tingkat
kelurahan.
Artinya, partisipasi publik menjadi bagian
yang menentukan dalam pelaksanaan pembangunan. Hal yang lebih spektakuler
adalah yang selama 20 tahun terakhir ini, penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) yang hanya menerapkan sistem copy-paste dari
anggaran sebelumnya, kini tidak dilakukan lagi.
Ini karena semua penyusunan APBD sepenuhnya
berbasis kepada kepentingan rakyat, artinya inisiatif pemerintah daerah untuk
membuat proyek-proyek selalu diselaraskan dengan kepentingan dan kemauan
masyarakat dalam setiap tahun anggaran.
Yang cukup menghebohkan publik di Tanah Air,
Jokowi menolak mengganti mobil dinas dengan mobil baru berharga ratusan juta
rupiah. Namun, dia tergiur oleh mobil hasil karya siswa SMK Negeri 2 dan SMK
warga Surakarta. Mobil dengan merek Kiat Esemka kini menjadi tunggangan baru
sang wali kota. Sikap Jokowi patut ditiru.
Dia melawan arus utama ketika begitu banyak
pejabat di Jakarta dan kota lain hidup dengan semangat hedonisme. Mereka
ramai-ramai menguras APBN atau APBD untuk membeli mobil dinas berharga ratusan
juta rupiah.
Perubahan Nyata
Jokowi telah menunjukkan hasil perubahan yang
nyata dan pasti terhadap kemajuan dan kemakmuran Kota Solo. Jokowi juga
memberikan keteladanan bagaimana menjadi seorang pemimpin. Hemat saya, Jokowi
memiliki tipologi kepemimpinan transformasional (transformational leadership).
Menurut Kristiadi (2004), situasi
transisional menuntut peran pemimpin yang efektif karena perubahan yang terjadi
bukan dalam arti change semata-mata, melainkan juga dalam pengertian transform.
Artinya, apa yang terjadi bukan sekadar perubahan
bentuk, melainkan juga perubahan substansi yang menyangkut nilai, hakikat, dan
karakter kehidupan masyarakat maupun kehidupan birokrasi.
Ibarat kata, modal sosial Jokowi lumayan
harum dan mendapat apresiasi tinggi. Jokowi telah memperlihatkan diri sebagai
pribadi yang memiliki sikap diri, kemampuan manajerial, dan visi yang baik
dalam pengelolaan daerah. Dengan modal jujur, sederhana, tegas, cerdas,
visioner-transformatif, punya rekam jejak baik dan pro rakyat, Jokowi
berpeluang besar menduduki kursi DKI-1.
Dengan modal kepemimpinan itu, Jokowi harus
mampu meyakinkan publik DKI Jakarta bahwa segala masalah berat (banjir, macet,
transportasi, polusi, PKL, tata ruang, dll) bisa teratasi dan sanggup melakukan
perubahan signifikan.
Mengutip pendapat budayawan Arswendo
Atmowiloto, permasalahan DKI Jakarta jelas, ahli-ahlinya lebih dari cukup, dana
bukan masalah, tinggal bagaimana mengoordinasi, mempertanggungjawabkan secara
transparan, dan memberi prioritas, serta yang penting menekuninya secara
profesional.
Untuk itu, Jokowi dengan segenap prestasi dan
keberhasilan membangun Solo perlu disosialisasikan dan dikomunikasikan dengan
segenap elemen publik DKI Jakarta, supaya tumbuh dukungan dan keyakinan bahwa
Jokowi figur ideal cagub DKI.
Sekarang bagaimana publik DKI Jakarta,
lembaga survei, dan parpol berjuang mendukung Jokowi untuk DKI-1. Secara karier
politik, jika sukses dengan jabatan Gubernur DKI, sangat berpeluang untuk
menjadi RI-1 (presiden) sebagaimana dialami Wali Kota Teheran Mahmud
Ah-madinejad, Wali Kota Taipei Chen Shui-bian, dan Wali Kota Istanbul Recep
Tayyip Erdogan yang menjadi presiden. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar