Jumat, 03 Februari 2012

Implikasi Penempatan Pasukan AS di Darwin


Implikasi Penempatan Pasukan AS di Darwin
Singgih Nugroho, PENELITI DI PERCIK, LEMBAGA PENELITIAN SOSIAL, DEMOKRASI, DAN KEADILAN SOSIAL DI SALATIGA
Sumber : SINAR HARAPAN, 3 Februari 2012


Kunjungan Presiden AS Barack Obama ke Bali pada November 2011 untuk menghadiri Pertemuan Tingkat Tinggi ASEAN dan Asia Timur ke-19 merupakan lawatan resmi keduanya ke Indonesia dalam perannya sebagai presiden.
Pada November 2010 ia menyampaikan pidato di Universitas Indonesia di mana ia memuji Indonesia karena berhasil merekonsiliasikan Islam dan demokrasi, serta mampu mengelola keragaman secara demokratis.

Pujian ini tidak pelak disambut baik banyak orang. Namun, banyak orang Indonesia merasa kata-katanya itu berseberangan dengan kebijakan AS baru-baru ini di kawasan dan merasa bahwa ada banyak lagi yang harus dilakukan untuk memperbaiki hubungan di antara kedua negara.

Akhir November lalu, sebelum kedatangannya di Bali, Obama mengumumkan penempatan 2.500 pasukan marinir di Darwin, Australia, yang hanya berjarak 800 kilometer dari Indonesia, untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II.

Keputusan itu mengejutkan dan mencemaskan banyak orang Indonesia. Meski sebagian besar pengamat dan politikus menganggap langkah itu terkait dengan hubungan AS dengan China, sebagian orang khawatir kehadiran pasukan AS akan menciptakan ketegangan dan ketidakpercayaan di antara kedua negara.

Bagi banyak orang, kehadiran militer AS yang begitu dekat dengan tepi wilayah Indonesia bisa dipandang sebagai sesuatu yang membuat kita tidak nyaman.
Pada pertemuan tingkat tinggi di Bali itu, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengomentari, “Yang tidak saya sukai dari rencana AS itu adalah jika penempatan militer di Darwin ini nantinya berkembang menjadi upaya untuk memancing reaksi dan kontra reaksi yang justru menciptakan siklus ketegangan dan rasa curiga atau tidak percaya.”

Yang menyedihkan, ketidakpercayaan ini telah muncul. Para diplomat AS dan Australia di Indonesia telah secara terbuka menyatakan penempatan ini tidak ditujukan untuk menambah ketegangan di kawasan dan murni untuk tujuan pengelolaan bencana kemanusiaan.

Namun, penjelasan itu secara umum ditanggapi dengan rasa tidak yakin, di mana para analis dan pengamat terus menyuarakan kecurigaan terkait motif-motif penempatan pasukan tersebut.

Jadi Bahan Propaganda

Situasi ketidakpercayaan itu telah berdampak ke tingkat akar rumput di Indonesia. Penempatan pasukan AS menjadi tambahan dalih bagi propaganda yang terus dilancarkan kelompok-kelompok radikal di Indonesia bahwa AS memiliki tujuan-tujuan imperialis bila datang ke Indonesia.

Propaganda seperti itu pada gilirannya bisa mempersulit masyarakat sipil Indonesia untuk menghadapi ideologi-ideologi eksklusif dan memajukan pluralisme di dalam negeri.
Di kawasan Asia Pasifik, banyak orang melihat sarana diplomatik dan politik sama pentingnya dengan tujuan akhir. Karenanya, sebagian besar orang Indonesia sejalan dengan kepentingan-kepentingan AS di kawasan namun tidak setuju dengan penggunaaan demonstrasi kekuatan militer untuk mencapainya.

Banyak orang Indonesia mengagumi sistem pemerintahan, komunitas bisnis, dan budaya AS, dan tidak punya masalah dengan publik AS secara umum.

Pada saat yang sama, mereka tidak setuju dengan beberapa unsur kebijakan luar negeri AS, khususnya orang-orang yang mereka lihat menerapkan standar ganda ketika menyangkut penegakan HAM pada satu sisi, dan kebijakan bisnis dan korporat pada sisi lain. Peluang untuk benar-benar memahami AS dan orang Amerika hanya dimiliki sekelompok kecil rakyat Indonesia.

Kerenggangan ini bisa diatasi jika masing-masing dari kedua pihak lebih peka dengan nilai-nilai dan kerangka acuan pihak lain. Media dan figur publik di kedua pihak bisa menahan diri dari menyajikan opini yang masih mentah dan kurang berdasar sebagai fakta.

Pendekatan diplomatik di antara kedua pemerintahan bisa mendorong kerja sama yang lebih langsung antara warga Amerika dan warga Indonesia dalam beberapa tingkatan.
Kegiatan itu bisa berbentuk kegiatan pertukaran pemerintahan, pendidikan, dan masyarakat sipil yang memungkinkan orang Amerika dan Indonesia berbagi pengalaman kehidupan keseharian mereka dan saling menatap dengan wajah yang baik, fair, bersahabat dan penuh perhatian.

Skeptisisme dan ketidakpercayaan terus menghiasi tulisan-tulisan di Indonesia tentang aksi AS di Darwin. Tetapi jika para pemimpin di kedua pihak bisa menggunakan hal itu sebagai peluang untuk melihat hubungan AS-Indonesia secara lebih saksama, itu bisa membuahkan jalinan hubungan-hubungan baru yang berdasarkan kepentingan bersama dan kemauan baik, bukannya kecurigaan atau ketakutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar